"Mari bersulang!"
Menyusul ajakan penuh semangat dari pembawa acara, semua orang mengangkat gelas mereka masing-masing dan saling bersulang satu sama lain.
Kebahagiaan yang mengelilingi ruangan tersebut berasal dari orang-orang yang melempar tawa dan tersenyum lebar. Kamera dari fotografer yang disewa khusus acara ini pun dengan cepat mengabadikan momen tersebut.
"Kamu yang ini."
Bram mengganti wine yang hampir diteguk oleh Mita dengan segelas jus jeruk. Wanita itu mengernyit sebal, meski pada akhirnya tetap meminum pemberian sang suami.
Juan yang duduk di samping Mita terkekeh ringan melihat interaksi pasangan itu. Ia menyenggol bahu Mita lantas mengejek, "Mana ada ibu menyusui minum wine? Gak boleh sembarangan. Nanti, Pak Suami bisa marah."
"Kak Juan," desis Mita, balik menyenggol Juan hingga tawa pria itu meledak. Mita memilih untuk segera melahap daging steak di hadapannya, walau tak kejadian sebab Bram kembali mengusik dengan cara mengambil piringnya.
"Aduh, apalagi, sih, Pak Bramasta Rahardian?"
Bram menukar steak milik mita dengan sepiring steak yang dagingnya sudah dipotong-potong dan disajikan dengan saus yang tampak berbeda dari semua steak yang disajikan di meja itu. Lagi-lagi, Mita mengernyit dan mungkin akan terus cemberut kalau saja Bram tak menjelaskan.
"Ini saus lada hitam. Yang tadi saus jamur. Kalau kamu makan yang tadi, alergi kamu bisa kambuh."
Mita hanya ber-oh ria dan tak mau mengulur waktu untuk segera memakannya. Masuk ke dalam fase menyusui membuatnya jadi mudah lapar padahal belum ada satu jam sejak ia meminta khusus pada koki di pesta itu untuk membuatkannya sepiring pasta.
Bram memegangi helai rambut Mita yang turun-turun agar wanita itu tidak terganggu. Sementara satu tangannya yang lain menggoyang-goyangkan stroller agar bayi mereka bisa tetap tidur nyenyak. Alhasil, ia mengorbankan kesempatannya untuk makan demi kesejahteraan istri dan bayinya.
"Bram, sini biar Damian sama Mama. Kamu makan saja dulu."
"Tidak usah, Mah. Lagipula, Damian juga tidur," tolak Bram, pada wanita paruh baya dalam balutan gaun putih yang membuatnya tampak anggun. Sebagai sang empunya acara sekaligus ratu dalam sehari, Anggi benar-benar cantik. Kecantikannya bahkan tidak mencerminkan bahwa dirinya sudah memasuki kepala lima.
Anggi yang sudah berdiri pun kembali duduk. Karena buntut gaun-nya yang lumayan panjang, ia perlu bantuan pria di sampingnya agar bisa duduk dengan nyaman.
"Salahmu memilih gaun ini, Mas. Merepotkan," gerutu kecilnya. Pria di sampingnya yang tak lain dan tak bukan adalah Putra hanya mendecak, "Bukannya sesuatu yang cantik memang selalu merepotkan?"
"Tapi-"
"Sudahlah. Berkat gaun ini, hampir semua tamu undangan memuji kamu," sela Putra, yang ditambahkan dengan sarkas lirih, "Sudah 12 tahun berlalu, tapi kebiasannya sama saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]
RomanceKetika nominal empat miliar rupiah membuatmu mempermainkan kesakralan sebuah pernikahan. Ketika nominal empat miliar rupiah membuatmu rela kehilangan kehormatan demi mendapatkan hak yang sudah sepatutnya kamu dapatkan. Ketika nominal empat miliar ru...