"Terima kasih sudah mengantar saya sampai ke sini."
Ashraf menutup pintu begitu Mita sudah keluar dari dalam mobil. Ia mengangguk singkat. Lagi-lagi dengan tatapan dingin dan tanpa senyuman.
"Besok, saya akan memperkenalkan jaringan bisnis Wara Group serta beberapa proyek hotel milik Wara Group yang masih dalam proses sekarang."
Mita sekedar mengiyakan. Mau menolaknya pun rasanya percuma. Mita harus mulai membiasakan diri dengan pekerjaan barunya saat ini.
Sebuah paper bag diserahkan oleh Ashraf, "Ini ada beberapa setel pakaian kerja yang bisa Nona gunakan besok. Di dalam-nya juga sudah ada dompet dengan kartu ATM yang sudah dibuat atas nama Nona dan bisa Nona gunakan untuk keperluan Nona."
Mita menatap paper bag yang menggantung di hadapannya dengan bimbang. Yang dengan mudahnya dideteksi oleh Ashraf hingga pria itu berkata, "Ini semua atas perintah Tuan Putra. Silahkan diterima."
Jika nama sang Papa sudah disebutkan, Mita tahu bahwa lagi-lagi, menolaknya hanya akan menjadi sia-sia.
"Baiklah."
"Apa ada yang bisa saya bantu lagi?"
Mita diam sejenak, tampak berpikir.
"Mungkin... jika boleh, saya ingin meminta profil perusahaan dan draft proyek-proyeknya untuk saya pelajari nanti. Saya perlu sedikit gambaran untuk besok."
"Untuk itu, akan segera saya kirimkan ke e-mail Nona. Ada lagi yang lain?"
Mita menggeleng. Sudut bibirnya melengkung, agak bergetar. Senyum canggung itu ia berikan kepada Ashraf, "Untuk saat ini, cukup itu saja. Maaf karena saya tidak bisa mengikuti semua agenda yang sudah kamu buat untuk saya hari ini."
"Tidak apa-apa. Saya dapat kabar bahwa operasi Nyonya Anggi berjalan lancar. Sudah kewajiban Nona Mita untuk menemani beliau sekarang."
Harus Mita akui dirinya sedikit terenyuh dengan betapa pengertiannya Ashraf. Hanya sedikit. Karena raut datar dan tatapan dingin pria itu jauh lebih mengganggu perasaannya.
"Terima kasih."
"Kalau begitu, saya harus kembali ke kantor, Nona. Saya permisi."
Mita pun membiarkan Ashraf pergi tanpa banyak basa-basi. Ia menatap kepergian mobil pria itu sembari membuang napas yang sejak tadi ditahannya.
Tanpa mau mengulur waktu lebih lama, Mita pun memutar langkah. Dengan membawa paper bag pemberian Ashraf, ia bergegas menuju ruang operasi yang dijadwalkan untuk sang Mama. Sudah ada Warna yang menunggu dengan raut cemas di depan sana.
"Warna," panggilnya. "Bagaimana? Operasi Mama udah selesai?"
Warna lekas berbalik, menghadap sumber suara yang memanggil dirinya. Untuk beberapa saat, ia dibuat takjub oleh perubahan penampilan Mita yang cukup membuatnya pangling.
"Kak Mita...?"
Dengan Warna yang seolah tengah memindai tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung kepala, rasanya wajar jika Mita merasa canggung. Gadis itu buru-buru mengalihkan fokus sang adik untuk menjawab pertanyaannya, "Gimana operasinya Mama, Na?"
"Dokter bilang operasinya berjalan lancar dan sekarang tinggal menjahit bekas operasinya Mama aja."
Kelegaan terhembus dari sela-sela bibir Mita. Ia sudah menjalani sesi pengumuman dirinya selaku pewaris Wara Group dan sesi perkenalan di kantor barunya ditemani gemuruh kecemasan di dalam dada. Mendengar kabar baik itu dari Warna tentu menjadi sesuatu yang berhasil meluruhkan gemuruh menyesakkan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]
RomanceKetika nominal empat miliar rupiah membuatmu mempermainkan kesakralan sebuah pernikahan. Ketika nominal empat miliar rupiah membuatmu rela kehilangan kehormatan demi mendapatkan hak yang sudah sepatutnya kamu dapatkan. Ketika nominal empat miliar ru...