17. Perjalanan Menuju Hutan Terlarang

165 12 16
                                    

Pukul 08.00 WIB

Terdengar suara mesin mobil di pelataran halaman rumah mewah. Di dalamnya terdapat lima anak adam tengah bersiap untuk pergi menuju Kampung Harimau tepatnya di  sebuah hutan terlarang.

Semalam Tania mendapatkan alamat lengkap mengenai tempat itu, yakni sebuah hutan yang tidak pernah dijamah oleh manusia.

Mereka terlambat 1 jam, dikarenakan menunggu seseorang. Siapa lagi jika bukan Caesar Abadi Pratama pria santai kerap dipanggil siput oleh semua orang.

Tiga menit terasa cukup untuk menghangatkan mesin mobil. Perlahan mobil itu melaju meninggalkan pelataran rumah. Semakin lama, semakin membelah jalan raya yang terlihat lenggang, rupanya para pengendara tengah sibuk bekerja.

Di sepanjang perjalanan mereka sibuk menyusun rencana untuk mencari keselamatan takutnya terjadi suatu peristiwa tidak terduga. Sesekali mereka saling melempar tawa menghibur diri agar terlihat tenang. Meskipun rasa khawatir tak bisa dipungkiri, sebab tempat yang mereka tuju adalah hutan terlarang yang jauh dari pedesaan.

Demi menyelamatkan nyawa agar terhindar dari teror sialan, mereka rela pergi jauh-jauh untuk mencari bantuan. Mereka tidak mau jika setiap hari  dikejar-kejar makhluk astral bahkan dihantui ancaman yang menakutkan.

Kejadian-kejadian di luar nalar, membuat Tania sadar ternyata makhluk itu benar adanya. Apa yang tidak dipercayainya kini ia yakin bahwa dirinya hidup berdampingan dengan makhluk tersebut.

"Masih lama, Han?" tanya Cilla mulai bosan.

Raihan yang menjadi sopir mereka menatap pada kaca spion ."Setengah jam lagi," balasnya.

Dua jam lamanya mereka berada di dalam mobil. Setengah jam lagi jarak yang harus mereka tempuh.

Sabar, kata itu menjadi sebuah pegangan. Demi selamat dari hal di luar nalar mereka rela menempuh perjalanan panjang.

Tidak terasa waktu bergulir begitu cepat. Terik sang surya bergerak naik di atas kepala. Mobil sedan berwarna hitam terparkir apik di sebuah gapura besar bertuliskan "wilujeng Sumping di Kampung Harimau" gapura itu terlihat usang dimakan usia, terbuat dari pohon bambu berwarna kuning.

"Apakah aman, bila mobil disimpan di sini?" tanya Raihan ragu.

"Gue yakin, pasti aman," ucap Caesar meyakinkan Raihan.

Raihan mengangguk patuh, dirinya bergegas keluar diikuti oleh keempat sahabatnya.

Wus!

Embusan angin teramat dingin menusuk kulit. Membuat mereka mengeratkan pakaiannya. Saling menatap meyakinkan satu sama lain untuk menjejakkan kaki di sana.

Dengan kompak mereka mengangguk mantap seraya beringsut memasuki area Kampung Harimau.

Jalan setapak berbalut tanah merah, samping kiri dan kanan di penuhi oleh semak belukar setinggi dada manusia. Tidak ada pesawahan atau perkebunan. Semuanya adalah hutan yang tidak terawat oleh penduduk sekitar.

 Semuanya adalah hutan yang tidak terawat oleh penduduk sekitar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Gedung Kematian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang