"Kenapa... kamu begitu penasaran dengan kejadian itu?"
Juan bertanya balik. Ia tidak hanya berusaha mengulur waktu. Tapi, ia perlu tahu atas alasan apa Mita menanyakan hal tersebut sejak kemarin.
Ditembak pertanyaan itu, Mita menghela napas panjang. Juan tampak gigih untuk menutup mulut terkait kejadian kebakaran itu.
"Aku cuma merasa aku perlu tahu," balas Mita sekenanya. Tentu saja, jawaban itu tak akan bisa meyakinkan Juan untuk mau bercerita.
Tapi, di luar dugaan, Juan justru membuang gusar melalui hempasan napasnya yang berat. Ia lantas berujar, "Aku ada di sana, beberapa jam sebelum kejadian itu terjadi."
Mita menyalakan mode seriusnya, mendengarkan cerita Juan dengan seksama.
Diratapinya raut wajah Juan. Bagaimana garis kerutan di tiap titik wajah pria itu begitu ketara, menyiratkan ketakutan bercampur cemas yang membabi buta.
Rasa kasihan mendorong Mita untuk meraih tangan gemetar pria itu. Mengalirkan sedikit kekuatan agar Juan bisa lebih tenang.
"Aku tidak tahu secara rinci apa masalahnya, tapi yang jelas, pabrik itu sengaja dibakar untuk proyek pembangunan jalan tol dan rest area yang ditangani oleh Wara Constructions."
"Sengaja...?" ulang Mita, berpikir bahwa telinganya bermasalah dan ia salah dengar. Sayangnya, Juan mematahkan asumsinya itu dengan anggukan pelan. "Kata Papaku, Om Putra... yang merencanakannya."
Juan kemudian menambahkan. Suaranya lirih dan bergetar, "Kejadian itu menyebabkan semua buruh yang sedang melakukan unjuk rasa di sana, meninggal di tempat. Total korbannya 67 orang."
Jantung Mita seperti dicabut paksa lalu dihempas ke tanah. Bibirnya merapat. Ia tak mampu berkata-kata dan hanya mampu merasakan sensasi pedih yang menyerang ulu hatinya.
"Dan setelah mengorbankan banyak nyawa seperti itu, kawasan itu justru terbengkalai sekarang. Ditinggalkan begitu saja setelah rute proyeknya dialihkan ke rute yang lain yang lebih strategis." Juan tersenyum miris.
Seperti ada batu yang tersangkut di tenggorokannya, Juan tak mampu untuk sekedar menelan salivanya. Setiap kata yang hendak keluar seperti dihadang oleh ketakutan tiap kali mengingat apa yang ia ketahui tentang kejadian itu.
"Aku berani jamin bahwa itu bukan kejadian kebakaran biasa, Mit. Seperti yang Papaku bilang, semuanya sudah direncanakan oleh Om Putra."
Mita yang belum bisa mencerna informasi mengejutkan itu kini dipaksa menyiapkan diri untuk informasi lain yang mungkin lebih mengerikan. Diselimuti keraguan, ia menatap Juan lekat dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Beberapa jam sebelum kejadian itu, Papaku dan Om Putra membicarakan buruh yang mengadukan manajemen pabrik dan Wara Group kepada polisi dan dinas pajak terkait kecurangan pembayaran pajak, eksploitasi terhadap pekerja, dan upah yang gak kunjung dibayar selama hampir setengah tahun.
Saat itu, aku menunggu di luar dan gak sengaja mendengar Om Putra menelfon seseorang bahwa dia akan datang menemui buruh yang sedang melakukan mogok kerja dan unjuk rasa di pabrik. Dia menyuruh orang yang ditelfon untuk menyiapkan 'sesuatu'."
Juan menarik napas panjang, sebelum akhirnya melanjutkan, "Aku awalnya gak mengerti apa maksud 'sesuatu' yang disiapkan Om Putra. Tapi, kemudian aku melihatnya."
Secara tanpa sadar, Mita meremas tangan Juan. Mendesak pria itu untuk segera melanjutkan ceritanya, kendati ia tahu Juan sedang berusaha mengontrol ketakutannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]
RomanceKetika nominal empat miliar rupiah membuatmu mempermainkan kesakralan sebuah pernikahan. Ketika nominal empat miliar rupiah membuatmu rela kehilangan kehormatan demi mendapatkan hak yang sudah sepatutnya kamu dapatkan. Ketika nominal empat miliar ru...