Fateha POV
Aku melangkahkan kakiku tergesa-gesa memasuki lift apartemenku. Namun saat akan keluar dari lift lantai apartemenku, aku bertabrakan dengan seseorang.
Barang-barang untuk kuliahku berhamburan, aku dan orang yang menabrakku segera berjongkok dan memunguti kertas disekitarku. Tetapi belum selesai aku memungutinya, air mataku kembali turun menetes di sebuah kertas.
Orang itu mendongak kearahku, namun aku segera bergegas merapikan, dan mengambil kertas milikku di genggaman tangannya. "Trimakasih," ucapku lirih dan langsung pergi meninggalkan orang itu.
Zaenal POV
Aku saat ini tengah berjalan santai menuju lift untuk menikmati cutiku bersama teman sepletonku. Dari arah lift yang keluar ada seorang mahasiswi yang buru-buru kembali ke unit apartemennya mungkin?
Aku yang sudah berusaha menghindar tetap menabraknya lebih tepatnya pundak mahasiswi itu yang membawa tumpukan kertas dan barang-barang kuliahnya.
Aku yang merasa bertanggung jawab membantu memberesi barang itu. Tetapi saat akan mengambil salah satu kertas, sebuah air mata membasahi kertas yang akan aku pungut.
Aku mendongak, terpaku melihatnya. Tanpa sepatah kata ia segera mengambil kertasnya, dan mengucapkan terima kasih padaku. Aku berdehem lalu melanjutkan langkahku menuju lift. Ternyata, ia berhenti didepan unit apartemenku yang artinya ia adalah tetangga apartemenku.
《🏢》
Saat ini Fateha sedang duduk melamun di meja belajarnya dengan ditemani tumpukan kertas juga laptop yang masih menyala. Perasaannya tak tentu setelah mengingat pacarnya, ralat mantan pacarnya yang sedang bermesraan dengan selingkuhannya.
Fateha tak habis pikir hampir empat setengah tahun mereka bersama dengan teganya ia berselingkuh. Fateha mengusap wajahnya dengan kasar, tak ada gunanya menangisi dan memikirkan lelaki itu lagi, saat ini yang terpenting adalah kertas skripsinya yang harus segera dituntaskan, pikirnya.
Fateha mengangguk lalu berusaha menyemangati dirinya sendiri agar usahanya tak sia-sia. Ah, kalau begitu mari kita berkenalan sedikit dengan Fateha, mahasiswi tingkat akhir Universitas Indonesia jurusan Farmasi.
Diusianya yang saat ini baru menginjak delapan belas tahun ia sudah hampir menyelesaikan pendidikan S1 Farmasi dan Apotekernya. Di kota ini, Fateha hidup seorang diri karena orang tuanya berada di Surabaya.
Tinggal di apartemen yang sudah disediakan oleh orang tuanya membuatnya merasa harus membalas jasa kedua orang tuanya. Maka dari itu ia berharap segera lulus dan bisa melanjutkan studi S2 dan S3 lewat jalur fast track sehingga ia hanya membutuhkan waktu 4 tahun untuk meluluskan diri dan meraih gelar doktor.
Kembali lagi, saat ini Fateha sedang serius berkutat dengan laptopnya walaupun hatinya saat ini terasa hancur ia berusaha sekuat tenaga menyusun kata demi kata untuk revisi skripsinya.
Hampir 2 jam lamanya ia sudah menyelesaikan revisinya yang siap ia cetak lalu serahkan ke dosen pembimbingnya. Ia meregangkan ototnya kembali lalu bersiap untuk membersihkan diri.
Setelah membersihkan tubuh, dan mengisi tenaga. Kakinya terbawa melangkah menuju roof top untuk merenung. Awalnya hanya ada helaan nafas, namun lama-kelamaan suara isak tangis membuat siapapun orang yang mendengarnya merasa iba.
Tak terkecuali seorang pemuda yang penasaran mendengar suara tangis itu dan memutuskan untuk menghampirinya berdiri di dekat perempuan itu.
Merasa lebih baik Fateha memutuskan untuk kembali ke apartemennya dan segera beristirahat karena esok hari ia akan bertemu kembali dosen pembimbingnya untuk membahas hasil revisi skripsinya.
Belum sempat ia melangkah setelah berbalik badan, tubuhnya terasa lemah hingga ia terjatuh ke lantai. Beruntung saja ada sepasang tangan kokoh yang menangkapnya.
"Eh?" Sahut Fateha linglung, ia sedikit mendongak lalu kembali menundukkan kepalanya, "Trimakasih."
Orang yang menangkap itu mengangguk, "Anda tinggal di apartemen nomor 23?" Tanya orang tersebut, Fateha mengangguk. Orang itu mengantarkan Fateha menuju apartemennya, bahkan sampai masuk ke kamarnya.
"Kebetulan kita bertetangga, kalau ada apa-apa tolong beri tahu saya. Saya merasa kasihan pada anda. Kalau begitu, saya permisi," pamitnya. Fateha segera menarik tangan orang itu, "Ehm, boleh aku minta kamu tetep disini? Kalau kamu keberatan nggak papa, aku nggak maksa. Aku, lagi butuh teman buat cerita."
Suara itu terdengar lelah, membuat orang itu mengangguk menyetujui dan mendudukkan dirinya di kursi belajar dekat kasur Fateha.
"Kenalin, Mas. Aku Fateha Rizka Andina, 18 tahun, mahasiswi semester akhir di UI jurusan Farmasi dan Apoteker." Fateha menjabat tangan orang itu yang terasa hangat ditangannya.
"Saya Ahmad Zaenal, 23 tahun, salah satu abdi negara." Jabatan tangan itu terlepas tergantikan senyum manis Zaenal yang membuat Fateha ikut tersenyum.
"Kamu hebat, di usiamu 18 tahun sudah akan mendapat gelar S1. Kalau boleh tau, setiap kita ketemu saya ngerasa kamu selalu menangis, ada apa?" Fateha menatap Zaenal beberapa saat lalu menunduk memainkan tangannya dengan selimut.
"Bukan masalah besar sih, cuma hati aku aja yang sensitif. Huh, sebenarnya aku barusan putus sama mantanku gara-gara dia selingkuh. Yang paling nyesekin karena hubungan itu udah sampe empat setengah tahun lalu kandas. Aku udah berusaha supaya nggak mikirin dia lagi tapi, ya, gini ini, masih kepikiran."
Zaenal mengangguk, masalah hati memang berat, ia mengakuinya. "Saya sebenarnya nggak ahli dalam masalah hati. Saya cuma bisa kasih saran, tapi saya nggak yakin ini ngebantu." Fateha menatap Zaenal lamat lalu mengangguk.
"Kata orang, cara nyembuhin patah hati itu, kita perlu cari hati yang baru. Mungkin kamu bisa coba," sambungnya. Fateha kembali terdiam lalu menunduk.
"Makasih sarannya, tapi aku nggak yakin," ujar Fateha pelan. "Kamu bisa coba ke saya, maksud saya, saya bisa bantu kamu."
Zaenal POV
Aku mengatupkan mulutku, merutuki bibirku yang langsung berkata tanpa mikirkannya matang-matang. "Ehm, begini, saya orang yang nggak tega ngelihat seorang wanita nangis, apalagi itu didepan saya. Jadi saya mau bantu kamu, itu pun kalau kamu nggak keberatan," jelasku.
Fateha malah tertawa, tawa kecil yang membuatku menatapnya lamat karena terpesona. "Aku nggak keberatan sih, Mas. Kamu yakin? Umur kita terpaut jauh. Aku takut kamu ninggalin aku gara-gara nggak nyaman sama sifatku yang mungkin labil?"
Aku mendekat ke arahnya, merapikan anak rambut yang menghalangiku menikmati wajah cantiknya. "Umur itu cuma angka, dan pria itu sejatinya selalu memegang teguh perkataannya. Saya sungguh-sungguh mau membantu kamu. Kebetulan saya juga lagi nyari hati yang baru. Jadi gimana? Kamu mau?" Ia mengagguk lucu, pipinya tiba-tiba terlihat kemerahan.
Tanganku naik ke pipinya, mencubit pelan pipi yang berwarna kemerahan itu lalu mengacak rambutnya. Ia berdecak namun kembali tersenyum, aku pun ikut tersenyum.
Berawal dari tabrakan tak sengaja, pertemuan di roof top dan sedikit curhatan kecil aku menemukan hati yang baru di unit apartemen ini, unit apartemen nomor 23.
![](https://img.wattpad.com/cover/203745087-288-k353890.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
• Short Story •
Short Storytambahin ke perpustakaan kalian dulu kalo kalian mau baca ceritanya🥰