not a game!

109 14 0
                                    

Sejak hari itu, aku tidak kembali lagi ke rumah pak Ahmad. Aku sudah menyerah sebelum memulai lika liku pernikahan yang sesungguhnya. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak kembali lagi ke rumah yang sangat tidak ramah itu. Mungkin di dalam pikiran reader sekalian, masalah yang aku lewati kemarin hanya masalah yang sepele. Tapi meskipun sepele, jika setiap hari aku harus dihadap kan dengan sikap bang Jaya yang seperti itu. Maka hatiku yang lemah ini akan menjadi hancur secara perlahan-lahan.

Pada kenyataannya, akulah yang terlalu manja untuk bang Jaya yang terlalu keras padaku. Seumur hidup aku tidak pernah dibentak kecuali oleh bang Jaya. Mungkin kejadian kemarin adalah bentakan yang terakhir kali aku terima dari bang Jaya. Maka besok dan seterusnya tidak akan lagi dan tidak akan pernah. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri.

Jika kalian bertanya bagaimana reaksi kedua orangtuaku atas keputusan ku ini, maka akan kujawab. Kedua orangtuaku akan selalu mendukung diriku. Selalu.

Aku mengerti pernikahan bukanlah sebuah permainan, melainkan sebuah bahtera yang harus berkembang hingga maut memisahkan. Semoga saja dikesempatan lainnya bang Jaya maupun aku akan menemukan cinta sejati, menjalani kehidupan pernikahan normal seperti yang  lainnya. Menikah karena saling merasa cinta, bukan karena terpaksa. Memang sedari awal aku sudah mendapatkan firasat buruk tentang pernikahanku. Jadi, aku sedikit merasa bersyukur Allah telah memberiku kesempatan menikah walaupun hanya berjalan singkat, aku berjanji akan belajar dari masa laluku.

Lalu... Setelah ini aku akan pergi, aku akan merantau, menjauhi, biar saja para tetangga yang menuduhku kabur dari masalah. Toh aku dan bang Jaya kemarin hanya menikah secara agama saja. Maka setelah beberapa tahun tidak berhubungan lagi dengan bang Jaya maka dengan senang hati bang Jaya pasti akan menjatuhkan talak kepadaku. Ya aku yakin itu. Laki-laki seperti bang Jaya itu sangat haus akan belaian perempuan. Bahkan aku yakin setelah beberapa hari kepergian ku bang Jaya akan pergi mencari wanita lain. Dasar laki-laki hidung belang!

****

"Tuuut... Tut."

"Halo?" Jawab suara diseberang telpon.

"A-assalamualaikum, Bi. Ini... Rika."

"Rika? Rika siapa, ohhh Rika keponakan kuu. Ada apa sayang?"

"Bi, Rika mau kesana. Ke Bima."

"Loh, kenapa sayang? Disana kan enak. Bibi aja lebih suka tinggal di Jakarta loh. Masa kamu mau ke kampung?"

"Em, aku cuma mau liburan aja bi."

"Oh, ya udah. Ayo ke sini. Nanti bibi jemput dibandara, ya."

"Iya, Bi."

"Tuuut."

Sambungan telpon terputus, aku menghela nafas lelah. Yah, setelah ini aku ingin melarikan diri ke tempat yang jauh.

"Jadi... Kamu beneran mau berangkat ke Bima?"

"Astaghfirullah!!" Aku terkejut karena tiba-tiba saja mama bertanya kepada ku.

"Kalau kamu pergi ke Bima, berarti mama dirumah bakal sendirian, ya?"

"Ma... Mama gak sendirian, ada bapak kan, ma?"

"Iya, tapi tetap aja. Kamu gak mau mikir-mikir lagi? Pikirkan dengan kepala dingin, dong."

"Ma, pokoknya aku mau jauh-jauh dari bang Jaya sekeluarga. Aku gak mau melihat ataupun mengingat tentang bang Jaya lagi, ma."

Mama langsung pergi meninggalkan ku. Sempat aku melihat mata mama yang berkaca-kaca. Maaf ya ma, udah bikin Mama sedih lagi. Kali ini aku gak akan lagi mau menjalani pernikahan yang tidak jelas seperti ini. Sudah cukup satu kali.

Waduhhh Rika mau ke luar pulau nih, gimana tanggapan leslar eh maksudnya tanggapan bang Jaya?

Fated To Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang