Hari-hari berlalu. Semakin dekat menuju hari H. Namun, kedua mempelai masih harus disibukkan dengan pekerjaan masing-masing, alih-alih menyiapkan tetek bengek pernikahan.
Diikuti oleh Sarah, Mita berjalan menuju lobby. Ia ada agenda untuk meninjau progress pembaharuan Dandelions Hotel. Dan harusnya, Bram ikut serta.
Pria itu memang ada. Namun, tidak seperti biasanya, Bram tak menawarkan Mita untuk berangkat menggunakan satu mobil yang sama. Bahkan dia tidak berbicara sedikitpun pada gadis itu.
Mereka berjalan beriringan menuju teras lobby ditemani keheningan. Mita mencuri lirik ke arah pria tanpa ekspresi itu.
"Kamu sudah datang ke butik untuk fitting bajumu? Hari Minggu kamu tidak datang. Jadi, saya pikir kamu akan pergi ke sana kemarin." Mita memberanikan dirinya untuk membuka pembicaraan.
"Saya sibuk. Saya akan memakai apa yang sudah disiapkan. Tidak perlu fitting-fitting segala."
"Tapi, kamu perlu memastikan ukurannya pas untukmu."
Bram tak merespon lagi. Mita kemudian mengungkit banyaknya kiriman bunga ucapan selamat atas pernikahan mereka yang tinggal menghitung hari.
"Saya dapat banyak kiriman bunga dari jajaran pemegang saham. Mereka mengucapkan selamat."
"Lalu apa urusannya dengan saya?"
Mita mengernyit. Hari ini Bram jadi lebih ketus dan menyebalkan. "Saya hanya memberitahu."
"Saya tidak ingin tahu."
Entah apa yang menghancurkan mood Bram, tapi Mita jadi bingung sendiri.
Biasanya, pria itu akan menjaga image sebagai calon suami idaman di depan orang-orang. Kini mereka bahkan sedang diikuti oleh Sarah dan beberapa kepala divisi tapi Bram menunjukkan sikap berbeda terhadapnya.
"Cincin untuk kita juga sudah datang. Mungkin, setelah dari Dandelions Hotel kita bisa mencobanya bersama-sama," ajak Mita, berusaha untuk tak terpengaruh dengan suasana tidak mengenakan yang Bram ciptakan.
Sampai-sampai, ia memberanikan diri untuk menggandeng lengan Bram karena ia tahu baik Sarah maupun orang-orang di belakang mereka sudah melihat mereka dengan wajah tidak mengenakan. Mita berakting semaksimal mungkin.
Sayangnya, Bram justru melepaskan diri darinya secara perlahan lalu berbicara pada Rian, "Saya akan naik mobil saya sendiri. Rian, tolong antar Mita."
Usai mengabaikan ajakan Mita, pria itu beralih ke mobilnya yang sudah terparkir di belakang mobil Mita. Ia tak sedikitpun menghiraukan tatapan Mita ataupun yang lain untuknya.
'Kenapa, sih, dengan laki-laki itu?' Mita bertanya-tanya dalam hati. Perubahan sikap Bram kali ini cukup membuatnya tersentil.
...
"Sepertinya akan lebih baik kalau bannernya diletakkan di sebelah Reception Counter."
Usulan Juan itu langsung disetujui oleh Front Office Manager. Karena begitu banner itu dipindahkan, penampakan dari area untuk tamu melakukan check-in dan check-out itu jadi lebih rapih. Banner berisi promo spesial untuk bulan ini juga terlihat lebih jelas dari sebelumnya.
"Oh, iya. Bagaimana dengan GRO yang bertugas untuk Excecutive Lounge kita?"
"Sebenarnya kita sudah punya 3 orang, Pak. Untuk operasionalnya nanti, mereka akan rolling."
"Bagus. Kalau memungkinkan, adakan rolling juga untuk staff di section yang lain supaya mereka punya pengalaman lebih selain di section-nya masing-masing."
KAMU SEDANG MEMBACA
4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]
RomanceKetika nominal empat miliar rupiah membuatmu mempermainkan kesakralan sebuah pernikahan. Ketika nominal empat miliar rupiah membuatmu rela kehilangan kehormatan demi mendapatkan hak yang sudah sepatutnya kamu dapatkan. Ketika nominal empat miliar ru...