Wawancara Terbuka Kandidat Sekretaris Wara Group - batch 2005
Tidak berbeda dengan pelamar lain yang duduk berjejer menunggu giliran, pria itu mengenakan jas formal yang rapi dengan tatanan rambut klimis. Adapun kacamata yang nangkring di atas tulang hidungnya tampak mengkilat.
Satu perbedaan mencolok ialah di saat semua orang tak bisa duduk dengan tenang karena terlalu gugup, pria itu justru sebaliknya. Tanpa membawa teks hafalan atau panduan wawancara yang dapat membantunya belajar, ia duduk dengan sangat nyaman di kursinya, seolah kursi itu terbuat dari bantalan paling empuk yang pernah ada.
Menatap lurus ke depan dengan ekspresi wajah datar, tak ada orang yang berani mengajaknya berbicara meski untuk obrolan ringan. Aura tak biasa yang terpancar dari dirinya membuat orang-orang hanya berani melirik tanpa niat mendekat.
"Kandidat 1009, Ashraf Emran?"
Seorang staff melongok dari dalam ruang wawancara. Panggilannya tersebut membuat pria itu bangkit dari kursinya lantas menghampiri.
"Saya."
"Baik, silahkan masuk."
Sesuai arahan, pria bernama Ashraf itu memasuki ruangan dimana ada 4 orang eksekutif yang hampir mati kebosanan. Mereka membolak-balikkan lembar CV di hadapan mereka tanpa minat. Berpikir bahwa Ashraf akan sama seperti kandidat-kandidat sebelumnya yang tidak cukup membuat mereka terkesan.
"Silahkan perkenalkan diri anda terlebih dahulu."
"Saya Ashraf, usia 27 tahun."
"Hanya itu?"
"Semua hal tentang saya tercantum di CV dengan sangat lengkap. Saya pikir kalian bisa membacanya sendiri."
Mendengar balasan Ashraf yang terkesan angkuh membuat salah seorang pewawancara membanting kertas di tangannya. Dia kelihatan sangat kesal.
"Setelah menghadapi puluhan kandidat yang tidak kompeten, sekarang kita harus menghadapi orang tidak tahu sopan santun seperti ini?"
"Saya maupun kandidat lain sudah menyiapkan CV kami. Kalau tidak dibaca, untuk apa kami disuruh bawa tadi?"
"Hey, jaga bicara anda."
Teguran itu tak mempan sama sekali untuk Ashraf. Ia terlihat biasa-biasa saja. Tak terpengaruh sama sekali.
"Seorang pewawancara juga harus bisa menghargai orang yang diwawancarainya. Terlepas bahwa anda-anda sekalian adalah orang yang berkuasa di sini sedangkan kandidat-kandidat di luar sana hanyalah orang yang luntang-lantung mengharapkan pekerjaan."
"Tidak sopan tapi pintar menggurui? Kombinasi yang cocok sekali untuk segera didiskualifikasi bahkan dari tahap awal seleksi. Menyebalkan." Pria tadi kembali tersulut. Dia mendengus sinis.
"Pak Ashraf, tolong jangan buat suasana jadi tidak kondusif."
Ashraf pun menatap pada pria yang kelihatan tidak menyukai kehadirannya dengan salah satu alis terangkat.
"Jika anda sudah bosan di sini, mengapa anda tidak mencari pengganti anda saja?" tantangnya. Pandangannya sempat jatuh pada papan nama di atas meja pria itu. "Lagipula, direktur keuangan tidak punya wewenang mengurusi proses seleksi karyawan, kan? Kecuali anda mengincar kandidat perempuan yang berpenampilan menarik."
"Hey! Kamu pikir kamu siapa bisa bicara begitu?!"
"Saya hanya mengatakan sesuai apa yang saya baca. Hak, tanggung jawab, dan wewenang dari semua posisi di perusahaan ini sudah tertera di website perusahaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]
RomanceKetika nominal empat miliar rupiah membuatmu mempermainkan kesakralan sebuah pernikahan. Ketika nominal empat miliar rupiah membuatmu rela kehilangan kehormatan demi mendapatkan hak yang sudah sepatutnya kamu dapatkan. Ketika nominal empat miliar ru...