Seorang gadis berjalan dengan rambut terurai di tengah keramaian. Semua orang tidak menyadari akan kehadirannya. Mereka sibuk bergurau, bercerita, dan menikmati sensasi riuhnya masa SMA.Ada seutas senyum tersirat di bibirnya. Hatinya berkata,"masih sama, tak ada yang berbeda." Bola matanya tidak diam, mengamati, menganalisis, dan memahami setiap perkembangan manusia.
Manusia selalu saja berkuasa. Menindas yang lemah, memperbudak yang miskin. Mentang-mentang mereka punya segalanya, hingga bisa seenaknya memperlakukan orang-orang kelas bawah layaknya binatang. Andai saja bumi menghukumnya atau sang guntur menjemput mereka lalu membawa pergi pada Tuhannya, agar mereka tahu bahwa hidup bukanlah untuk menyiksa apalagi saling melukai.
Isi hatinya berargumen dan pikirannya ikut menyimak. Perlu diketahui bahwa hidup tak melulu tentang kekuasaan, kecantikan, kekayaan, atau kekuatan, tapi pikirkan hati seseorang, hargai, hormati, sayangi, jangan sampai nafsu menjerumuskan pada kenistaan lalu berakhir penyesalan. Namun, apalah daya manusia menginginkan akan penyesalan itu bukan? Maka terimalah jika bumi menghukum atau sesamanya membalas dendam. Siapa yang salah? Manusia! Mereka terlalu naif untuk berkata, "maaf," karena gengsi dengan jabatan yang tinggi.
Kring!
Bel masuk berbunyi nyaring. Menghamburkan seluruh siswa-siswi SMAN 1 Bandung Utara. Sekilas gadis itu melirik saat sosok yang begitu familiar berjalan dengan angkuh menuju kelas yang terletak di sebelah Utara. Dia tersenyum, hatinya berteriak, "akhirnya aku menemukanmu juga." Setelah pikirannya berkelana dan beradu argumentasi dengan hati, ia memutuskan untuk segera pergi menuju ruang kepala sekolah. Cukup Sampai disini mengamati karakter manusia. Setelah ini, ia dapat kembali bergerak tanpa diketahui.
Baru saja berdiri di depan bangunan berlantai dua, ia disambut oleh kedatangan guru berkepala empat dengan penampilan layaknya anak muda, panggil saja dia Bu Linda. Bu Linda tersenyum ke arahnya. Ia berjalan lalu menyapa gadis itu. "Ini Agni Pratistha pindahan dari Belanda itu, kan?" tanyanya penuh antusias.
Gadis itu tersenyum lalu mengangguk mengiyakan.
Bu Linda merangkul pundak dia, mengajak berjalan beriringan bersamanya. "Kalau begitu mari kita ke kelas barumu, kebetulan Ibu wali kelas kamu."
Agni bergerak mengikuti langkah jenjang Bu Linda. "Saya benar-benar akan masuk di kelas XII Bahasa 1, Bu?" tanyanya memastikan.
Bu Linda mengangguk. "Kamu tahu? Alasannya kenapa?"
Agni menggeleng pelan, dia sungguh tidak tahu alasan apa yang membuat dirinya harus terlempar di kelas XII Bahasa 1, padahal seharusnya ia berada di kelas XI IPS 3.
Bu Linda tersenyum setelah mendapatkan respon dari Agni. "Setelah pihak sekolah melihat daftar nilaimu yang sungguh luar biasa, kami memutuskan bahwa kamu layak untuk naik kelas secepatnya," jelas Bu Linda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gedung Kematian (END)
TerrorKembalinya hanya untuk meminta keadilan. Menuntut dan membalaskan semua rasa sakit, sebab setiap perbuatan harus dibalas dengan setimpal. Seperti rasa sakit harus dibayar dengan rasa sakit, penderitaan dengan penderitaan, kehancuran dengan kehancura...