34. Jebakan

149 8 0
                                    

Setelah satu minggu kejadian memalukan itu berlalu, hidup Agni tidak setenang dahulu. Dia dihantui rasa bersalah meskipun rasa tidak percaya tetap melekat pada jiwanya. Namun, mereka seakan-akan ingin menghancurkan mental gadis itu, tidak segan-segan menindas serta mempermalukannya di sekolah.

Siksaan yang ia dapatkan lebih buruk dari sebelumnya. Dia dikucilkan, foto dirinya tengah tertidur dengan Raihan diumbar di sosial media dan group WhatsApp sekolah. Membuat semua menatap jijik serta nyaris mengeluarkannya dari sekolah ini. Awalnya Agni sendiri yang akan mengundurkan diri, tapi rupanya mereka tidak membiarkan itu terjadi sebelum puas menghancurkan gadis itu secara perlahan.

Di dalam kesunyian. Tepatnya di sebuah ruangan dengan pencahayaan temaram, dia tengah terisak penuh ketakutan. Sepulang sekolah dia disekap oleh Caesar. Tanpa belas kasih laki-laki itu menyeretnya bak sampah serta melemparkan tubuh ramping Agni di gudang yang sudah terbengkalai. Agni meringis kesakitan saat tubuhnya menghantam pada meja yang sudah tidak terpakai.

Tanpa sedikit pun rasa iba, Caesar berlalu dan membiarkan Agni mendekap seorang diri.

Tubuh rampingnya meringkuk di lantai dingin. Dalam keheningan dia terisak meratapi penderitaan.

Nyaris satu jam dia berada di ruangan pengap tanpa cahaya. Bola matanya mengerjap dengan kepala mendongak menatap pada sebuah pintu yang terbuka. Alangkah senangnya saat pertolongan tiba, tapi ketika siapa yang datang menghampirinya, senyum manis itu pudar seketika.

Keempat manusia berjalan ke arah Agni, mereka terlihat mengendurkan tulang-tulangnya bersiap untuk menghabisi Agni saat ini juga.

Agni beringsut mundur dengan tubuh gemetar penuh kesakitan. Sisa-sisa tangis mencuat di kedua belah pipinya, tapi mereka tetap berjalan mendekat dengan seringaian terbersit di bibirnya.

Agni membelalakkan ke dua bola matanya saat Cilla menggenggam sebilah pisau tajam. Dia berjalan mendekat mengunci pergerakan Agni. Tidak hanya berdiam diri yang lainnya ikut bergerak mencekal pergelangan tangannya.

Agni berteriak seraya terisak. Dia menatap memohon agar tidak melukai tubuhnya. Namun, dugaannya melesat ternyata Cilla hanya menyobek baju seragam Agni.

"Jangan, Ci!" Agni memelas.

Namun, sang empu tetap menjalankan aksinya.

"Gara-gara Lo Raihan mau bunuh diri," marah Agni. Kedua tangannya mencengkram baju seragam Agni dan entah kapan pisau tajam itu terlepas dari genggamannya.

Tubuh Agni gemetar hebat, jantungnya berdetak tidak tentu di tambah sosok laki-laki yang dicintai dalam diam akan mengakhiri hidupnya.

"Gara-gara perlakuan Lo, Raihan jadi merasa malu!" Cilla membentak Agni. Matanya berkilat penuh amarah.

"Asal Lo tahu, akibat kelakuan Lo yang memalukan Raihan rela mati demi menjaga nama baik sekolah dan keluarganya!" sambar Tania.

Agni hanya menunduk menyembunyikan raut wajahnya yang bersimbah air mata.

"Sedangkan, Lo, hanya asik berdiam diri tanpa ada rasa bersalah atau menghentikan aksi Raihan," cecar Cilla.

Lagi-lagi bola mata Agni memanas, alhasil air mata itu mengalir kembali.

"Kalau begitu ijinkan aku untuk pergi menemui Raihan," ucap Agni pelan.

"TELAT!" sentak Caesar marah.

"Aku mohon," Agni memelas kepada mereka, membuat mereka saling melempar pandang.

Cilla melepaskan cengkramannya diikuti oleh ketiganya. "Kalau Lo bisa menghentikan Raihan dan membawanya dengan selamat, gue gak akan lagi ganggu hidup Lo!" ucap Cilla. Nada suaranya tetap meninggi.

"Raihan berada di sebuah gedung kosong dekat hutan yang letaknya di sebuah pemakaman umum Surya Kencana," imbuh Tania.

Agni mengangguk, hingga akhirnya dia berlari menjauh menuju gedung itu guna menyelamatkan Raihan meskipun kondisi tubuhnya tidak bisa dikatakan baik-baik saja.

Setelah kepergian Agni mereka tertawa senang saat rencananya berhasil. Senyum iblis mengembang di bibir masing-masing.

"Tidak lama lagi gadis itu akan mati," gumam Tania yang diikuti gelak tawa oleh ketiganya.

"Rencana Lo memang keren abis, Ta," puji Jesica. Tania membalasnya dengan senyuman penuh keangkuhan.

"Tinggal satu langkah lagi," ucap Cilla.

Ketiganya mengangguk kompak seraya membayangkan kejadian yang akan menimpa gadis malang.

"Ada pesan dari Pak Burhan," ucap Jesica pada ketiganya.

"Apa isi pesannya?" jawab Cilla.

"Dia menyuruh kita untuk segera ke sana."

"Kalau begitu, kita langsung pergi sebelum Agni datang lebih dahulu ke gedung itu," ucap Caesar yang mendapat anggukan dari ketiganya.

Mereka lantas beringsut meninggalkan gudang sekolah. Cepat-cepat mereka berlari berhamburan menuju mobil BMW hitam milik Caesar yang terletak di parkiran.

Penuh cekatan mereka menaiki mobil itu. Cesar sebagai pengemudi, dia melajukan mobilnya secepat mungkin.

Gedung Kematian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang