Tepat pada pukul delapan malam mereka berkumpul di sebuah cafe ditemani hangatnya coklat panas serta kentang goreng pelengkap makanan mereka malam ini.
Wajah mereka tampak serius, begitu pun dengan Cilla, wajahnya menukik tajam memikirkan rencana yang telah disusunnya sendiri.
Sebelum membahas hal yang serius, terlebih dahulu mereka menikmati lezatnya coklat panas guna menetralkan beban pikiran yang membuat mereka terbakar.
Cilla berdehem tatapannya mengarah kepada mereka memberikan instruksi agar menyimak dengan seksama.
"Kalian penasaran gak sih dengan Agni?" Satu pertanyaan Cilla lemparkan. Mereka tetap diam mendengarkan.
"Kejadian-kejadian yang membuat kita merasa ganjal, tentunya kejadian tidak terduga mengenai hadirnya Agni secara tiba-tiba sewaktu di hutan terlarang dan di rumah gue dengan alasan tidak masuk akal." Cilla menjeda ucapannya. Dia menghirup nafas sebanyak-banyaknya guna melanjutkan ceritanya.
"Bahkan yang bikin gue yakin bahwa Agni ada maksud tertentu. Terbukti dari sikapnya yang tiba-tiba supranatural," tutur Cilla.
Semua masih terlihat diam mengingat kisah-kisah yang mereka lalui setelah kehadiran Agni.
Caesar menyesap kembali coklat panasnya lalu meletakkan di atas meja bundar. "Gue kepikiran kalau Agni ada punya niat jahat kepada kita atau jangan-jangan dia bersengkokol dengan iblis," timpal Caesar kepada yang lainnya.
"Lebih baik kita mencari tahu siapa Agni sebenarnya," usul Jesica. Dia ikut berbicara guna memecahkan keganjalan yang menerpa mereka.
"Tidak perlu," sergah Tania. Wajahnya terlihat tenang seperti tidak ada beban yang dipikirkan seakan semuanya sudah ada jalan keluar.
"Kenapa?" balas mereka kompak dengan tatapan mengarah pada Tania. Bahkan Raihan pun yang mulanya tengah sibuk memasukkan kentang goreng ke dalam mulutnya, terpaksa harus memberhentikan aktivitasnya merasa tertarik akan apa yang Tania ucapkan.
"Gue sudah tahu siapa Agni sebenarnya," jelas Tania kali ini tatapannya jauh lebih serius dari biasanya.
Mereka mengerutkan alisnya meminta lebih jelas maksud dari ucapan sahabatnya itu.
Tania hanya tersenyum seakan mengerti dari sikap mereka. "Agni menang bukanlah manusia. Dia sebenarnya adalah hantu yang berubah wujud menjadi manusia."
Bola mata mereka membulat sempurna saking terkejutnya dengan apa yang mereka dengar. Sosok Agni yang selama ini persis manusia Tania kata dia hantu yang benar saja, batin mereka dalam hati.
"Tidak mungkin," ucap Cilla tergagap.
"Masa iya dia hantu." Raihan menggeleng tidak percaya, dengan senyum tipis menghiasi bibir tipisbmiliknya menandakan bahwa apa yang Tania ucapakan adalah lelucon belaka. "Sekarang Lo anggap dia hantu, kemarin Lo tuduh dia bersengkongkol dengan iblis, besok mau nuduh apa lagi?" sambung Raihan. Ia tampak kesal dengan mata berkilat marah serta ucapannya berintonasi tinggi.
"Gue gak bohong, gue lihat dengan mata kepala sendiri," aku Tania bola matanya menajam memberikan kebenaran.
"Gue gak percaya!" sahut Raihan. Dia memalingkan wajahnya.
Akan tetapi, Cilla, Jesica dan Caesar dibuat diam, merasa syok dengan apa yang didengar meskipun tampak ragu sebab tidak ada bukti akurat.
"Gue gak akan nuntut Lo buat percaya!" balas Tania sengit. Bola matanya memancarkan aura permusuhan ke arah Raihan. "Asal Lo tahu, waktu gue pulang sekolah...." Tania mulai menceritakan kejadian sebenarnya agar mereka percaya termasuk Raihan tidak menganggap dirinya mengada-ada.
°°°
Lonceng pertanda kegiatan belajar mengajar telah usai membuat seluruh siswa berhamburan bergegas pulang. Namun, tidak dengan gadis berambut pendek yang kerap dipanggil Tania, ia berjalan berbelok ke samping kiri menuju kamar mandi guna memenuhi panggilan alam yang memanggil sejak tadi.
Dia berjalan dengan langkah lebar, merasa nyaris keluar dari tempat asalnya. Sial hanya tersisa lima langkah lagi membuat gadis itu berlari agar lekas sampai pada toilet wanita yang sudah tertangkap oleh mata.
Tania keluar dari kamar mandi dengan perasaan lega. Wajah berseri pertanda kemenangan akhirnya ia dapat mengeluarkan semua beban yang ada dalam perutnya.
Dia melangkah santai. Namun, tidak dengan tatapannya, gadis itu menangkap seseorang tengah berdiri di depan kaca wastafel. Yang membuat Tania tidak percaya adalah wajah gadis itu terlihat mengerikan, dipenuhi darah, kepalanya membelah sehingga memperlihatkan organ bagian dalam kepala, serta salah satu bola matanya keluar dan menggantung menghalangi wajahnya.
"Agni!" pekik Tania pelan merasa tidak percaya kala melihat sosok Agni yang sebenarnya tanpa diketahui oleh sang empunya.
Gadis itu hanya mampu menatap nanar dengan tangan mengepal hingga memancarkan kebencian berupa dendam.
Tania yang mengetahui bahwa Agni bukanlah manusia, dia bergegas berlari dengan pikiran melayang, tubuh gemetar, detak jantung bertalu kencang, dan keringat dingin mulai berjatuhan.
°°°
"Lo-lo, serius?" tanya Cilla tergagap seraya meyakinkan bahwa apa yang diceritakan oleh Tania bukanlah sekadar bualan.
Tania mengangguk yakin.
Jesica merasa penasaran dia lekas menatap lekat bola mata Tania mencari kebohongan di sana. Namun, tatapan mata sahabatnya hanya menyiratkan kebenaran membuat gadis itu terdiam lesu penuh ketakutan.
Raihan masih berpikir keras merasa tidak percaya begitu pun dengan Caesar laki-laki itu tercenung dengan tatapan kosong.
"Kita harus bagaimana?" ucap Tania putus asa. Dia takut bukan berarti penakut melainkan semua tindakan Agni bersangkut paut dengan nyawa mereka.
Hening menyelimuti mereka. Hanya suara pengunjung kafe terdengar begitu nyaring. Tiba-tiba Cilla mendapatkan ide berilian membuat mereka mampu bernafas lega.
"Di tengah kota ada ustadz yang mampu mengusir jin dan sebagainya, sebab dia ahli dalam meruqiyah," ungkap Cilla. "Bagaimana kalau kita ke sana meminta bantuan dan menceritakan terlebih dahulu kejadian yang menimpa kita," usul Cilla kedua alisnya saling bertautan meminta persetujuan.
Mereka tampak menimbang-nimbang.
"Gue setuju, sebab gue tahu tentang ustadz itu," sahut Caesar bola matanya menyiratkan keyakinan.
"Kalau gitu kita setuju," imbuh Jesica dengan senyum mengembang mewakili Tania.
Meskipun Raihan masih tampak ragu, ia akan mengikuti perihal rencana ini. Sebab, ia pun merasa janggal akan tingkah-laku Agni, tapi ia berusaha untuk tetap percaya kepadanya dan melarang keras akan pikiran buruk mengenai dirinya atau kata hati yang berbicara bahwa semua ini adalah tipu daya.
"Kalau begitu sepulang sekolah kita akan pergi kesana, bagaimana?" tanya Cilla.
"Tidak masalah," sahut lainnya. Sedangkan Raihan, ia masih tampak diam.
Ada sedikit ketenangan pada jiwa mereka saat titik terang mulai menyapa. Semoga rencana kali ini mengalir bak air tanpa ada kendala agar benang kusut itu mampu terurai secara perlahan.
Namun, tanpa mereka sadari sepasang mata tajam penuh kebencian tengah mengintai disertai senyum iblis mengembang di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gedung Kematian (END)
HorrorKembalinya hanya untuk meminta keadilan. Menuntut dan membalaskan semua rasa sakit, sebab setiap perbuatan harus dibalas dengan setimpal. Seperti rasa sakit harus dibayar dengan rasa sakit, penderitaan dengan penderitaan, kehancuran dengan kehancura...