Malam-malam kelam, mencekam, mengantar resah, gelisah, gundah. Sendiri menyepi dalam gelap. Hening tak berbising, jauh tak terjangkau, tak terlihat, tapi dekat. Dimana mereka berada? Mereka hadir di sekitar kita.
°
°
°
°
°Hening beberapa saat, ketika Kakek itu tidak lagi memberikan perintah apa pun. Mungkin ia tengah fokus melantunkan doa, pikir mereka. Cukup lama setiap pasang mata itu terpejam, berdiam tanpa bergerak, tanpa suara.
Udara semakin dingin, embusan angin mengusap tengkuk masing-masing. Caesar yang tampak penasaran, ia membuka sedikit kelopak matanya menatap apa yang sedang Kakek itu lakukan hingga dirinya dibuat bosan. Iris mata hitam legamnya melebar saat menangkap sosok yang menyeramkan. Sosok itu berkulit gelap, wajahnya bagai tengkorak, tubuhnya tinggi tegap, kepalanya botak ditumbuhi cacing tanah yang melata, telinganya panjang dan lebar, tangannya penuh nanah yang mengeluarkan darah, kuku-kukunya panjang dan runcing bak pedang, bibirnya lebar, giginya tajam dengan air liur keluar, bola matanya hitam tajam, dan jangan lupakan empat tanduk berwarna hitam.
Caesar sudah tidak mengindahkan lagi perintah si Kakek. Kini bola matanya terbuka secara sempurna. Sosok itu menyeringai menatap lapar ke arah caesar. Sedangkan dirinya menatap jijik seraya bergidik ngeri. Dia mundur hingga tubuhnya membentur bilik gubuk, dadanya naik turun, suaranya tertahan, bahkan keringat sebesar biji jagung mulai berjatuhan.
Dia berusaha melantunkan do'a yang diketahuinya, tapi rupanya sosok itu tampak tertawa. Dia seakan mengejek dan meremehkan manusia. "Cih, bercoba untuk berlindung rupanya."
Caesar kelimpungan. Dia berteriak ribut di dalam hati. Mengapa teman-temannya seakan 'tak terusik hingga bola matanya tetap setia terpejam? Lalu apa yang harus dilakukan dirinya?
Sosok itu merangkak, mendekat ke arah Caesar. "Kau!" Tunjuknya dengan kuku panjang. "Orang pertama yang akan mati." Caesar menggeleng ribut. Dia panik sendiri. Bukan, bukan Kematian yang ia inginkan, melainkan keselamatan. Sialnya, rencana ini berujung petaka bagi mereka.
"Aaaaaaaaaaaaaa ...." Caesar berhasil mengeluarkan suaranya. Dengan nafas memburu, dia berteriak kencang. "BUKA MATA KALIAN!" Nihil, mereka masih terpejam, membuat Caesar menjambak rambutnya frustasi dengan perasaan takut yang mulai menyelimuti. Meskipun pemberani, tetap saja jika dihadiahi makhluk astral yang menyeramkan seperti ini membuat nyalinya menciut secara sempurna.
"BUKA! TOLONG BUKA MATA KALIAN!" Sekali lagi dia berteriak, tapi tidak membuahkan hasil.
Sosok itu tertawa mengejek. Dia menatap tajam seraya memainkan kedua kuku-kuku panjang. "Manusia memang bodoh!"
Caesar mendelik. Dia tidak terima jika dirinya dikatai bodoh.
"Kenapa?" Sosok itu tersenyum mengejek. "Memang benarkan, manusia itu bodoh, hina pula karena kedudukannya yang terbuat dari tanah." Dia tertawa lantang dan sukses memancing amarah Caesar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gedung Kematian (END)
HorrorKembalinya hanya untuk meminta keadilan. Menuntut dan membalaskan semua rasa sakit, sebab setiap perbuatan harus dibalas dengan setimpal. Seperti rasa sakit harus dibayar dengan rasa sakit, penderitaan dengan penderitaan, kehancuran dengan kehancura...