O U R S

520 15 0
                                    

• ❤ •

   "Ya Ampun Al! Lihat Kak Haedar! Sumpah ganteng banget!" Puji Meisya tak henti-hentinya sejak pria itu beserta teman se-bandnya naik ke atas panggung. Disebelahnya ada Alifah yang hanya berdehem sambil mengaduk minuman coklatnya.

   "Tuh! Tuh! Gila! Kak Haedar! Aaaaa!" Jerit Meisya semakin menggila. Alifah yang mulai jengah akhirnya membereskan isi tasnya lalu bersiap beranjak dari kafe yang ia datangi bersama Meisya.

   "Denger Mei, gue mau pulang. Mau lanjut ngerjain tugas Mrs. Smirnov," ucap Alifah yang terdengar kesal. Meisya langsung menahan tangan Alifah dan menyuruhnya kembali duduk.

   "Satu lagu ini selesai terus kita balik! Suer!" Alifah mendengus lalu kembali duduk memandang ke sembarang arah. Namun tanpa sangka saat ia menatap drummer dari band yang membuat Meisya excited, sang drummer menampilkan senyum miring lalu mengedipkan sebelah matanya.

Pipi Alifah terasa memanas, ia pun segera menunduk lalu menoleh ke objek lain. Ia merutuk kesal, merasa salah tingkah saat mata hitamnya bertabrakan dengan mata milik drummer itu.

   "Seharusnya kita dateng pas band itu mau tampil aja," saran Alifah. "Nggak! Nggak bisa. Kalo kita dateng pas mau tampil nanti gue gak bisa lihat dari tempat strategis dong," tolak Meisya.

   "Lo 'kan bisa ngajak Indri kalo gak Vioni." Meisya terkekeh, "Ngajak Indri? Ya kali? Lo masih inget? Gimana kalo seandainya Indri ketemu sama gitarisnya band Zero tadi?" Alifah diam ia membenarkan dalam hati.

   "Kalo gue ajak Vioni, ya, mana mau dia? Dia aja jarang keluar, hampir antisosial gitu. Mending gue ajak lo. Bukannya lo juga seneng bisa ketemu si drummer? Tadi aja lo sampe blushing gitu habis tatap-tatapan sama si drummernya." Alifah berdehem singkat, "Udah, ayo pulang! Besok gue ada kelas pagi." Ajak Alifah.

• ❤ •

Pagi ini Meisya sedang tidak ada kelas. Ia sedang sibuk dikamarnya, sibuk mengedit video dan foto untuk di-posting di akun fans Zero band yang dikelola olehnya.

Sudah sejak lama ia menjadi fans Zero band, terhitung sejak awal mereka menjadi seorang band tetap di kafe itu. Dulu, baik kafe itu dan bandnya belum terkenal, jadwal tampil mereka bisa dikatakan jarang.

Namun, karena aksi merekam Meisya dan mempostingnya di second akun instagramnya membuat band itu saat ini menjadi terkenal apalagi di kalangan anak-anak kampus.

Setelah merasa semua video dan foto yang edit siap, Meisya pun mempostingnya di akun fans Zero band. Ia tersenyum senang saat banyak orang yang menyukai penampilan panggung mereka.

Namun ia kadang juga merasa kesal saat ada beberapa orang yang menjelek-jelekkan band kesukaannya itu. Meisya tak ambil pusing, ia hanya menganggap angin lalu selama masih dalam tahap wajar.

Selesai dengan kegiatannya itu, ia segera membereskan barang-barangnya. Lalu bersiap pergi ke kampus bersama Vioni.

• ❤ •

Suara tawa menggema di salah satu kantin gedung perkuliahan, tepatnya di kantin fakultas seni dan sastra, suara tawa itu muncul. Para pelaku yakni, Meisya, Alifah, Indri dan Vioni sedang bersenda gurau, saling mengisi waktu yang mereka punya.

Hingga suara tawa mereka berhenti berganti menjadi suara pekikan Meisya yang melihat idolanya sedang memasuki kantin yang dia kunjungi saat ini.

Sementara ketiga temannya hanya memutar bola matanya jengah. "Sampe kapan lo bakal kaya gini, Mei? Sadar! Bentar lagi mereka bakal wisuda jadi stop ngabisin waktu lo buat stalking hal-hal tentang mereka." Saran Vioni yang paling waras diantara mereka.

   "Kok lo niat banget sih jadi fansnya mereka? Bukannya sampe sekarang lo ngga dinotice?" Tanya Indri sarkas sambil menatap kesal lebih tepatnya muak pada salah satu orang dari gerombolan itu.

   "Bukannya gue bikin lo tambah down, ya? Lo nggak capek ngerjar-ngejar orang itu bahkan yang mungkin sampe sekarang cuma nganggep lo itu fansnya?" Tanya Alifah pelan pada Meisya.

Bukannya kesal Meisya malah tersenyum, "Gue udah terlalu jatuh sama salah satu dari mereka, soal dia yang nggak notice gue dan nganggep gue cuma fans itu nggak masalah. Gue masih nyaman sama keadaan ini, gue bakal berhenti kalo udah ngerasa harus berhenti. Ehm, kayanya gue bakal bolos dulu. Dah! Gue mau titip absen sama temen kelas gue."

Mereka bertiga hanya bisa menatap punggung Meisya yang menjauh mengejar seseorang lebih tepatnya. "Omongan gue juga berlaku buat lo Alifah! Lihat gimana kelakuan mereka ke fans-fansnya. Gak mencerminkan sikap idola yang harus diteladani."

Alifah berdecak menyugar rambut pendeknya ke belakang. "Denger Indri, gue tau lo sensitif banget sama mereka terlebih orang yang ada disalah satu band itu. Dan, jangan lo pikir pertemuan kedua gue sama dia secara nggak sengaja yang pernah gue ceritain bikin gue langsung jatuh cinta ke dia. Nggak. Gue cuma terlalu kagum sama bakat dia jadi gue putusin untuk cerita sama kalian. Gue permisi!"

Indri mendesah sementara Vioni hanya melirik Indri. "Gue tau lo nggak suka sama dia, tapi tolonglah kalau memang teman dia itu bisa bikin teman kita bahagia kenapa enggak? Jangan ke pancing emosi, oke? Sekarang gue anterin lo ke kelas, mau?"

Indri pun mengangguk menerima ajakan Vioni. Ia kadang juga kesal pada dirinya sendiri hanya karena presensi seseorang disekitarnya itu membuat emosinya langsung tak terkendali.

• ❤ •

   "Gue tau lo disitu, jadi nggak usah sembunyi lagi." Meisya menggigit bibir bawahnya saat merasa ketahuan mengikuti sosok Pianis band Zero hingga disalah satu bagian taman fakultas seni yang sepi.

   "Kebetulan suasana mendukung. Sini lo, duduk sebelah gue." Meisya melangkahkan kakinya hati-hati lalu duduk disalah satu kursi yang berseberangan dengan Haedar si Pianis band Zero.

   "Pertama-tama, gue ngucapin makasih karena berkat lo band gue jadi terkenal kaya gini. Kedua, gue juga makasih udah mau dukung kita sejak awal band gue baru manggung. Ketiga, makasih udah jadi fans setia kami," kata Haedar sambil menatap perempuan disamping kirinya.

Meisya hanya mengangguk pelan, diam-diam ia menahan air matanya merasa terharu bisa bicara langsung dengan idolanya. "Kenapa diem aja?" Tanya Haedar khawatir saat perempuan yang diajak bicara itu hanya diam sambil menunduk.

   "Gue gak nyangka aja, gue bakal dinotice kaya gini," jawab Meisya dengan jujur. Haedar tertawa, "Hey, dengerin. Masih inget awal kita ketemu? Waktu itu kita gak sengaja tabrakan di awal gue buru-buru mau tampil di panggung.

Aku masih inget waktu kita tabrakan dan bikin gelang merah unik kamu rusak. Karena itu aku hampir ngerasa bersalah ke kamu.

Jujur aku ngerasa bersalah terus agak kesel pas tau kamu mulai suka nguntit kegiatan kami. Tapi pas inget wajah kaget sama terkesima kamu ke aku waktu kita tabrakan, aku jadi sadar, kayanya aku punya rasa sama salah satu fans aku ini." Kekeh Haedar diakhir kalimat.

Tidak bisa berkata-kata itulah yang Meisya rasakan saat ini. Ternyata, idolanya ini, menyimpan rasa seperti dirinya. Semua begitu seperti khayalan bagi Meisya.

   "Meisya Syahbanda mau nggak jadian sama Haedar Chandra?" Meisya tak bisa menjawab hanya mengangguk yang ia lakukan. Dan itu sudah cukup bagi Haedar untuk menjawab pertanyaannya.

   "Pake gelang yang aku kasih, anggep aja ini ganti dari gelang yang dulu aku rusakin. Lihat, aku juga pake. Eh, Mei kayanya kamu udah tau kalo aku suka warna merah, karena setiap aku ketemu kamu pasti aja pake barang yang warna merah." Meisya hanya mengendikkan bahunya.

   "Dan, ini ada satu lagi yang mau aku kasih dan warnanya bakal merah."

Cup!

Sebuah semburat merah di pipi Meisya membuat Haedar terkekeh. "Tuh, ini juga sama-sama merah. Bedanya ini di pipi kamu. Hehehe."

Akhirnya siang beranjak sore itu dihabiskan dengan waktu Meisya dan Haedar untuk saling bercengkrama sebagai sepasang kekasih.

• ❤ •

OURS : Haedar and Meisya 
MassySyadza708

• Short Story •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang