Dengan berbagai kegaduhan yang sempat terjadi di baliknya, pesta untuk memperkenalkan konsep baru Dandelions Hotel berjalan dengan maksimal sampai akhir. Beruntung tak ada masalah berarti yang membuat tamu-tamu terganggu. Mita siaga di tempatnya, meski tanpa ditemani Juan yang belum juga kelihatan hingga acara selesai.
"Papa langsung pulang, ya."
"Hm, hati-hati, ya, Pah. Langsung istirahat begitu sampai," sahut Mita ketika Putra berpamitan. Bersama Bram, ia mengantar Putra sampai ke mobil yang sudah menunggu di pelataran lobby.
Melalui jendela yang terbuka, Putra memberi pesan, "Kalian berdua juga istirahat setelah ini. Terutama kamu, Bramasta. Jangan sampai luka di tanganmu jadi infeksi."
Bram membalas sekenanya. Dengan anggukan ringan sebelum akhirnya membungkuk hormat.
Mobil mewah itu kemudian melaju pergi. Mita pun sudah akan beranjak, tapi, Bram menahan tangannya.
"Kamu mau kemana?"
"Mencari Kak Juan."
Bram menggeleng, seakan tidak menyetujui tujuan Mita itu. "Kamu pulang saja. Biar saya yang cari dia."
"Tapi—"
"Kaki kamu bengkak. Bisa jadi semakin berbahaya kalau kamu tidak segera istirahat," sela Bram dengan cepat, menunjuk pergelangan kaki Mita yang semakin membiru dengan lirikan mata.
Mita mengikuti arah lirikan Bram. Pantas saja rasa nyerinya semakin menjadi.
"Kalau begitu saya akan tunggu kamu sampai kamu menemukan Kak Juan. Setelah itu, kita pulang bersama, ya," bujuknya kemudian.
Paling tidak, ia harus bertemu Juan dan memastikan pria itu baik-baik saja. Jika boleh jujur, ia merasa cukup khawatir sebab Juan juga tidak kunjung bisa dihubungi.
"Kamu pulang duluan saja."
"Saya tidak mau." Mita mempertahankan kemauannya. "Kalau kamu tetap menyuruh saya pulang, maka saya akan ikut mencari Kak Juan."
Keras kepalanya hadir di waktu yang tepat. Karena beruntungnya, Bram mau mengalah. Meski mendecak sebal terlebih dahulu.
"Tunggu di restoran saja. Saya cari dia dulu."
...
"Sar?"
"Iya, Bu?"
"Apa kamu tahu sesuatu tentang... kebakaran pabrik milik Wara Group?"
Sarah yang sedang merapikan barang-barang Mita pun menghentikan aktivitasnya. Gadis itu kelihatan berpikir keras.
"Kebakaran pabrik?" Sesaat kemudian dia menggeleng, "Saya belum pernah dengar berita itu, Bu. Yang saya tahu, pabriknya Wara Group mulai buka cabang di beberapa kota industri yang lain."
"Pak Ashraf gak pernah membicarakan tentang kebakaran atau yang berkaitan dengan itu?"
Mita hanya berpikir bahwa Ashraf tahu segalanya. Dan fakta bahwa Sarah adalah anak didikan Ashraf, membuatnya mengaitkan pria itu di dalam perbincangan mereka.
Lagi-lagi, Sarah menggeleng.
"Pak Ashraf tidak pernah membicarakan hal lain kecuali kiat-kiat menjadi sekretaris yang baik dan kompeten, Bu," guraunya, sehingga Mita tertawa kecil.
"Memangnya ada apa, Bu?" Sarah pun bertanya. Mita menatap gadis itu sejenak lantas mengulas senyum simpul.
"Bukan apa-apa, kok. Oh, iya. Tolong ambilkan tas saya di lounge, ya," pinta Mita, seraya menguap kecil. Hal itu menyebabkan Sarah balik mentertawainya. "Bu Mita sebaiknya istirahat, Bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]
RomanceKetika nominal empat miliar rupiah membuatmu mempermainkan kesakralan sebuah pernikahan. Ketika nominal empat miliar rupiah membuatmu rela kehilangan kehormatan demi mendapatkan hak yang sudah sepatutnya kamu dapatkan. Ketika nominal empat miliar ru...