Raihan mengerjapkan ke dua bola matanya. Kepalanya terasa pening. Dia mengangkat kepalanya untuk menyender di kepala ranjang. Setelah kesadarannya menguasai secara sempurna, bola mata dengan iris biru itu merapah pada setiap sudut ruangan yang terlihat asing. Sebuah ruangan serba putih disertai bau obat menyeruak menusuk lubang hidungnya. Dia tersadar ternyata ini adalah UKS. Sejak kapan ia berada di sini? bukankah ia nyaris mati di perpustakaan yang menyeramkan itu. Mungkinkah ada seseorang yang menolongnya? Itulah yang ada di dalam pikirannya saat ini.
Saat dirinya tengah kalut dalam pertanyaan-pertanyaan yang melintas di kepalanya, tiba-tiba terdengar suara decit pintu terbuka. Raihan segera menoleh ke arah sumber suara, betapa terkejutnya saat mendapati sosok Agni datang menghampirinya.
"Agni?" ucap Raihan memastikan.
"Iya," sahutnya, seraya berjalan ke arahnya disertai senyuman hangat.
"Lo, Agni?" Raihan merasa tidak percaya bahwa gadis dihadapannya ini benar-benar Agni.
Agni hanya tertawa menunjukan deretan giginya yang putih bersih. "Menurut kamu, aku siapa?"
Raihan terdiam, mungkinkah ini Agni? pikirnya. Ingin rasanya ia menanyakan kepada Agni perihal kejadian di perpustakaan tadi. Di mana gadis itu tengah berkunjung ke sana, tapi saat Raihan menyusulnya ia malah disambut oleh sosok menyeramkan yang menyerupai Agni.
"Agni!" seru Raihan. Agni menoleh seraya menyimpan teh hangat di atas nakas.
"Tadi kamu ke perpustakaan?" tanyanya, dengan mata memicing memastikan.
Agni menautkan ke dua alisnya bingung. "Perpus?"
"Iya, perpus. Tadi kamu ke sana?"
Dengan polos Agni menggeleng. Raihan yang melihat tanggapan Agni semakin dibuat gusar.
"Serius kamu tidak ke perpustakaan?" Raihan bertanya kembali untuk memastikan yang kesekian kalinya.
Agni mengangguk. Perlahan Raihan menatap ke dua bola mata beriris coklat itu untuk mencari kebohongan di dalamnya. Namun, apa ya diucapkan gadis itu terlihat benar adanya. Tidak ada kebohongan yang terpancar di kedua bola matanya, hanya tatapan polos, lugu dan seperti biasanya.
Raihan berpikir keras. Dia menerka, jika yang di perpustakaan bukan Agni. Lalu siapa? Sejak kapan di sekolah ini ada hantu. Baru kali pertamanya dia melihat sosok itu dan kejadian-kejadian mistis yang menimpanya. Kejadian itu hadir semenjak Agni berada di sekolah ini. Sedari dulu tidak ada kasus perihal sosok menyeramkan, lampu berkedip dan seseorang yang terkunci di perpustakaan. Namun, saat ini ia benar-benar mengalaminya seorang diri.
"Emang ada apa?" Tiba-tiba Agni bertanya seraya menyodorkan segelas teh hangat ke arah Raihan.
"Tidak ada," balas Raihan singkat. Tangannya meraih gelas berisi teh tersebut.
"Kamu kan tahu sendiri, aku bukan kutu buku. Dari dulu aku kan tidak tahu di mana letak perpustakaan. Kalau rofftop aku tahu," jelas Agni.
Benar juga apa yang dikatakan gadis itu. Kenapa Raihan mendadak lupa. Dari dulu semenjak ia duduk di bangku sepuluh dia tidak pernah berkunjung ke perpustakaan dan tidak berusaha untuk mencari tahu. Selain letaknya berada di paling ujung, perpustakaan tersebut merupakan tempat yang tidak pernah menerima sinar matahari karena ruangannya terhalang oleh beberapa kelas.
Agni tergolong gadis penakut, mana berani ia berkunjung seorang diri ke perpustakaan yang jarang sekali dijamah oleh siswa-siswi di sekolah ini. Karena menurut Raihan, selama ia mengenal gadis itu, ia tipe gadis yang suka dengan keindahan. Sehingga rofftop-lah tempat paling digemarinya.
"Aku pamit keluar,ya." Agni bergegas pergi meninggalkan Raihan yang kalut dengan pikirannya.
Tiba-tiba Agni menghentikan langkahnya saat Raihan memanggilnya.
Dia menoleh menatap Raihan lembut. Sebuah tatapan yang tidak pernah berubah sedari dulu. Tatapan yang benar-benar Raihan rindukan, meski saat ini ia sedikit kecewa dengan apa yang telah Agni lakukan di masa lalu.
"Aku mau minta maaf atas kejadian di masa lalu," ucap Raihan merasa bersalah. Lagi-lagi Agni hanya tersenyum.
"Aku percaya kamu tidak mungkin melakukan hal itu, kan?" tanya Raihan berusaha memancing Agni untuk menjelaskan kejadian sebenarnya.
"Menurut kamu?" Bukannya menjawab, Agni malah kembali melemparkan pertanyaan. Apakah dirinya berani melakukan hal bodoh dan menjijikkan itu? Raihan tahu siapa Agni, gadis polos, lugu, penakut, pendiam dan gadis yang tidak pernah banyak bertingkah.
"Aku percaya kamu gadis baik." Raihan meyakinkan dirinya untuk mempercayai Agni.
"Kamu tidak mau menceritakan kejadian sebenarnya?" tanya Raihan kembali. Ia sengaja bertanya seperti itu agar Agni mau mengatakan peristiwa yang sebenarnya.
"Sepertinya tidak perlu." Agni membalikkan badannya meninggalkan Raihan yang dilingkupi rasa bersalah.
"Masa lalu biarlah berlalu," ucapnya. Lalu tubuh mungil itu menghilang ditelan jarak.
Raihan mengembuskan nafas gusar, dia berpikir apa susahnya untuk menceritakan kejadian sebenarnya agar dia yakin bahwa Agni tidaklah seburuk itu.
Namun, apa yang terjadi. Gadis itu membiarkan dirinya menjadi kambing hitam. Anehnya lagi, saat ia kembali, tidak ada satu pun orang yang mengungkit kesalahan Agni di masa lalu. Beda halnya di waktu itu, Agni benar-benar berada di kelilingi oleh orang-orang yang mendesak dan membulinya, membuat gadis itu menangis takut saat menghadapi kerumunan orang-orang yang menghakiminya seorang diri.
Raihan berusaha bangkit dari tempat tidurnya. Dia memasang sepatunya lalu berjalan menuju kelas untuk mengambil tas yang berada di sana.
Raihan membalikkan badannya untuk menutup pintu UKS. Namun, hawa dingin mendadak menyergap mengenai tubuhnya. Saat tangan kekarnya terayun untuk meraih pegangan pintu, ia kembali dikejutkan oleh sosok bayangan hitam yang menyerupai manusia. Sosok itu memiliki perawakan seperti seorang gadis. Karena takut melihat sosok tersebut, akhirnya Raihan ngacir terbirit-birit tanpa menutup pintu ruangan UKS.
"Huh, huh, huh." Raihan membungkuk meluruskan kedua kakinya. napassnya tersengal-sengal membuat dirinya kesulitan untuk mengatur pernapasan."Kenapa sih bayangan itu muncul?" gumam Raihan takut ketika dirinya membayangkan sebuah bayangan manusia yang menemui dirinya.
"Masa iya gue salah lihat?" ucapnya sambil berpikir mengingat betapa menyeramkanya bayangan itu.
Raihan berdiri tegak, dia melanjutkan langkahnya. Akhirnya ia dapat berjalan dengan santai tanpa tergesa-gesa.
Saat badan tegapnya berada di sebuah pintu kembar kelas XII Bahasa 1, dia dikejutkan dengan banyaknya siswa-siswi yang berkerumun di sana. Tidak hanya itu, suara teriakan seorang gadis yang dikenalinya membuat mereka kesusahan untuk menghentikan teriakan itu.
"Minggir kalian, aku harus membawa pergi anak ini!" Terdengar jelas suara teriakan dari gadis yang tak lain adalah Cilla. Namun, suara itu terdengar berbeda. Bukan suara miliknya, tapi seperti ada sosok lain yang mengambil alih raganya.
Penuh penasaran, Raihan menerobos masuk ke dalam kerumunan. Betapa terkejutnya saat ia melihat sosok Cilla dalam keadaan kacau. Ke dua bola matanya membola disertai tatapan tajam yang mengarah kepada orang-orang menghalanginya, rambut berantakan, serta tingkah laku layaknya orang kerasukan.
"Minggir!" teriaknya kesal saat melihat banyak manusia mengerumuni dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gedung Kematian (END)
HorrorKembalinya hanya untuk meminta keadilan. Menuntut dan membalaskan semua rasa sakit, sebab setiap perbuatan harus dibalas dengan setimpal. Seperti rasa sakit harus dibayar dengan rasa sakit, penderitaan dengan penderitaan, kehancuran dengan kehancura...