:: Bab II ::

1K 70 1
                                    

Kepadatan di ruas jalan utama itu dibelah oleh sebuah motor yang melaju kencang. Bagaikan pembalap profesional, pengemudi motor tersebut mampu menyalip meski di celah terkecil sekalipun.

Tidak gentar dirinya walau para pengguna jalan lain menekan klakson untuk memperingatinya jika masih sayang dengan nyawa. Yang ada, ia justru menarik tuas gas semakin kencang sampai knalpot motornya mengeluarkan asap.

Setelah menempuh perjalanan yang bisa dibilang kilat, motor itu memasuki sebuah area perumahan elit nan megah. Dengan dalih paket yang ia bawa, pengemudi motor tersebut mendapat izin dari pengawal yang berjaga di pos depan. Lantas, tuas rem ditariknya begitu rumah megah bak istana dengan pagar putih berada tepat di hadapannya.

Ada beberapa pria berseragam jas dan kemeja putih bersiaga di depan gerbang. Mereka mengenakan walkie talkie untuk saling berkomunikasi dengan rekan yang bertugas di dalam rumah. Pandangan tajam penuh waspada tersapu ke berbagai arah. Memastikan tidak ada penyusup atau mara bahaya yang mengancam. Sebuah bentuk pengabdian terhadap tugas yang mereka emban.

Pengemudi motor itu pun turun dari motornya, dan membawa sebuah kotak yang terikat di jok penumpang. Tanpa melepaskan helm, ia mendekati gerbang. Yang otomatis mendapat pencegahan dari para pria yang biasa disebut ‘pengawal’ atau bodyguard tersebut.

“Ada perlu apa?” tanya salah seorang pengawal, seraya menilik pengemudi motor itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. “Tolong lepas helm-nya.”

“Saya cuma mau mengantar paket.” Kotak yang ada di tangannya diulurkan kepada pria di hadapannya.

“Akan saya periksa dulu.”

Eits, tunggu.” Pengemudi pembawa paket itu menarik tangannya. “Kalau paket ini rusak sebelum diterima sama penerima aslinya, bisa-bisa perusahaan jasa pengiriman saya yang dikomplain.”

“Kalau begitu, apa isi paket ini?”

“Saya juga gak tahu. Saya cuma kurir.”

“Bukannya kurir juga harus tahu barang apa saja yang harus dia antar?”

“Isi paket adalah privasi konsumen. Sebagai seorang kurir, saya gak bisa mengetahui privasi orang sembarangan. Apalagi konsumen perusahaan kami.”

“Saya baru tahu ada peraturan seperti itu.”

“Saya juga baru tahu ada orang sebawel anda.” Pengemudi tersebut berkata tanpa takut. “Kalaupun menurut anda isi paket ini berbahaya, saya bisa bawa paket ini kembali ke kantor. Dan saya cukup bilang ke pengirimnya kalau paket ini gak diterima. Tapi, coba lihat ini.”

Kotak paket tersebut pun diangkatnya tinggi. Ia menunjuk sebuah tanda dan logo perusahaan yang tertera di bagian atas kotak.

Urgent. Itu berarti, paketnya penting. Terus ini. Angkasa Air Corporation, dengan nama pengirim Elang Angkasa. Jabatan, Presiden Direktur. Note, sampaikan langsung ke Putra Adiswara, tanpa cacat dan tanpa kekurangan suatu apapun. Jadi, apa menurut anda paket ini bakal berbahaya? Apa nama pengirim di sini gak cukup meyakinkan kalau paket ini gak berbahaya?”

Pengawal tersebut memicing. Gengsinya yang tinggi mencegahnya untuk membenarkan atau menyalahkan pertanyaan itu.
Tidak lama setelahnya, ia mendengus pelan, “Paketnya bisa dititip di saya. Saya yang akan menyampaikannya ke dalam.”

“Silahkan tanda tangan di sini.” Kotak diambil, pengemudi pengantar paket itu lalu menyerahkan sebuah nota untuk ditandatangani. Namun, bisa dibilang bahwa pengawal berwajah ketus tersebut hanya mencoret satu garis di sana, ketimbang menandatangani sebuah bukti penerimaan barang.

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang