Terik mentari begitu menyengat. Hawa panas membuat kerongkongan kering kerontang bagaikan berada di gurun sahara. Tiga gadis yang masih mengenakan seragam sekolah tengah beringsut memasuki Alfamart membeli makanan ringan dan beberapa minuman segar.
Mereka berencana untuk menonton bersama di kediaman Cilla. Kebetulan besok hari selasa yang mana tanggal merah tiba.
Dengan di selingi tawa mereka berjalan beriringan mencari makanan ringan untuk menemani kegiatan nanti malam.
Sambil membayangkan betapa serunya nonton drakor berjamaah di rumah mewah. Pasti akan terasa nyaman luar biasa.
Cukup dengan waktu 25 menit mereka berkeliling ke sudut toko dengan barang bawaan yang cukup memuaskan. Isi keranjang yang dipegang oleh masing-masing orang nyaris dipenuhi oleh makanan. Hummm, rupanya ketiga gadis tersebut pantas dijuluki 'cantik-cantik, tapi doyan makan.'
Setelah selesai membayar semua kebutuhan, mereka bergegas menyeret tungkainya untuk keluar dari toko itu.
Sambil berbincang santai mereka memasuki sebuah mobil BMW hitam hingga mobil itu mulai meninggalkan pekarangan dan membelah jalanan.
Jarak antara Alfamart menuju kediaman Cilla hanya membutuhkan waktu 45 menit lamanya. Cukup dekat, sebab toko itu berada dipertengahan kota, sehingga tidak perlu berlama-lama menikmati jalanan kota Bandung yang nyaris sama dengan ibu kota Jakarta. Macet, padat, dan penuh polusi udara.
Sebuah rumah mewah berasitektur khas Eropa berdiri kokoh di pekarangan yang penuh dengan tanaman hingga menggambarkan keasrian dan kesejukan. Bola mata keduanya merasa dimanjakan dengan keindahan bangunan bernuansa alam.
Mereka berjalan beriringan memasuki kediaman Cilla. Oh, alangkah terkejutnya ketika melihat isi rumah itu. Ada banyak mutiara menghiasi bangunan berwarna cream muda, lantai marmer berwarna biru bak samudra, pajangan kuno berjejer manis di setiap sudut bahkan foto keluarga terpajang estetik di sekitar dinding.Semakin dalam semakin terbuai akan indahnya rumah itu laksana kerajaan yang ada di negeri dongeng, perlu diakui bahwaa Cilla merupakan gadis berdarah biru.
"Gue heran, Ci, nyokap Lo kerja apaan sih hingga mampu bikin rumah segede gini?" Tania terkagum-kagum penuh rasa penasaran.
Ketiganya berjalan menuju lift. Tanpa diduga Jesica menyahut asal. "Ngepet, mungkin."
Alhasil kalimat yang keluar dari mulut Jesika membuatnya mendapatkan sentilan keras dari Cilla"Sembarangan!"
"Lagian ini rumah udah berasa kerajaan aja," ungkap Tania. Bola matanya menajam mengingat setiap sudut ruangan yang dilewatinya.
"Bangun rumah segede ini butuh perjuangan tahu." Cilla membayangkan bagaimana ketika kedua orang tuanya membangun perusahaan di bidang persenjataan yang banyak sekali perjuangan dan pengorbanan untuk dihadapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gedung Kematian (END)
HorrorKembalinya hanya untuk meminta keadilan. Menuntut dan membalaskan semua rasa sakit, sebab setiap perbuatan harus dibalas dengan setimpal. Seperti rasa sakit harus dibayar dengan rasa sakit, penderitaan dengan penderitaan, kehancuran dengan kehancura...