Bram keluar dari kamar seraya meregangkan tubuhnya. Tidurnya cukup nyenyak semalam dan ia merasa bersyukur akan hal itu.
Aroma wangi masakan seketika menyerbu lubang hidungnya. Semilir aroma itu berasal dari ruang makan, dimana sang istri sibuk menata beberapa piring berisi masakan yang sudah matang di atas meja. Kemudian begitu selesai, gadis itu beralih pada ornamen dekorasi yang belum selesai dipasang.
Tak terpikir untuk mandi terlebih dahulu, Bram segera melipir ke sana. Menghampiri Mita tanpa menimbulkan banyak suara.
Sejujurnya, Mita takut ketinggian, bahkan untuk sekedar berdiri di atas kursi. Namun, karena tak punya banyak pilihan, ia memberanikan diri untuk naik ke atas kursi kendati kakinya tak berhenti gemetar.
"Gak, ini gak tinggi, kok, Mit," gumam Mita, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Ia memejamkan mata kuat-kuat setelah berhasil berdiri, tak sedikitpun berani untuk melirik ke bawah atau ia akan berakhir meringkuk ketakutan.
Di tangannya sudah ada tirai foil selebar 1,5 meter. Mita merentangkan benda berwarna hitam metalik tersebut sebelum akhirnya merekatkannya ke dinding.
"Oke, selesai. Sekarang balon-nya."
Dengan hati-hati, Mita berlutut untuk mengambil balon yang sudah dicicil sejak jam 3 pagi. Ia meniup balon-balon foil yang merangkai kata 'Happy B'Day Bram' itu seorang diri. Dengan bantuan sebuah sedotan, pipinya jadi terasa lebih tirus setelah meniup semua balon itu.
Mita mengambil satu persatu balon untuk disusun di atas tirai foil. Nyatanya, bolak-balik berlutut kemudian berdiri cukup menguras energi. Belum lagi ia harus menempeli balon-balon itu dengan tape sebagai perekat. Seandainya ia diberi pilihan untuk memiliki kemampuan spesial, ia jelas akan memilih kemampuan untuk memiliki banyak tangan.
Baru menyelesaikan kata 'Happy', Mita menghela napas lelah. Ia meratapi sisa balon yang masih tercecer sambil menguatkan dirinya sendiri. Baru kali ini ia bekerja begitu keras untuk menyiapkan sebuah kejutan.
Mita pun meraih balon berbentuk huruf B seraya mendesah pasrah, "Capeknya nanti dulu, ya, Mita. Kita selesain ini dulu buat suami kamu."
Kini gilirannya huruf D untuk ditempel di sana. Mita sudah akan mengambil balon itu namun ternyata balon itu sudah ada di depan matanya ketika ia menoleh.
"Eh?"
"Kenapa kamu bekerja keras sekali menyiapkan hal-hal ini?"
Mata Mita membelalak menemukan suaminya tengah menyunggingkan senyum geli. Kesimpulannya sudah pasti. Kejutannya gagal lagi.
"Kamu sudah bangun?" cicit Mita, yang kemudian mendecak ketika Bram hanya mengedikkan bahu untuk menjawab pertanyaannya.
"Ck! Kamu bangun terlalu cepat, Bram."
Bram tertawa kecil, lantas menyuruh Mita menyudahi upaya kerasnya itu, "Turunlah. Kamu bisa jatuh."
"Tapi, ini belum selesai," jawab Mita, masih dengan wajah tertekuk. Ia terlanjur bad mood. Sudah dua kali kejutannya digagalkan oleh kehadiran Bram yang di luar dugaan.
"Biar saya yang lanjutkan. Ayo, turun." Bram mengulurkan tangannya, berniat membantu Mita turun dari atas kursi.
"Kan, kamu yang ulang tahun. Masa kamu yang pasang balon-nya?"
"Memang apa masalahnya dengan itu? Memangnya orang yang sedang ulang tahun tidak boleh mendekor untuk perayaan ulang tahunnya sendiri?"
Tentu tidak. Jawaban atas pertanyaan tersebut sudah Mita ketahui namun rasanya ia enggan untuk turun dari sana sebelum menyelesaikan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]
RomanceKetika nominal empat miliar rupiah membuatmu mempermainkan kesakralan sebuah pernikahan. Ketika nominal empat miliar rupiah membuatmu rela kehilangan kehormatan demi mendapatkan hak yang sudah sepatutnya kamu dapatkan. Ketika nominal empat miliar ru...