:: Bab XXVIII ::

320 43 1
                                    

"Belum ada temuan lagi?"

Di tengah keramaian pesta, Cheline berbisik pada pria di sampingnya. Sembari memperhatikan keharmonisan sang suami bersama mantan istri serta anak-anak mereka di pelaminan sana. Tatapannya dipenuhi iri dan dengki.

"Belum, Nyonya. Tapi, saya bisa pastikan bahwa Bramasta berbohong. Valerie Yunita itu memang kekasihnya dan merupakan pemimpin massa buruh pada tragedi kebakaran pabrik 12 tahun yang lalu. Dia pasti punya alasan kenapa dia tidak mengakuinya."

"Suami saya sudah tahu?"

"Sepertinya... belum, Nyonya. Pak Ashraf hanya mendapatkan riwayat hidup personalnya saja. Terkait dengan keluarga atau hubungan Bramasta dengan orang lain, sepertinya tidak berhasil dia dapatkan."

"Lalu, bagaimana dengan isi surat perjanjian itu? Kamu menemukan sesuatu?"

"Itu adalah surat perjanjian yang dibuat Tuan Putra agar Nona Mita dan Bramasta mau mengikuti skenarionya demi memenuhi tuntutan pemegang saham yang meminta adanya pengangkatan pewaris perusahaan. Dalam perjanjian itu, Nona Mita harus bersedia diangkat jadi pewaris perusahaan dan bersedia memberikan keturunan untuk menjadi pewaris perusahaan setelahnya. Kalau Nona Mita bisa mewujudkannya, maka dia akan mendapatkan harta warisannya. Sejumlah aset dan properti dan kepemilikan saham atas Wara Group yang bernilai kurang lebih 4 milyar."

Cheline tak mampu menahan dirinya untuk tak mengernyit. Dirinya kesulitan untuk mempercayai penjelasan yang satu itu.

"Apa kamu bilang? Mita dituntut untuk melahirkan pewaris perusahaan selanjutnya?"

Pria di sampingnya mengangguk mantap, "Betul, Nyonya. Maka dari itu, Tuan Putra sengaja menikahkan Nona Mita dengan Bramasta. Adapun imbalan yang bisa Bramasta dapatkan jika dia mau mengikuti perintah Tuan Putra, Tuan Putra akan membagikan 4 miliar sebagai kompensasi untuk masing-masing korban tragedi kebakaran itu. Salah satu korbannya adalah kekasihnya Bramasta, Valerie."

"Sebentar." Cheline menyela, nampak frustasi. "Lantas, kalau mereka berdua bisa memberikan keturunan sebagai pewaris perusahaan selanjutnya maka...—"

Pria itu menyambar, terdengar pasrah, "Ada kemungkinan Nyonya Cheline tak akan mendapatkan sedikitpun saham atau kesempatan sebagai pewaris perusahaan karena peraturan yang ada mengatakan bahwa yang berhak menjadi pewaris perusahaan hanyalah anak ataupun cucu darah daging Tuan Putra sendiri."

Suhu tubuh Cheline meningkat. Gejolak emosinya memaksa untuk meledak. Namun Cheline tentu tak bisa melakukannya di tengah-tengah kebahagiaan yang melingkupi pesta.

Wanita itu mengepalkan tangannya dengan sangat erat. Hingga memerah. Raut kekesalannya tercetak jelas. Terlebih ketika ia melihat bagaimana senyum lebar sang suami di sesi foto keluarga bersama mantan istrinya di depan sana.

Cheline terancam disingkirkan jika benar Putra merencanakan hal tersebut. Dan tentu saja ia tak terima.

Ia merelakan harga dirinya untuk menikah dengan Putra bukan sekadar sebagai pendamping di masa tua pria itu. Atau lebih parahnya sebagai 'pengasuh'.

Tujuan Cheline tidak sesederhana itu. Ia butuh uang dan kekuasaan. Dan harusnya Putra bisa memberikan kekuasaan sebagai pewaris perusahaan terhadapnya selaku istri sah. Bukannya malah kembali ke keluarganya yang dulu, yang sudah susah payah Cheline singkirkan.

Ia jadi mengerti mengapa sedari awal Putra tak melibatkannya dalam memutuskan Mita sebagai pewaris perusahaan. Kini semua menjadi jelas. Cheline jadi tahu bahwa ia tidak bisa tinggal diam.

Tidak hanya Putra yang bisa menyusun rencana untuk menyingkirkannya. Tapi, Cheline juga akan membuat rencana paling epik. Bukan sekadar rencana untuk mengambil alih perhatian Putra. Namun rencana agar ia bisa memiliki hak atas seluruh harta dan kekuasaan pria itu.

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang