Hati Cilla memanas, wajahnya terlihat merah padam. Betapa kesalnya ketika ia melihat Raihan membantu gadis sialan. Satu hal lagi yang paling Cilla benci adalah kedekatan Raihan dan Agni layaknya sepasang kekasih.
Kemarin sore sepulang sekolah, dia melampiaskan segala kekesalannya dengan menjebak gadis cupu itu di gudang lalu menyiksanya secara habis-habisan dengan cara memukul punggung gadis itu menggunakan balok kayu yang berada di gudang.
Belum puas, dia terus menghajar sampai Agni mengerang kesakitan nyaris hilang kesadaran. Setengah jam lamanya dia menghajar gadis itu. Setelah melihat mangsanya lemah tak berdaya seakan tengah meregang nyawa, mereka pergi begitu saja seraya melemparkan balok kayu itu tepat ke arah punggung Agni. Membuat gadis malang ini menjerit kesakitan seakan sekujur tubuhnya remuk tak bertulang.
Dia menangis dalam diam berbalutkan keheningan. Berusaha bangkit meskipun rasa sakit kian menjalar dan menusuk kulit. Susah payah ia berjalan, berusaha untuk pulang dengan membawa sejuta rasa sakit di lubuk hatinya.
Rasa sakit itu semakin dalam semakin sesak luar biasa membuat dirinya meraung pilu meratapi nasib buruk yang selalu menimpa saban waktu. Belum di rumah, sang ibunda akan memarahinya bahkan tidak main-main untuk melayangkan tamparan keras. Sehingga seiring berjalannya waktu tubuh ramping gadis itu bagaikan samsak yang digunakan tinju setiap saat.
Cilla mengepalkan tangannya kuat-kuat memperlihatkan jemari kukunya yang terlihat memutih. Giginya bergemeletuk pertanda bahwa dia tengah marah.
Dia merasa tidak habis pikir saat mengingat kejadian kemarin. Rupanya gadis itu tidak jera dengan perlakuan yang diberikan oleh Cilla kepadanya. Kali ini, dia tidak akan main-main untuk melenyapkan dan menghancurkan gadis itu.
"Sudahlah, Ci. Dari pada Lo marah kaya gitu lebih baik kita bikin rencana," ucap Tania. Dia merasa kesal sendiri dengan temannya yang hanya diam dari kejauhan penuh kekesalan.
"Rencana apa lagi?" sahut Cilla. Suaranya begitu meninggi dengan dada yang terlihat naik turun.
Tania tersenyum misterius. Dia mengajak keduanya untuk mendekat.
"Jadi, begini...."
°°°°
Mereka tengah berada di ruang kepala sekolah. Bukan karena melakukan kesalahan membuat mereka berada di sini. Melainkan atas dasar keinginan masing-masing. Membuat mereka beralasan pada guru lain bahwa mereka ada kepentingan pribadi menyangkut soal ujian praktek drama kolosal yang akan dipentaskan saat kenaikan kelas tiba.
"Ada kepentingan apa membuat kalian bertiga pergi kemari?" tanya Pak Burhan Alamsyah--kepala sekolah SMAN 1 BANDUNG UTARA sekaligus Ayah dari Raihan Alianca Januar.
"Jadi, begini, Pak. Bapak kan tidak suka melihat putra Bapak dekat dengan gadis miskin dan cupu itu," ucap Tania to the point. Dia sangat malas jika harus berbasa-basi, menurutnya hanya buang-buang waktu saja.
Pak Burhan mengangguk. Memang betul dia sangat tidak suka jika anaknya Raihan tengah berdekatan dengan Agni. Secara Raihan merupakan anak berdarah biru dan terlahir dari keluarga kelas atas. Sedangkan Agni--gadis miskin, tidak punya apa-apa hanya mengandalkan beasiswa membuat ia mampu sekolah di sini.
Mereka bertiga tersenyum senang setelah mendapatkan tanggapan dari Pak Burhan. Tepatnya Tania, dengan yakin pasti rencana gilanya akan berhasil seratus persen.
"Bagaimana kalau kita lenyapkan gadis itu, Pak?" usul Tania. Membuat bola mata mereka membulat sempurna.
"Kamu gila, Tania!" sentak Pak Burhan. Meskipun ia tidak menyetujui hubungan Raihan dan Agni, tapi melenyapkan nyawa seseorang merupakan suatu kesalahan besar yang harus dihindari.
"Tidak, Pak. Ini merupakan salah satu cara agar gadis itu tidak menggangu hidup Raihan," balas Tania dengan senyuman merekah penuh arti yang tersirat di dalamnya.
Cilla menyernyit bingung. Dia menatap Tania heran penuh tanda tanya begitu pula dengan Jesica.
Tania seakan tahu hal-hal yang diragukan oleh Pak Burhan, membuat dirinya dengan senang hati membeberkan rencana busuknya.
"Bapak tidak perlu takut, kita akan membuat gadis itu menjadi kambing hitam terlebih dahulu sebelum nyawanya kita renggut."
Sedikit tertarik. Pak Burhan menatap lekat ke arah Tania meminta kelanjutan dari rencananya.
"Caranya?" sahut Jesica penasaran.
Tania tersenyum memamerkan deretan giginya.
"Kebetulan nanti malam Cilla ulang tahun, Pak."
"Apa hubungannya dengan pesta ulang tahunku?" tanya Cilla memotong pembicaraan Tania.
Tania mengembuskan nafas kesal. "Makannya jangan dulu dipotong! Dengarkan dulu!" timpal Tania dengan wajah datar.
Cilla hanya tersenyum malu seraya mengusap rambutnya yang tak gatal.
"Kita undang gadis itu ke acara pesta ulang tahun kamu. Lalu, di sana kita buat Raihan dan Agni tak sadar dengan cara memberikan alkohol pada minuman mereka." Tania menjeda ucapannya guna menarik nafas dan membuangnya.
"Setelah mereka berdua tak sadar, kita bawa mereka ke kamar Cilla paling atas. Namun, sebelumnya Bapak harus melepaskan pakaian Raihan terlebih dahulu begitu pun dengan kami. Kami akan melepas pakaian Agni membuat mereka tertidur satu ranjang tanpa mengenakan sehelai benang," jelas Tania panjang lebar. Dia menautkan kedua alisnya meminta persetujuan.
Pak Burhan menggeleng tidak percaya begitu pun dengan Jesica dan Cilla.
"Rencana macam apa itu?" hardik Pak Burhan. Dia tidak setuju dengan rencana gila yang diusulkan oleh Tania.
"Betul, lagian aku juga tidak setuju," imbuh Cilla. Dia memalingkan wajahnya.
Tania mengembuskan nafasnya berkali-kali.
"Tidak ada rencana selain itu," ujarnya. Bola matanya memicing tajam."Lagian setelah mereka tidur satu ranjang, kamu berpura-pura berteriak sehisteris mungkin seakan-akan kamu menangkap kejadian memalukan yang mereka lakukan," lanjut Tania.
"Setelah itu kamu salahkan Agni, bahwa dia telah melakukan hal keji. Pasti Agni akan merasa frustasi dan malu setengah mati. Setelah kejadian itu, kita jebak kembali di gedung kosong yang terletak di tengah hutan dekat pemakan umum." Tania mengembuskan nafasnya.
"Lalu?" Jesica menunggu kelanjutan ide Tania tidak sabaran.
"Kita suruh dia pergi ke gedung itu dengan alasan Raihan akan bunuh diri karena frustasi akibat kejadian itu. Setelah Agni pergi ke sana, kita tangkap dia lalu menyeretnya ke tepi rofftop, setelah itu kita dorong. Bereskan?" Tania kembali memicingkan bola matanya memberi keyakinan pada mereka semua.
Pak Burhan nampak berpikir menimbang-nimbang rencana tersebut.
"Aku setuju," ucap Jesica. "Sepertinya itu masuk akal." Jesica tersenyum membayangkan rencana tersebut.
"Aku juga," imbuh Cilla. Meskipun rencana tersebut nampak sedikit gila, tapi apa salahnya jika mencoba, bukan?
Terdengar helaan nafas berat dari mulut Pak Burhan. Lamat-lamat dia menatap Tania dalam, hingga akhirnya dia mengangguk menyetujui rencana tersebut membuat Tania tersenyum senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gedung Kematian (END)
HorrorKembalinya hanya untuk meminta keadilan. Menuntut dan membalaskan semua rasa sakit, sebab setiap perbuatan harus dibalas dengan setimpal. Seperti rasa sakit harus dibayar dengan rasa sakit, penderitaan dengan penderitaan, kehancuran dengan kehancura...