⚽️ Chilhood 🧸

387 12 0
                                    

⚽️ ▪︎ 🧸

   "Permisi! Assalamualaikum!" Teriak Nina dari luar rumah keluarga Basuki. Beberapa menit menunggu, keluarlah anak tengah keluarga Basuki ini yang sepantaran dengan Nina.

   "Oh, lo Nin. Lama, ya? Baru bangun tidur." Nina hanya mengangguk mengiyakan. "Ham, mangkoknya mau dibawa," ujar Nina sebelum Ilham masuk ke rumahnya.

Ilham mengangguk, "Masuk dulu aja, tunggu di dalam." Nina berdehem lalu ikut masuk ke dalam rumah keluarga Basuki, dan duduk di salah satu kursi tamu.

Sedang asyik mengamati bagian rumah Ilham, Nina dikejutkan dengan suara hujan yang turun dengan deras. Tak lama Ilham datang sambil membawa mangkok milik Nina. "Mau langsung pulang?" Tanya Ilham sambil memperhatikan hujan yang turun semakin lebat.

Nina mengangguk tak yakin, "Lo ada payung? Gue pinjem dong," pintanya. Ilham mengangguk dan berniat mengambilkan sebuah payung. Namun suara telepon membuatnya memutuskan untuk mengangkatnya terlebih dahulu.

   "Assalamualaikum, Bu."

   "..."

   "Iya, Nina disini." Ia melirik Nina sekilas.

   "..."

   "Ehm, iya deh." Ia mengangguk kembali melirik Nina

   "..."

   "Iya, Bu. Ilham tutup, ya? Assalamualaikum."

Nina menatap Ilham penuh penasaran. "Lo suruh disini dulu sampe ortu lo balik," jelasnya. "Emang kenapa?"

Ilham kembali melirik sekilas lalu berjalan ke arah ruang keluarga, "Ortu gue sama ortu lo ada urusan," katanya sedikit kencang.

Nina hanya berdecak lalu meletakkan mangkoknya di meja tamu lalu duduk menyusul Ilham ke ruang keluarganya.

Beberapa menit berlalu, baik Nina dan Ilham sedang diam menikmati tayangan televisi yang menampilkan kartun ulat berwarna merah dan kuning.

Namun sebenarnya Nina bukan menikmati tayangan itu melainkan air hujan yang turun diantara taman kecil yang terlihat dari ruang keluarga.

   "Mau main hujan-hujanan?" Tanya Ilham mengagetkanmu, Nina mengangguk tanpa sadar. Ia masih ingat kesukaan Nina ini, "Gih sana main."

Nina langsung menuju taman kecil itu berlari kecil lalu diam merasakan air hujan yang turun mengenai tubuhnya.

Sementara itu Ilham hanya menatap Nina dari pintu kaca pemisah taman dengan dapurnya. Ia tersenyum lalu menggelengkan kepalanya, masuk menuju kamarnya.

   "Ilham!" Teriak Nina mulai mendekati pintu kaca, ia memejamkan mata sambil mengeratkan kepalan tangannya menahan hawa dingin.

Dengan terburu-buru Ilham membawakan handuk dan menyuruh Nina memasuki kamar mandi di dekat dapur.

   "Lo mandi dulu, habis ini pakaiannya gue anter." Nina hanya mengangguk lalu segera masuk ke kamar mandi.

Nina sudah keluar dengan mengenakan baju kebesaran milik Ilham. "Maaf kalo ngerepotin." Cicit Nina mulai merasa bersalah.

Ilham menggeleng lalu mengajak Nina duduk di ruang keluarga kembali. Kali ini mereka memutuskan untuk menonton film komedi. Sejak tadi Nina terus-terusan memeluk tubuhnya karena merasa kedinginan.

Melihat hal itu Ilham memutuskan mengambilkan selimutnya dan menyelimuti Nina. Nina tersentak namun tersenyum sambil berterima kasih. Mereka pun kembali melanjutkan menonton film.

Tiba di akhir film, Nina merasakan pusing dan tubuhnya semakin dingin. "Ham," panggilnya dengan suara serak. Ilham menoleh dan terkaget melihat keadaan Nina.

Ia buru-buru menyingkirkan selimut dan mendekat ke arah Nina. "Lo demam?" Tanya Ilham retorik setelah memegang dahi Nina yang terasa panas.

   "Ada sanmol?" Tanya Nina, Ilham diam lebih tepatnya berpikir keras. "Maksudku obat demam." Koreksi Nina, ia merutuki dalam hati saat mengingat Ilham tidak terlalu paham dengan macam-macam obat seperti dirinya.

Ilham segera mengambil obat itu sementara Nina mulai melonggarkan bajunya membiarkan dirinya merasa kedinginan walaupun sebenarnya badannya terasa panas.

Ternyata Ilham membawakan beberapa lembar roti berselai, air putih sekaligus obat. Nina tersenyum kecil berusaha menegakkan tubuh walau masih bersandar pada sofa ruangan.

   "Thanks a lot," ucap Nina saat obat telah ia telan. Ilham mengangguk, duduk kembali dan memperhatikan Nina dengan tenang. "Tadi Ibu lo bilang lo suruh nginep, keperluannya nggak bisa dirampungin hari ini."

Nina diam sambil menganggukkan kepalanya dengan mata yang terpejam karena efek obat yang mulai bereaksi. Nina merasa ada hawa panas yang mendekat kearahnya, ia pun membuka matanya.

Di depannya ada wajah Ilham yang berjarak beberapa senti dengan wajahnya. "Lo ngapain?" Tanya Nina terbata. "Meluk lo," jawabnya singkat. Tubuh Nina menegang tak lama setelah merasakan pelukan hangat dari Ilham.

   "Nggak usah! Nanti lo ketularan." Ilham diam malah membenamkan wajahnya pada pundak Nina. "Gue kangen kaya gini."

Nina hanya diam, ia pun kembali menutup matanya. "Terakhir, waktu kita masih kecil, sekitar 12 tahun yang lalu, iya gak sih?" Tanya Ilham pada tubuh yang dipeluknya ini. "Nina?" Panggil Ilham, Nina hanya berdehem.

  "Be my girlfriend, please?" Dengan sisa kesadarannya Nina mengangguk. Ilham tersenyum lalu mengeratkan pelukannya, menyalurkan panas tubuhnya pada Nina yang merasa kedinginan.

   "Lucu," gumamnya sebelum akhirnya ikut tertidur, bergabung dengan Nina menuju alam mimpi.

⚽️ ▪︎ 🧸

• Short Story •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang