Bram baru saja menyelesaikan diskusi santai bersama beberapa pengembang yang mewakili kompetitor terkait kerjasama proyek mereka. Saat hampir masuk ke dalam lift, Bram terpaksa menghentikan langkahnya tatkala mendengar namanya diserukan.
"Bramasta."
Kerutan memenuhi kening Bram. Seingatnya ia tak ada janji dengan pria yang berdiri 10 langkah darinya itu.
"Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan anda."
Belum sempat menanyakan maksud kedatangan pria itu, namun pria itu sudah lebih dulu berbalik. Terdapat kode tak kasat mata khusus untuk Bram agar mengikuti kemana pria itu pergi.
Cukup penasaran, Bram pun mengekori. Kafetaria kantor yang sepi karena jam makan siang sudah lewat lantas menjadi titik dimana pria itu berhenti.
"Ada apa? Saya tidak punya banyak waktu."
"Duduklah dulu."
Keduanya duduk berhadapan. Ditemani kopi instan kalengan, kedua pria itu saling melempar tatapan dengan kandungan makna yang jauh berbeda.
"Sekarang saya mengerti mengapa anda seringkali mencampakkan Mita."
"Apa yang ingin kamu bicarakan, Juan?" Bram menghela napas lelah. "Lebih baik langsung to the point."
"Anda memanfaatkan Mita untuk balas dendam kepada Om Putra, kan?"
Bram dibuat terhenyak oleh dugaan Juan. Dalam diam, ia menerka atas dasar apa pria itu berbicara demikian.
Alih-alih merasa terpojokkan karena dugaan tersebut, Bram tetap bersikap santai. Ia menyilangkan kedua tangan di depan dada lalu mendengus pelan, "Apa kamu berharap saya membenarkannya?"
Sementara itu, Juan mati-matian menahan kesal yang sejak tadi mengerubungi hatinya. Masih segar di ingatannya bagaimana Mita tetap membela suami yang sudah jelas memperlakukannya dengan semena-mena.
"Dia tahu itu. Makannya dia berniat balas dendam kepada Papaku."
"Apa? Tapi... kalau dia mau balas dendam, kenapa dia menikahi kamu—"
Juan tak sanggup melanjutkan pertanyaannya. Karena jawaban yang ia butuhkan seketika muncul di dalam kepala. Bahkan ketika Mita belum memberi jawaban.
"Dia memanfaatkan kamu?" tanyanya, memastikan.
Mita diam sejenak. Ia tidak mengiyakan, tak juga mengelak dari tudingan Juan. Sikapnya memunculkan banyak multitafsir di dalam pikiran Juan.
Yang jelas Juan meyakini satu kesimpulan bahwa Mita memang dimanfaatkan dan pernikahan itu adalah batu loncatan bagi Bram untuk mempermulus jalannya menghancurkan Putra.
Setelah mengingat bagaimana Mita diperlakukan tidak baik oleh suaminya itu, Juan tak perlu bukti apapun lagi untuk mempercayai asumsinya sendiri. Pantas saja, sedari awal, ia merasa ada yang janggal. Kecurigaannya terhadap Bram nyatanya tidak salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]
RomanceKetika nominal empat miliar rupiah membuatmu mempermainkan kesakralan sebuah pernikahan. Ketika nominal empat miliar rupiah membuatmu rela kehilangan kehormatan demi mendapatkan hak yang sudah sepatutnya kamu dapatkan. Ketika nominal empat miliar ru...