6. Kerasukan

486 25 0
                                    

Pricilla diam mematung. Bola matanya melebar. Dia tidak habis pikir dengan apa yang Jesica bicarakan. Jelas-jelas dirinya pinsan akibat melihat sosok Agni yang menyeramkan, tapi mereka mengira dirinya tertidur di bawah lantai.

Jika dipikir dengan logika, mana ada orang tertidur di bawah dinginnya lantai jika masih ada kursi yang bisa digunakan untuk bersandar. Sungguh, kejadian tidak masuk akal.

Pricilla tetap bergeming, dia tidak berbicara sedikit pun. Penuturan Jesica berhasil membuat dirinya berpikir keras.

Berkali-kali ke dua sahabatnya memanggil Cilla. Namun, gadis itu masih terpaku menatap ke depan.

Tania beranjak dari tempat duduknya, dia berjalan menghampiri Cilla.

Dilihatnya gadis itu tengah menatap kosong, wajahnya begitu pucat pasi seperti tidak ada aliran darah yang mengalir di sana.

Dilihatnya gadis itu tengah menatap kosong, wajahnya begitu pucat pasi seperti tidak ada aliran darah yang mengalir di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tania kembali memanggil Cilla, tangannya terulur memegang kedua bahu gadis itu. "Cilla!"

Tidak ada perubahan, dia masih tetap bergeming. Tiba-tiba ke dua tangannya mengepal memperlihatkan buku-buku kukunya yang memutih. Udara dingin menguar dengan sendirinya, padahal di luar sana terik mentari begitu menyengat.

Bulu roma Tania meremang, hawa aneh seakan-akan menusuk indera perabanya. Begitupun dengan Jesica, dia merasakan hal yang sama.

Sontak, badan rampingnya berdiri menghampiri Pricilla. Dia menunduk mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Pricilla.

Alangkah terkejutnya, ketika dia melihat bola mata Cilla membola secara sempurna. Bola mata itu menatap tajam ke arahnya. Bola mata beriris hitam legam itu menyapu setiap manusia dengan tatapan penuh kebencian.

Penuh takut, Jesica menelan salivanya kasar. Dia menyikut lengan Tania untuk ikut menatap perubahan pada bola mata sahabatnya itu.

Sama halnya dengan Jesica. Mata indah milik Tania Nyaris melompat, dia merasa gugup bahkan detak jantungnya berdegup kencang. Desir hawa dingin membelai lembut kedua lengannya, hingga memberikan hawa tidak nyaman pada ke duanya. Dengan penuh keberanian, Jesica dan Tania kembali mengguncangkan bahu sahabatnya.

"Cilla!" panggil Tania pelan.

Brak!

Tiba-tiba Cilla melempar buku pelajaran bahasa Jepang ke sembarang arah, membuat keduanya terlonjak kaget.

Jesica dan Tania melangkah mundur meskipun tatapannya masih tertuju pada wajah Cilla.

"Aaaaaaaa," Cilla berteriak histeris.

Semua siswa-siswi yang ada di kelas menghentikan segala aktivisnya. Mereka lantas mengalihkan asistensinya ke arah Cilla.

"Cilla, Lo kenapa?" Tania berusaha mendekat ke arahnya dengan sedikit keberanian.

Caesar merasa aneh dengan kondisi Cilla yang berteriak secara tiba-tiba. Dia ikut melangkah menghampiri ketiganya.

"Cilla!" seru Caesar setibanya di sana.

Gedung Kematian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang