Agni menaiki eskalator rusak, tatapannya merapah ke sekitar penjuru ruangan seraya mengedarkan cahaya yang berasal dari handphone-nya. Kakinya terus menjejakkan setiap anak eskalator yang kini sudah tampak seperti anak tangga. Dia menepi di sebuah lantai dua. Rupanya di lantai ini terdapat banyak kamar yang disewakan pada pengunjung dulunya.
Naik ke lantai tiga rupanya tetap sama. Tidak mau berlama-lama di dalam ruangan terbengkalai, dia bergegas menaiki tangga berikutnya hingga menepi di lantai empat belas. Deru nafasnya tidak teratur, dia terlihat kelelahan akibat menaiki puluhan ribu anak tangga.
Sejenak Agni meluruskan kedua kakinya. Dia beristirahat terlebih dahulu guna mengumpulkan tenaga untuk menjejak di lantai selanjutnya. Lantai 15 merupakan lantai terakhir yang harus ia tuju.
Setelah cukup mengumpulkan tenaga meskipun rasa lelah tidak bisa dipungkiri, Agni memaksakan diri untuk melanjutkan langkah kakinya.
Tap! Tap! Tap!
Derap langkah kaki bergema di sebuah gedung sunyi tanpa penghuni. Pemilik kaki tersebut berjalan menyusuri setiap ruangan dibantu dengan cahaya lampu temaram yang berasal dari handphone-nya. Kedua bola matanya menyipit mencari sosok Raihan.
"Raihan!" Dia berteriak lantang.
"Raihan, kamu di mana?" ulangnya.
Hening, tidak ada jawaban. Rasa penasaran membuat dirinya bergegas melangkah lebih jauh menaiki anak tangga yang tampak usang.
Di lantai lima belas, kakinya menepi. Dengan nafas terengah-engah Agni berjalan kembali. Satu persatu setiap ruangan ia hampiri, meskipun keberadaan Raihan tidak diketahui.
Pikiran negatif mulai berkeliaran di kepalanya, menyalurkan rasa takut juga khawatir. Firasatnya mengatakan ada pertanda buruk tengah mengintai, tapi perasaan melenyapkan semua ego dan akal pikiran.
Agni kian hanyut kedalam sebuah pencarian yang tak berujung. Mengantarkan raga untuk tetap berjalan menyusuri setiap ruangan. Semakin dalam kian mencekam, gelap menyambut, hening menyapa. Nyali setebal kertas, ia pertahankan demi Raihan seorang. Karena cinta ia rela pertaruhkan nyawa, sarat cinta membawanya berkelana pada mara bahaya.
"Ada orang di sana?" Agni bertanya, tanpa sengaja siluet seseorang tertangkap oleh indera penglihatan. Langkahnya bergerak cepat mengikuti kemana bayangan itu pergi.
Semua bagaikan ilusi, bayangan itu seakan-akan halusinasi. Ia bergerak cepat bak debu yang diterbangkan oleh angin, lantas kemanakah ia harus mencari? Tak ada satu pun petunjuk yang membawanya pada titik cahaya.
Brak!
Sebuah suara berdentum keras, memekan pendengaran membuat jantungnya berpacu dua kali lipat. Dia terlonjak. Tangannya mengarahkan sinar cahaya yang keluar dari senter yang ia bawa. Cahaya itu berputar mengintai, mencari tahu berasal dari manakah suara tersebut? Rupanya tidak ada apa pun di sana, tidak ada yang berubah, semua tetap sama seperti biasanya. Tanpa peduli, ia melanjutkan langkahnya menyusuri kembali seorang diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gedung Kematian (END)
HorrorKembalinya hanya untuk meminta keadilan. Menuntut dan membalaskan semua rasa sakit, sebab setiap perbuatan harus dibalas dengan setimpal. Seperti rasa sakit harus dibayar dengan rasa sakit, penderitaan dengan penderitaan, kehancuran dengan kehancura...