1. ❄

847 31 0
                                    

Happy Reading Guys !

"Papa!"

"Ini buat Theo, ini buat Dieska. Sini gantian Papa pakein."

"Kalungnya bagus!"

"Dengan ini saya putuskan hak jatuh ananda Theodor Aji Alfarian kepada Reyhan Alfarian selaku orang tua laki laki ananda, dan Gladieska Aurellia Alfarian kepada Andini Alifia selaku orang tua perempuan ananda."

Tok tok tok...

   "Sayang, Ayo bangun! Mama udah nyiapin sarapan buat Dieska." Dieska terbangun mendengar teriakan mamanya.

Keringat dingin mengucur di pelipisnya, bayang-bayang mimpi buruknya masih membekas di kepalanya. Ia berdecak lalu segera menuju kamar mandi, bersiap berangkat ke sekolah setelah libur panjang.

IPA 11-1

Datang, memperhatikan materi, mengerjakan tugas, membaca buku, mendengarkan musik lewat headset, berbicara seperlunya, pulang.

Ya, seperti itulah kegiatan rutin yang selalu Dieska lakukan selama lebih kurang 1 tahun ini.

Terdengar membosankan, namun tidak bagi Dieska.

*****

Semilir angin menerbangkan beberapa helaian rambut Dieska. Ia diam menyandar pada pembatas balkonnya yang berhadapan dengan balkon kamar tetangga rumahnya.

Bugh!

Sebuah bola basket mengenai dahinya. Tidak. Dieska tidak akan pingsan seperti di dalam cerita novel. Ia hanya sedikit terhuyung lalu dengan segera mengangkap bola tersebut. Terlihat seorang laki-laki yang sepertinya pemilik bola tersebut tengah mencari ke sekeliling area balkonnya.

Dieska menatap pria tersebut, lalu segera melempar bola itu kembali. Untung saja reflek pria itu cukup bagus karena dia langsung menangkapnya. Namun, belum sempat seseorang itu berterima kasih, suara pintu terkunci dan gorden ditutup membuatnya hanya diam. Ia belum bisa mengucapkan terima kasih terlebih dahulu pada sosok yang mengembalikan bola basketnya.

Ting tong...

   "Dieska! Ada tamu! Tolong bukain, sayang!" Dieska yang kebetulan memang ada dibawah segera membukakan pintu.

Disana sudah ada seseorang lelaki berdiri menatap Dieska sambil menggaruk tengkuknya. Dieska menatap orang tersebut, hingga detik kelima saat hendak menutup pintu orang itu menahannya, lebih tepatnya langsung masuk ke dalam rumah Dieska.

Dieska mengikuti laki-laki itu dari belakang. Setelah memastikan sang tamu duduk dengan tenang, Dieska membawakan minuman serta makanan ringan pada tamunya.

   "Repot banget sih, gak usah kali." Dieska hanya berdehem. "Eh, kenalin gue Anta." Dieska melirik sebentar tangan besar itu lalu menjabatnya. " Dieska."

    "Hm, maafin soal bola itu sama salam kenal, ya!" Dieska masih betah menatap sang tamu dengan tatapan datar. "Lho, ada tamu toh? Eh, tetangga baru, ya?" Anta, lelaki itu segera berdiri dari duduknya.

   "Iya, Te. Saya Anta, tetangga barunya tante." Mama Dieska mengangguk. "Tante tinggal sebentar, ya? Jangan pulang dulu!" Anta tersenyum senang, tetangga barunya ini sangat ramah, berbeda dengan anak tetangganya ini.

Dieska menatap interaksi mamanya dan Anta. Ia memejamkan matanya sebentar lalu segera pergi menuju kamarnya. "Saya balik dulu, Te. Makasih makanannya. Mama pasti seneng. Saya sebenarnya minta maaf, dahinya Dieska lecet kena bola basket saya, sekali lagi maaf."

Mama Dieska tertawa kecil, "Dieska anaknya tangguh, nggak usah khawatir gitu. Eh, Dieskanya ternyata udah balik kamar, padahal mau Tante suruh ngajak kamu keliling komplek. Makasih udah dateng. Kapan-kapan kesini lagi." Anta mengangguk semangat, dengan senyum ia kembali mengangguk singkat dan keluar dari rumah Dieska.

*****

   "Dieska itu cantik, tapi kok cuek, irit ngomong? Anaknya dingin dan tertutup bahkan sama Mamanya aja gitu. Ada apa, ya? Eh, tapi kok gue jadi kepikiran terus sama Dieska?"

   "Jodoh kali, Bang!" Anta hampir terjatuh dari kursi belajarnya saat mendengar suara bundanya. "Bunda mah ngagetin abang aja, untung gak jantungan."

Sang Bunda hanya tersenyum, lalu duduk di ranjang anaknya sambil menatap anak sulungnya ini. "Besok kamu sekolah, ya? Di SMA Tunas Bangsa. Sekarang kamu sama adik kamu turun, kita makan bareng."

Anta mengangguk, ia mencium sekilas pipi Bundanya lalu menuju kamar adiknya. "Adekku sayang! Ayo turun! Kita makan bareng-bareng," teriak Anta di depan pintuk masuk kamar adiknya lalu turun dari lantai 2 dengan senyum cerahnya.

Lala, adik Anta yang memang akan turun menatap abangnya itu sedikit ngeri. "Bun, Abang abis ketemu siapa sih? Kok perasaan makin unik aja kelakuannya?" Tanya Lala.

Sang Bunda tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Bunda juga bingung, tapi kayanya gara-gara Dieska deh."

   "Siapa tuh?" Celetuk si Bungsu langsung. "Calon mantu kali." Bunda terkikik, Lala ikut tersenyum. "Hei! Pada ghibahin Abang, ya?" Teriak Anta di meja makan.

   "Sok tau!" Anta langsung memegangi telinganya mendengar suara Bunda dan adeknya yang terdengar merdu.

Keesokannya...

Dengan mood yang cukup bersahabat Dieska melangkah menghampiri ninja merahnya. Namun, melihat siapa yang ternyata sudah berdiri sambil melambaikan tangannya di balik motornya membuat mood Dieska hancur seketika.

   "Ngapain disini?" Tanya Dieska dengan wajah sangarnya. Anta tersenyum lebar. "Mau bareng lah! 'Kan gue anak baru di sekolah lo, SMA Tunas Bangsa," jawabnya. Dieska tak menjawab, dia langsung naik ke motor kesayangannya itu.

   "He, anjir! Lo 'kan pake rok!" Pekik Anta langsung menutupi matanya. "Gue pake short, gak usah lebay. Cepet! Mau bareng gak?"

Anta mengangguk semangat lalu sedikit mendorong pundak Dieska, membuatnya terduduk di jok belakang. Ia tak memperdulikan tatapan protes Dieska. "Gue yang ngendarain. Gak ada penolakan biar cepet sampe."

Terpaksa Dieska mundur kembali, membiarkan Anta mengendarai motornya. Mereka pun berangkat ke sekolah.

Sepertinya niat Dieska untuk berangkat bersama Anta ke sekolah adalah hal yang salah. Pagi ini, sesampainya di sekolah. Semua pasang mata menatap mereka. Dieska merasa biasa saja kecuali salah gunjingan yang membuatnya memberhentikan untuk melangkah.

Dieska sudah menatap tajam siswi itu. Siswi yang ditatap tersebut menunduk, merutuki bibirnya yang terlalu keras saat berucap. Melihat hal itu Anta segera menyeret Dieska menjauhi perempuan itu.

Setelah agak jauh, Dieska menyentak tangannya lalu berjalan meninggalkan Anta yang kebingungan mencari ruang kepala sekolah dan kelasnya.

❄ C H A N G E ❄

• Short Story •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang