Tap! Tap! Tap!
Derap langkah kaki bergema di sebuah gedung sunyi tanpa penghuni. Pemilik kaki tersebut berjalan menyusuri setiap ruangan dibantu dengan cahaya lampu temaram. Kedua bola matanya menyipit mencari seseorang.
"Raihan!" Dia berteriak lantang.
"Raihan, kamu di mana?" ulangnya.
Hening, tidak ada jawaban. Rasa penasaran membuat dirinya bergegas melangkah lebih jauh menaiki anak tangga yang tampak usang.
Di lantai paling atas, kakinya menepi. Dengan nafas terengah-engah ia berjalan kembali. Satu persatu setiap ruangan ia hampiri, meskipun keberadaannya tidak diketahui.
Pikiran negatif mulai berkeliaran di kepalanya, menyalurkan rasa takut juga khawatir. Firasatnya mengatakan ada pertanda buruk tengah mengintai, tapi perasaan melenyapkan semua ego dan akal pikiran.
Dirinya kian hanyut kedalam sebuah pencarian yang tak berujung. Mengantarkan raga untuk tetap berjalan menyusuri setiap ruangan. Semakin dalam kian mencekam, gelap menyambut, hening menyapa. Nyali setebal kertas, ia pertahankan demi Raihan seorang. Karena cinta ia rela pertaruhkan nyawa, sarat cinta membawanya berkelana pada mara bahaya.
"Ada orang di sana?" Ia bertanya, tanpa sengaja siluet seseorang tertangkap oleh indera penglihatan. Langkahnya bergerak cepat mengikuti kemana bayangan itu pergi.
Semua bagaikan ilusi, bayangan itu seakan-akan halusinasi. Ia bergerak cepat bak debu yang diterbangkan oleh angin, lantas kemanakah ia harus mencari? Tak ada satu pun petunjuk yang membawanya pada titik cahaya.
Brak!
Sebuah suara berdentum keras, memekan pendengaran membuat jantungnya berpacu dua kali lipat. Dia terlonjak. Tangannya mengarahkan sinar cahaya yang keluar dari senter yang ia bawa. Cahaya itu berputar mengintai, mencari tahu berasal dari manakah suara tersebut? Rupanya tidak ada apa pun di sana, tidak ada yang berubah, semua tetap sama seperti biasanya. Tanpa peduli, ia melanjutkan langkahnya menyusuri kembali seorang diri.
Saat mata terfokus pada arah tujuan, bahkan telinga pun mengabaikan suara-suara mencurigakan, instingnya tidak merespon akan keganjalan. Tanpa disadari, siluet bayangan tadi berjalan mengendap bagai pencuri. Langkahnya tertuju pada gadis itu, ia laksana mangsa yang siap untuk diterkam oleh sosok singa. Hingga akhirnya....
Grep!
Gadis itu tertangkap oleh sosok berjubah hitam. Ia berontak bahkan berteriak, naasnya seluruh pergerakan terkunci. Tanpa belas kasih, ia menyeretnya bagai seonggok sampah yang siap dibuang pada tempatnya. Ia meringis kesakitan. Tanpa berperi kemanusiaan, sosok itu membawanya pergi menuju lantai paling atas dimana roftoop berada.
Kedatangannya disambut oleh dua pasang berjubah hitam. Mereka tertawa lantang seakan-akan ada hal lucu yang menggelitik dirinya. Gadis itu dikawal bagai ratu, diantarkan pada neraka kematian. Kini, dirinya sudah tak bisa berbuat apa-apa saat keadaan mendesak untuk pasrah bahkan takdir pun berkata, "terimalah, ini sudah ketetapannya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gedung Kematian (END)
HorrorKembalinya hanya untuk meminta keadilan. Menuntut dan membalaskan semua rasa sakit, sebab setiap perbuatan harus dibalas dengan setimpal. Seperti rasa sakit harus dibayar dengan rasa sakit, penderitaan dengan penderitaan, kehancuran dengan kehancura...