:: Bab XXXII ::

336 41 2
                                    

Mita keluar dari persembunyiannya, dan tak menemukan Bram di kamar. Kemana perginya pria itu, ia tak memiliki petunjuk. Padahal mereka harus sarapan sebelum memulai hari meski tidak akan melakukan apapun.

Dengan sabar, Mita menunggu nada tunggu di ponselnya berubah menjadi suara Bram. Cukup lama hingga akhirnya panggilan itu diangkat.

"Kamu kemana?"

"Ada urusan di luar."

"Oh... masih lama? Kamu belum sarapan—"

"Saya sarapan di luar. Kamu sarapan sendiri saja."

Secara sepihak, Bram mengakhiri sambungan. Membuat Mita menghembuskan napasnya dengan berat. Menurunkan ponsel dari daun telinga sekaligus menurunkan harapannya.

...

Alih-alih sarapan di restoran hotel tempatnya menginap, Mita memilih restoran pinggir jalan. Meski begitu, cita rasa makanannya tak kalah dengan restoran fancy bintang 5. Belum lagi Mita mendapatkan spot yang cantik dimana ia bisa menikmati pemandangan bangunan-bangunan bersejarah di sisi tebing yang punya nilai estetiknya sendiri.

Di depannya, laptop menjadi teman makan. Seraya menyantap pasta pesanannya, ia mendengarkan penjelasan Sarah terkait beberapa pekerjaannya yang jadi terbengkalai karena pesta pernikahan.

"Saya di sini cuma 2 hari. Lusa sudah kembali ke kantor. Jadi, nanti kamu siapkan saja berkas-berkas yang perlu saya cek di meja saya, ya. Kalau ada dokumen yang urgent, kirim saja ke e-mail saya."

"Baik, Bu Mita. Oh, iya, Bu. Apa Ibu tahu kemarin sempat ada berita ramai tentang Wara Construction?"

Mita mengerutkan kening. Cukup penasaran tapi tidak menunjukkannya secara terang-terangan. "Ada apa dengan Wara Construction?"

"Kemarin, ada artikel yang mengunggah video pengakuan mantan karyawan Wara Group tentang proyek yang dimanipulasi oleh Wara Construction. 'Proyek Jalan Tikus' namanya dan katanya proyek itu dimanipulasi atas permintaan Pak Putra Adiswara."

Tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, Mita sampai menghentikan kegiatan sarapannya. Menyingkirkan piring itu dan menarik laptopnya lebih dekat. "Apa? Proyek apa itu?"

"Dari yang saya baca, itu proyek pemerintah yang tendernya dimenangkan oleh Wara Construction tapi Wara Construction justru menjual lahan proyek itu untuk dibangun proyek yang berbeda. Hasil penjualannya mencapai 10x lipat dari nilai asli tender itu sendiri. Dan dalam proses ambil alih lahan itu, Pak Putra melibatkan mafia tanah dan melanggar beberapa ketentuan yang semestinya."

"Lalu setelahnya bagaimana?" tanya Mita lagi, seraya meraih ponselnya. Ia mencari di kolom pencarian berita tersebut, tapi ia tidak bisa menemukan seperti yang Sarah bilang. "Kamu yakin, Sar? Ini saya cari tapi gak nemu."

"Nah, itu dia, Bu, masalahnya. Artikel itu diterbitkan sekitar jam 1 malam. Paginya, pas saya mau buka lagi jam 5, sudah gak ada. Menghilang gitu aja, gak ada jejaknya sama sekali."

Kerutan di kening Mita semakin dalam. Siapapun yang mendengarnya pasti akan spontan berpikiran aneh. Salah satunya adalah dirinya.

"Sebenarnya, di kantor juga banyak yang membicarakan artikel itu. Tapi, ya, karena artikelnya sudah hilang dan videonya gak bisa diakses, jadi kabar itu dianggap angin lalu saja."

Mita hendak menanggapi. Namun, telfon dari sang Papa membuat Mita mengurungkan niatnya. Dengan segera ia menyudahi sesi online meeting-nya dengan Sarah dan mengangkat telfon tersebut.

"Halo, Pah?"

"Hai, Mita. Bagaimana? Santorini menyenangkan, bukan?"

"Iya, Pah." Masih kepikiran dengan berita yang disampaikan Sarah, Mita tak berminat untuk bercerita panjang lebar. Secara to the point, ia menyampaikan rasa penasarannya. "Pah, Mita dengar, kemarin sempat ada berita tersebar tentang proyek bermasalah di Wara Construction. Apa itu benar?"

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang