Rapat selesai dan satu persatu peserta keluar dari ruangan. Bisik-bisik ramai mengudara seiring dengan keputusan yang sudah disahkan. Beberapa dari mereka masih tidak percaya, sebagian lainnya hanya mengedikan bahu dan terima-terima saja.
Sedangkan beberapa orang yang tersisa kini menyalami Cheline, memberi ucapan selamat. Mereka adalah pemegang saham utama dan mereka terlihat bangga atas pencapaian wanita itu.
"Kami senang Bu Cheline mendapatkan posisi ini. Karena, mau bagaimanapun, Bu Cheline jauh lebih cocok untuk posisi ini, atau bahkan... posisi yang lebih tinggi."
Mita yang belum beranjak dari kursinya tentu saja mendengar percakapan mereka. Ia tak bodoh untuk tidak menyadari bahwa ia adalah sasaran empuk untuk dilempari sindiran panas.
"Jangan begitu, Pak. Putri tiri saya jauh lebih berbakat dari saya. Dia punya potensi. Dia pasti bisa mengembangkan perusahaan ini selagi Papanya tidak bisa mengurus di sini."
Cheline mengelak pujian-pujian yang disematkan kepadanya. Ia tertawa ringan, bahkan berlagak bersahabat dengan cara merangkul bahu Mita.
Mita masih diam, setidaknya hingga para pemegang saham itu keluar dari ruangan. Ketika di ruangan itu hanya tersisa ia, Cheline, Ashraf, dan juga Bram, barulah ia menyingkirkan tangan wanita itu dari bahunya. Sebuah tatapan tajam ia persembahkan untuk wanita tersebut.
Cheline yang melihat sikap Mita justru terkekeh. Di matanya, Mita lebih seperti anak kecil yang merajuk karena baru dibanding-bandingkan dengan teman sebayanya yang jauh lebih pintar.
"Mari bekerjasama dengan baik, putriku," ledek Cheline, mengulurkan tangan untuk berjabat. Padahal ia sudah tahu bahwa Mita tak akan pernah menyambut uluran tangannya itu.
"Anda memanfaatkan situasi ini dengan baik ternyata."
Mita tak merasa takut. Sindirannya secara terang-terangan tertuju kepada Cheline.
"Apa tangisan anda yang semalam itu palsu?"
"Apa yang kamu bicarakan, sih, Sasmita? Kamu tidak terima kalau saya bergabung dengan perusahaan?"
Mita mengambil satu langkah mendekat. Dengan tatapan setajam itu, ia yakin ia bisa membelah bola mata Cheline. Namun, alih-alih tertekan, wanita itu terlihat sangat tenang. Bahkan berani menyunggingkan seringai balasan.
"Setelah Papa sadar nanti, saya pastikan anda membayar pengkhianatan anda ini dengan air mata."
"Sasmita, kenapa kamu bicara begitu? Saya tidak melakukan apapun, kok. Saya hanya mengikuti isi surat penunjukkan suami saya. Kamu pikir saya punya kuasa untuk menolaknya?"
"Anda pikir saya dungu?" balas Mita dengan sengit. "Saya tahu, ada sesuatu yang anda lakukan untuk bisa menduduki posisi itu—"
"—Ah, tidak." Mita mengoreksi dengan cepat. Kini, pandangannya beralih pada Ashraf yang begitu teguh dengan wajah datarnya. Seolah tidak merasa bersalah.
"Saya tahu, ada sesuatu yang kalian lakukan supaya kalian bisa mendapatkan apa yang kalian inginkan."
Sengaja, Mita memberikan penekanan pada kata 'kalian'. Kata itu jelas merujuk pada Cheline dan Ashraf yang tak ragu menunjukkan kepada semua orang bahwa mereka memang bekerjasama.
"Kalau begitu, buktikanlah," tantang Cheline kemudian. Seperti Mita, ia mengambil satu langkah maju untuk mendekat pada gadis itu. Kedua tangannya bersilang di depan dada, membuatnya kelihatan angkuh.
"Buktikan kata-katamu itu, kalau kamu memang ingin mendepak saya dari perusahaan."
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Cheline melenggang pergi. Ashraf pun mengekori kepergiannya seolah-olah pria itu berdedikasi kepada Cheline.
KAMU SEDANG MEMBACA
4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]
RomanceKetika nominal empat miliar rupiah membuatmu mempermainkan kesakralan sebuah pernikahan. Ketika nominal empat miliar rupiah membuatmu rela kehilangan kehormatan demi mendapatkan hak yang sudah sepatutnya kamu dapatkan. Ketika nominal empat miliar ru...