2. 🗒

5.3K 58 0
                                    

   "Rumah kamu habis kantor pemasaran masih lurus atau belok?" Tanyanya yang membuatku mendadak menatap kaca spion motornya. "Siap, lurus sampai mentok, Mohon Ijin," jawabku.

Dia mengangguk, "Oh, deket BP berarti." "Siap, Iya, Kak," balasku. "Glycyrrhizae Glabra... itu apa ya?" Gumamnya yang masih terdengar olehku, "Siap, mohon ijin menjawab, itu akar manis dari simplisia radix," kataku spontan.

   "Oh, iya. Makasih udah bantu saya hafalan. Kamu tau sendiri 'kan keadaan anak kelas akhir, ya gini ini. Sambil nyelam, minum air. Sambil ngendarai sepeda motor, hafalan nosi." Ia juga tertawa diakhir kalimat. "Siap, tapi nanti kakak nggak fokus. Nanti kalau kakak ada apa-apa gimana? Bukannya ujiannya Kakak kurang 4 bulan lagi?" Tanyaku menatap kembali spion.

Tanpa aku sadari ia juga menatapku lewat spion, "Hehehe, kamu diem-diem perhatian, ya? Saya mah jatuh sampe guling-guling juga masih bisa mikir. Tenang aja. Nah, darisini ini belok mana?" Tersentak aku segera menjawab, "Eh? Siap, turun disini gapura rumah saja ndak papa, Mohon Ijin."

Dia menggeleng, "Nggak, saya mau anter sama depan rumah. Ini masuk gapura terus cari gang permata 6 kan?" Aku mengangguk tanpa sadar, "Siap. Ijin, itu yang rumah cat kuning pagar hijau susu," kataku sambil menunjuk rumahku.

   "Ok. Makasih, ya, Dek, jadi temen ngobrol saya waktu pulang. Kapan-kapan saya bakal anter kamu pulang lagi," katanya saat sudah memberhentikanku didepan rumah. "Hm, Siap, Kak, Trimakasih kembali, Kakak juga nggak usah repot-repot anter saya pulang." Aku merasa sungkan.

  "Iya, saya bakal anter pulang lagi kok, tenang aja. Assalamualaikum, Nina," Salamnya lalu ia sudah pergi dengan motornya. "Eh? Siap, Waalaikumsalam, Kak Zaen," jawabku sambil menatap motor Kak Zaen yang sudah hilang di tikungan.

• Short Story •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang