un-solved

333 29 2
                                    

    "Mama gue minta gue buat nikah sama lo."

Gue diem, udah ngerasa muak sama pembicaraan tentang ini.

   "Jadi, jauh-jauh lo ngajak gue kesini buat bahas ini?"

Sengaja, gue juga mau tau tanggapan dia gimana.

   "Gue sih ayo aja, lo tau sendiri Mama gue kaya gimana? Emang Ibu lo gak bilang gitu? Kata Mama gue juga dia bilang ke Ibu lo dan lo setuju."

Gue ketawa dalam hati, ngenes banget hidup gue. Orang-orang disekitar gue gila, dan gue juga udah gila karena nurut aja.

  "Gimana? Lo tau 'kan gue bukan orang yang kaya mantan atau cowo-cowo lain yang pernah lo ceritain ke gue. 20 tahun hidup sama lo gue bener-bener tau lo kaya apa, Rizka!"

   "Oke, Ilham. Ayo kita nikah!" Seru gue akhirnya.

Gue harap baik lo ataupun gue gak bakalan nyesel dengan hasil kedepannya.

un-solved

Kampus gue pagi ini rame kaya biasa, gue sama Ilham juga jalan bareng kaya biasa. Dan kaya biasa pula kita bakal ketemuan lagi setelah kelas kita selesai.

Ilham udah belok ke arah kiri ruang laboratorium sedangkan gue hari ini ke ruang kelas 1 karena ada mata kuliah teori. Dan sepanjang gue jalan, gue gak akan lupa bahwa ada sepasang mata yang natap gue dan natap Ilham dengan lekat.

Sepasang mata yang gue dan Ilham sama-sama tau siapa orangnya.

Tapi gue sendiri gak tau apa Ilham lihat juga orang itu karena setelah mata gue sama orang itu ketemu, orang itu langsung pergi dari tempatnya berdiri.

Gue pun masuk kelas dan nyiapin alat tulis dan buku buat materi kali ini.

Gue kira udah selesai, batin gue.

un-solved

   "Sayang? Menurutmu bagus yang ini atau ini? Atau kamu ada rekomendasi sendiri?" Dengan gugup Ilham mematikan ponsel lalu menyimpannya di saku celana.

   "Semua bagus, apa yang kamu pake pasti keliatan cantik." Puji Ilham yang membuat Rizka tersenyum kecil, "Tapi aku minta kamu milih atau kasih saran. Oke kalo gitu aku mau yang ini aja."

Dalam hati Rizka tertawa kencang melihat kelakuan Ilham.

Pelayan itu segera menyiapkan pesanan Rizka dengan Rizka yang mengekorinya. Senyum kecil yang tadi ia sunggingkan berganti dengan senyuman miring.

Ia tahu tau tapi ia diam.

   "Habis ini makan yuk! Aku lagi pengen pecel di tempat biasanya." Ajak Rizka setelah memasukkan bukti pembayaran. Ia menggandeng tangan Ilham mengajaknya untuk segera masuk ke mobil.

   "Sekarang? Aku habis ini ada perlu kantor jadi gak bisa makan bareng disana." Tolak Ilham, Rizka memasang raut wajah sedih.

   "Kamu pesen aja ya, terus bawa pulang. Nanti habis dari urusan kantor aku bawain ropang sama boba, gimana?" Tawarnya agar Rizka tidak merasa sedih lagi. Bagaikan anak kecil yang mendapat hadiah, Rizka mengiyakan tawaran Ilham itu.

Setelah itu mereka berjalan beriringan sesuai rencana tadi, yaitu memesan pecel untuk dibawa pulang Rizka lalu Ilham mengantar Rizka pulang setelah itu Ilham pergi dengan mobilnya.

un-solved

   "Pak nanti ikutin mobil Ilham dari jauh aja? Nanti bapak juga jangan dulu cerita ke Ibu ya tentang ini!" Pinta Rizka sambil memakai sabuk pengaman.

Supir keluarganya itu mengangguk, lalu dengan perlahan menjalankan mobil mengikuti mobil Ilham yang sudah mendahului sekitar 10 meter itu.

   "Sebenernya ini ada apa mbak kalau boleh tau? Kok kita ngikutin mobilnya Mas Ilham."

Rizka tak segera menjawab, hanya fokus pada gerak-gerik Ilham yang bolak-balik mengecek ponsel, namun bukan ponsel yang sering ia lihat tapi ponsel khusus untuk urusan kantornya.

   "Ilham ada urusan yang gak bisa diselesaikan Pak, tapi dia gak kasih tau siapapun. Saya sudah tau ini tapi saya berusaha percaya kalau dia bakal nyelesaiin. Ternyata enggak," jelas Rizka.

Supir itu mengangguk, paham dengan maksud nonanya ini. Ia tak bisa membantu banyak, tapi ia berharap agar nonanya ini mendapat kebahagiaan karena nonanya adalah seseorang yang baik padanya.

  "Kalau gitu tinggalin aja, kalau ada apa-apa bapak juga bakal bantu." Rizka tersenyum kecil, "Iya, Pak. Tapi ini saja sudah cukup kok, nanti kalau urusan dia sudah selesai kita pergi dari sini. Sementara kita disini dulu ya, Pak?"

Supir keluarga Rizka memberi hormat, mereka sama-sama memperhatikan dengan seksama gerak-gerik Ilham yang terlihat dari tembok kaca kafe.

Dari Ilham yang duduk lalu memesan minuman, lalu datang seorang perempuan, beberapa percakapan dengan sesi genggaman tangan dan isak tangis perempuan tadi, lalu puncaknya saat Ilham memeluk perempuan itu dan mengecup dahi perempuan itu kemudian membawa perempuan itu berjalan masuk ke mobilnya.

   "Jalan, Pak!"

Dengan segera mobil itu melaju, bersamaan pula dengan kaca mobil tempat Rizka duduk di buka. Menampilkan Rizka yang duduk sambil memegang kamera ponsel, ia merekam sejak Ilham mulai memasuki kafe hingga saat ini, saat Ilham dan perempuannya sedang berpelukan sambil berjalan masuk ke mobil.

un-solved

   "Loh, Rizka lagi nonton apa serius banget?" Tanya Mama Ilham dengan Ibunya yang mengekori Mama Ilham. Rizka tersenyum kecil, "Nonton film, Ma. Lagi puncaknya nih! Mau nonton juga, Ma?" Ajak Rizka.

Kedua perempuan paruh baya itu pun duduk bersebelahan dengan Rizka. Awalnya kedua orang itu tak memperhatikan siapa pemeran laki-laki dan perempuan pada film, namun ketika melihat kamera yang menyorot wajah yang mereka kenal suasana berubah menjadi lebih sunyi dan canggung.

   "Batalin, ya? Ma? Bu? Dia masih punya urusan yang belum diselesaikan."

Ibu Rizka menatap Mama Ilham, sedangkan Mama Ilham menatap lamat anaknya yang ada di televisi itu. Sorotan wajahnya benar-benar terlihat, marah, sedih, malu, dan kecewa. Beliau pun mengangguk lalu memeluk Rizka sambil mengucapkan kata maaf.

• Short Story •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang