Agni melangkahkan tungkainya. Dia bergegas untuk pulang tepat pada pukul 13.30 WIB.
saat ini dia sedikit agak telat untuk sampai di rumah. Semenjak kejadian yang menimpa Raihan dan Cilla dia ditugaskan menjadi anggota PMR. Atas bantuannya selama dua hari lalu, dia dipercaya bahwa dirinya mampu untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Wajah kusam terlihat jelas. Dia menghela nafas lelah. Kedua matanya menajam mencari angkutan umum untuk membawa pergi dirinya.
Agni sungguh tidak bergairah. Dia teramat lelah, meskipun pelatihan dan pemberian arahan tadi hanya berangsur selama setengah jam, tetap saja bagi gadis berambut lurus ini rasanya teramat menguras tenaga.
Tidak membutuhkan waktu lama, sebuah mobil berwarna biru tua melaju ke arahnya. Dia melambaikan tangannya memberikan instruksi agar mobil tersebut berhenti.
Setelah mobil itu berhenti tepat di mana ia berdiri. Agni lekas beringsut memasuki mobil itu. Tidak banyak bicara kepada penumpang yang memandang ke arahnya, dia hanya melempar senyum ramah.
Perlahan, Agni menyandarkan punggungnya pada jendela kaca. Dia duduk menyamping seraya menatap keindahan di sepanjang jalan. Tidak sengaja kedua bola matanya menangkap sebuah mobil sedan berwarna hitam tengah mengikuti angkot yang ia tumpangi. Insting gadis itu cukup kuat. Dia merasa bahwa mobil tersebut tengah mengikuti dirinya.
Benar dugaannya, saat dia memberhentikan angkot tersebut tepat dipelataran gang menuju kediamannya, mobil sedan itu terlihat melaju begitu lamban. Tanpa mau memperdulikan siapa dan ada apa mereka mengikuti dirinya, Agni berjalan bodo amat karena yang ada pada pikirannya adalah beristirahat.
Langkah demi langkah, dia berjalan sedikit gontai. Terlihat keringat mengucur dari pelipisnya, dia menyeka seraya mengatur nafas lelah.
Agni berhenti dan merasa-rasa. Ternyata dugaannya benar, mereka masih saja mengikuti dirinya. Tiba-tiba ide berilian terlintas di kepala Agni. Seakan-akan tidak tahu menahu bahwa dirinya tengah diikuti, Agni tetap melanjutkan langkahnya hingga tiba di sebuah halaman rumah yang sangat sederhana.
Rumah itu terlihat cukup tua dimakan usia, tapi terlihat asri dengan tanaman hijau menghiasi halaman rumah.
Agni berjongkok dia melepas ke dua sepatunya yang membungkus kedua kakinya. Dia melangkah memasuki rumah tersebut.
Cit!
Decit pintu terdengar begitu nyaring mengalihkan pandangan seorang wanita paruh baya tengah menjahit.
"Kamu sudah pulang?" tanya wanita itu pada Agni setibanya di sana.
Agni tidak menjawab. Dia membalikkan badannya mengintip di balik jendela.
Dan benar saja, kelima teman sekelasnya tengah berjajar di halaman rumah Agni. Agni tersenyum misterius. Dia bergegas menuju kamarnya.
Tidak hampir satu menit, gadis itu terlihat rapi dengan pakaian rumahnya. Dia beringsut keluar menuju pintu belakang menghiraukan sosok wanita yang bertanya kepadanya.
Terlihat raut wajah pilu di sekitar wajahnya yang sedikit agak keriput. Teringat di mana ketika Agni kembali setelah 2 tahun lamanya. Pasalnya dia bahagia, tapi ketika dia tahu maksud dan tujuan gadis itu kembali, rasa sakit dan kecewa hadir pada hatinya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa jika semua ini terjadi.°°°
Entah apa yang merasuki Agni sehingga dia memiliki kecepatan super. Baru saja dirinya bergegas keluar pergi ke warung. Baru lima detik jika dihitung oleh manusia normal, kini dia tengah berdiri manis tepat di belakang mereka yang berjajar seraya berbincang menyusun rencana.Agni tersenyum samar, dia menyimak penuh khidmat. Tidak ada satu pun diantara mereka yang menyadari keberadaannya. Mereka hanya sibuk saling memberikan usulan satu sama lain.
"Tidak ada yang aneh," gumam Cilla. Dirinya tidak menemukan keanehan sedikit pun.
Mereka mengangguk kompak.
Seketika Jesica memberikan usulan kepada keempatnya.
"Bagaimana kalau kita masuk saja."
"Lo gila, Jes." Tania tampak tidak setuju. Dia pikir jika ujung-ujungnya akan masuk ke dalam rumah Agni kenapa harus mengendap-endap layaknya seorang pencuri.
"Aku waras, Ta," ujar Jesica sedikit kesal ketika temannya ini sedikit nyolot.
"Dari pada kita penasaran, mending masuk aja."
"Aku setuju." Cilla menyetujui saran Jesica. Bola matanya yang berbinar memberikan sedikit rencana.
"Bagaimana kalau kira pura-pura main dengan alasan ingin menjenguk Agni?" Alis Cilla terangkat menunggu persetujuan dari mereka.
"Kenapa harus pura-pura main? Kalau mau masuk ya masuk saja." Seperti ingin tertawa sekencang mungkin saat Agni mendengarkan rencana mereka, tapi dia urungkan. Dia sengaja berbicara dengan tiba-tiba agar mereka sedikit syok dibuatnya.
Dan benar saja, dengan kompak mereka membalikkan badannya ke belakang untuk mencari tahu siapa sebenarnya pemilik suara itu.
"Agni!" pekik mereka bersamaaan. Bola matanya membulat sempurna tidak percaya ketika mendapati soosok Agni tengah berdiri dengan senyum manis yang merekah di bibirnya.
Dia menenteng dua bingkisan hitam dengan pakaian rumahannya.
Semua dibuat tidak habis pikir. Mereka saling melirik satu sama lain. Mereka terheran-heran dengan kemunculan Agni yang tiba-tiba. Pasalnya gadis ini baru saja memasuki rumahnya, tapi sekarang....
"Kenapa melamun? Ayok masuk!" ajak Agni pada kelimanya.
Mereka dibuat melongo tanpa bersuara.
Agni berjalan mendahului mereka semua. Di dalam hatinya dia bersorak senang, ketika rencana dan kegiatan mereka tertangkap basah.
"Masih mau berdiri layaknya seperti orang bodoh?" sindir Agni ketika dirinya sudah berada di bibir pintu.
Dengan kompaknya mereka semua tersenyum masam seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Betapa malunya ketika rencana mereka tertangkap basah. Rasanya ingin sekali untuk berlari secepat mungkin menjauh dari Agni yang tengah mengejeknya.
Namun, untuk menutupi rasa malu itu, mereka tetap beringsut masuk ke dalam rumah Agni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gedung Kematian (END)
HorrorKembalinya hanya untuk meminta keadilan. Menuntut dan membalaskan semua rasa sakit, sebab setiap perbuatan harus dibalas dengan setimpal. Seperti rasa sakit harus dibayar dengan rasa sakit, penderitaan dengan penderitaan, kehancuran dengan kehancura...