Mereka mengembuskan nafas lega ketika Agni Berhasil mengusir makhluk itu. Tersirat kebahagiaan di hati mereka hingga terselimuti rasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya kepada Agni. Mereka hanya mampu tersenyum malu seraya mendekat ke arahnya.
Agni mengangkat sebelah alisnya pertanda tidak mengerti tentang apa yang akan mereka lakukan saat ini kepadanya.
Rupanya mereka semua secara tiba-tiba merangkul tubuh mungil Agni membuat dirinya tercengang dengan apa yang terjadi. Diam, Agni hanya bisa diam saat dirinya mendapatkan perlakuan hangat dari orang-orang yang telah membuat hidupnya menderita selama 2 tahun lamanya. Tidak sedikit pun rasa senang menyelip dalam hati, hanya rasa sakit atas luka yang mereka perbuat dengan sengaja. Bukan untuk mengungkit semua kesalahan mereka, tapi tindakan itu seakan-akan membuat Agni merasa jijik.
"Udah ya, aku merasa pengap. Bisa-bisa aku mati gara-gara kalian." Agni merengek. Dia tidak membuktikan rasa sakitnya di depan mereka. Agni bersikap seakan-akan lupa dengan apa yang telah mereka lakukan di masa lalu.
Mereka semua mengurai pelukannya yang disambut senyuman manis oleh Agni.
"Agni terima kasih," ucap Jesica dengan mata berkaca-kaca.
Agni melongo bodoh saat melihat Jesica. Baru kali pertamanya dia mendengar seseorang yang membulinya mengucapkan kata 'terima kasih' dengan tulus.
Untuk menutupi semua rasa sakit Agni hanya mampu menggangguk seraya tersenyum. "Kalau begitu kita istirahat dulu. Kalian capek kan?"
Mereka mengangguk. Kelimanya duduk melingkar menatap Agni penasaran. "Kok Lo tahu kami disini?" itu Cilla yang bertanya. Sebenarnya dia penasaran mengapa Agni bisa tahu mereka berada di tempat ini.
Agni melempar senyum kikuk. Sekali lagi ia menatap mereka satu persatu, rupanya setiap pasang mata itu menanti jawaban darinya. Agni merutuki kebodohannya. Benar dugaannya, mereka akan menaruh curiga dan berakhir melempar tanya. "hehehe, maaf semuanya." Agni menggaruk rambutnya yang tak gatal.
Alis mereka terangkat menunggu jawaban, tapi tidak dengan Jesica, gadis itu malah menangis sesenggukan merasa bersalah kepada Agni.
"Aku tidak sengaja mendengar rencana di cafe waktu itu, karena aku khawatir jadi aku mengikuti kalian," jelas Agni.
Mereka mengangguk-anggukkan kepalanya. "Emang waktu itu Lo ada di sana?" tanya Tania. Dia tidak melihat Agni waktu itu.
Agni mengangguk. "Aku duduk tepat di belakang Jesica yang memunggunginya."
Tania ingat, waktu itu ada gadis dengan baju pinknya tengah duduk membelakangi Jesica. Mereka baru tahu bahwa itu Agni.
"Serius, aku khawatir. Apalagi tempat yang kalian tuju adalah hutan terlarang." Agni menatap mereka yang tampak diam mendengarkan. "Asal kalian tahu, kenapa hutan ini disebut hutan terlarang?" tanya Agni.
Kelimanya diam tanpa berniat untuk menjawab.
Agni menghela nafasnya untuk menceritakan fakta perihal hutan ini menurut ibunya yang pernah menceritakannya dua tahun lalu. "Hutan ini merupakan hutan yang sering digunakan sebagai tempat pesugihan dan melakukan sekte aliran sesat. Hutan ini dilarang dimasuki oleh manusia karena pemiliknya melarang keras."
"Siapa dia?" tanya Raihan penasaran. Dia sudah terbangun dari pinsannya beberapa menit lalu.
"Genderewo. Makhluk itulah pemilik hutan ini. Dia bersekutu dengan jin meminta bantuan agar hidupnya bisa kaya raya."
"Apakah dia dulunya manusia?" sela Tania.
Agni menggaguk. "Ya, dia manusia seperti kita. Dia manusia yang haus akan dunia, hingga dirinya melakukan perjanjian sekutu dengan iprit, jin yang menyerang kalian tadi. Jin itu sangat licik dia mampu menipu daya manusia. Dan yang membuat Pricilla, Jesica, Raihan dan Tania tidur adalah perbuatan Wasnan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gedung Kematian (END)
HorrorKembalinya hanya untuk meminta keadilan. Menuntut dan membalaskan semua rasa sakit, sebab setiap perbuatan harus dibalas dengan setimpal. Seperti rasa sakit harus dibayar dengan rasa sakit, penderitaan dengan penderitaan, kehancuran dengan kehancura...