-19-

41 4 1
                                    


Jungkook memeluk Yebin dari belakang, menciumi leher gadis cantik yang berada dalam dekapannya itu, membuat Yebin terkekeh kecil sambil menikmati setiap sentuhan. "Jungkook, aku sedang memegang pisau, ini berbahaya." Yebin berkata, sambil memotong bahan-bahan untuk menyiapkan makan malam yang sudah mereka rencanakan sejak lama.

"I love your scent," Jungkook mengendus leher Yebin dari belakang, tidak mau melepaskan Yebin.

"Jungkook, aku serius."

Jungkook menghela nafas kesal sebelum melepaskan Yebin, dan duduk di kursi di sisi meja makan yang sudah ditata rapi oleh Yebin. Yebin menoleh kebelakang mendapati Jungkook menatapnya dengan wajah masam, "Hey," Yebin menaikan alisnya sebelah, menatap Jungkook dengan tatapan tidak percaya, "Kau cemberut? itu tidak cocok dengan penampilanmu." Yebin berkata dengan sinis, seperti biasanya.

"Hey!" Jungkook semakin cemberut, namun Yebin sudah memalingkan wajahnya, tersenyum karena sebenarnya menurutnya Jungkook sangat imut ketika cemberut. "Itu tidak sopan, kau tahu?" Jungkook melipat lengannya didepan dada.

"Jeez, stop pouting. aku tidak ingin merusak makan malam kita, dan juga aku sedang memotong sosis, bagaimana jika sosis lain yang terpotong jika kau terus mengendusku?"

Suara tawa Jungkook pecah mengisi ruangan karena mendengar lelucon spontan Yebin, membuat Yebin ikut tertawa, "Bagaimana bisa kau terfikir lelucon seperti itu disaat aku sedang mencoba marah padamu?" Jungkook berkata di sela-sela suara tawanya. Yebin tertawa dan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Setelah makan malam, Yebin dan Jungkook memutuskan untuk menghabiskan malam didepan tv dengan sebotol wine, menikmati malam dengan deep talk tentang apapun yang ingin mereka bicarakan kecuali pembicaraan tentang pekerjaan dan keluarga.

"Hey," Jungkook menatap gadis cantik yang sedang meneguk wine disampingnya itu, Yebin menaikan alisnya sambil memposisikan dirinya dengan nyaman di sofa empuk favoritnya itu, milik Jungkook tentu saja. "Kau sering menginap disini belakangan ini, apa ada masalah dengan Taehyung?" Jungkook lagi-lagi tidak bisa menahan dirinya untuk bertanya apapun yang menjadi pertanyaan dikepalanya.

Yebin memberikan ekspresi bosan menanggapi pertanyaan Jungkook. "Bukankah kita sudah sepakat tidak membicarakan pekerjaan dan keluarga malam ini?"

"Tapi sudah satu bulan lebih kau seperti ini," Jungkook memberikan argumennya, meraih tangan Yebin lalu mengelusnya, "Aku senang kau jadi lebih sering kesini, aku senang jika kau merasa nyaman disini. Tapi aku tidak bisa berpura-pura tidak menyadari bahwa kau menghindari Taehyung." Jungkook menatap Yebin dalam-dalam. Yebin hanya diam menatap Jungkook, tidak tahu harus menanggapi apa, karena dari semua orang, Jungkook adalah orang yang tidak ingin ia beri tahu tentang masalahnya dengan Taehyung.

Berdebat dengan dirinya sendiri perihal apakah keputusan yang baik untuk menceritakan hal ini kepada Jungkook, atau sebaliknya. Sejak ciuman pertama mereka, Yebin dapat melihat bagaimana posesif nya Jungkook terhadap dirinya, meski terkadang ia merasa Jungkook berusaha menekan dan terkesan menyembunykan sifat posesifnya itu. Drama adalah hal terakhir yang diinginkan Yebin saat ini. "Bukan masalah besar," Yebin akhirnya berkata, tersenyum kearah Jungkook, walau Jungkook terlihat ragu-ragu untuk mempercayai ucapan Yebin, Yebin terus tersenyum meyakinkannya, "Aku berencana pindah dari rumahku, secepatnya."

"Well, aku tidak keberatan tinggal bersama."

Yebin tertawa mendengar ucapan Jungkook, "Silly," Yebin tersenyum meledeknya, "Aku membeli penthouse tidak jauh dari kantorku, aku sudah lama berencana untuk pindah kesana."

Jungkook menatap Yebin datar, sedikit kecewa karena ternyata Yebin tidak berniat tinggal bersamanya, "Aku akui bahwa aku sedikit kecewa, tapi baiklah apapun itu asal kau bahagia, aku mendukungmu." Jungkook menaikan bahunya, meraih gelas wine di meja lalu meneguknya.

Yebin memandangi Jungkook dari samping, bertanya-tanya apa yang sebenarnya ada di fikiran Jungkook, mengapa Jungkook semudah itu menerimanya dirumah pribadinya. Awal ketika ia mulai sering berkunjung kerumah Jungkook, beberapa kali ia bertemu dengan Yoongi, dan mendengar bahwa Jungkook tidak pernah membawa siapapun kecuali Yoongi dan Jeremy kerumahnya. Bahkan ayahnya dan Namjoon tidak pernah berkunjung kerumah ini, dan Jungkook tidak akan pernah memperbolehkan mereka datang. Walaupun sedikit aneh menurut Yebin, karena Jungkook yang ia tahu mendapat semua kemewahan ini dari uang Jeon Group.

"Jungkook, what are we?"

Jungkook berhenti meneguk wine ditangannya, menoleh kearah Yebin, ini adalah pertanyaan yang ia takutkan. Sejujurnya Jungkook sendiri sampai saat ini masih tidak yakin dengan perasaannya kepada Yebin, bersikeras menyangkal bahwa ia memiliki perasaan yang sebenarnya kepada wanita yang ada dihadapannya itu. Berusaha terus meyakinkan dirinya sendiri, dan Yoongi, bahwa semua ini ia lakukan hanya karena ia sedang bosan.

Melihat Jungkook hanya diam menatapnya, didalam hati Yebin sedikit kecewa dan sedih karena Jungkook tidak bisa dan tidak pernah menegaskan tentang hubungan mereka. "Kita sering menghabiskan waktu bersama, kau bahkan menciumku, memelukku, mengelus rambutku, menenangkanku, aku bahkan tidur dirumahmu, dikamarmu, disebelahmu."

Lagi-lagi Jungkook tertegun mendengar Yebin membicarakan hal yang selalu ingin ia hindari untuk dibicarakan, "Yebin, aku-" Jungkook tidak bisa menyelesaikan apa yang ingin ia katakan. Yebin menunggu dan masih terus berharap Jungkook merasakan apa yang ia rasakan, walau ia tidak bisa menamai apa perasaan yang ia rasakan terhadap Jungkook, tapi Yebin tahu apa yang ia inginkan. Jungkook adalah rumah, baginya. Memberinya kenyamanan, keamanan setiap kali berada disisi lelaki itu.

"Jungkook?" Yebin masih terus berharap Jungkook mengatakan apa yang ingin ia dengar.

Jungkook mengerjapkan matanya, lalu tertawa canggung, membuat Yebin menatapnya bingung. "I think that's enough wine for you, kau sudah terdengar seperti orang mabuk. " Jungkook berkata, hanya itu yang dapat keluar dari mulutnya, sambil memaki dirinya sendiri didalam hati, Jungkook mengambil gelas wine ditangan Yebin yang memicingkan mata kearah Jungkook. Jungkook tidak menanggapi tatapan Yebin yang tampak terluka dan sangat kesal terhadapnya, dan meletakan gelas di meja.

"Kau serius? Apakah sesusah itu menjawab pertanyaan itu untukku? Kalau begitu aku akan mengubah pertanyaannya," Yebin berkata, kekecewaan dan kemarahan mengambil alih dirinya, "Apa artinya aku untukmu, Jeon Jungkook? atau apakah aku bahkan pernah berarti sesuatu untukmu?" Yebin bertanya dengan nada bicara yang terdengar sangat pilu, bahkan untuk Jungkook.

"Tentu saja kau sangat berarti untukku, Kim Yebin," Jungkook menatap Yebin, berusaha mengambil tangan Yebin namun Yebin menepisnya, menatap Jungkook dengan tatapan yang membuat hati Jungkook perih, "Yebin, maafkan aku-"

Yebin berdiri, menghentikan ucapan Jungkook. Entah apa yang akan Jungkook katakan selanjutnya atau entah untuk apa ia meminta maaf, Yebin tidak ingin mendengarnya. Air mata menggenang di matanya, tidak dapat ia tahan lagi. Yebin bergerak cepat mengambil barang-barangnya yang tersebar di ruangan itu, diikuti Jungkook yang terus berusaha membuatnya berhenti dan mendengarkan apapun itu yang ingin Jungkook katakan, tapi Yebin tidak mendengarkan Jungkook sedikitpun, air mata terus mengalir di pipinya, bodoh, aku tidak tahu sesuatu bisa terasa semenyakitkan ini, Yebin berkata didalam hati.

Jungkook masih terus berusaha mencegah Yebin pergi dari rumahnya, namun Yebin terus menepisnya dan bersikeras meninggalkan rumah Jungkook. "Yebin, tolong dengarkan aku-" Jungkook menarik tangan Yebin dengan agak keras, namun Yebin balas menepisnya dengan keras, menoleh kearahnya dan menatapnya dangan tatapan kosong kali ini, membuat Jungkook terdiam.

"Stop it, Jungkook. Ku mohon, let me go!," Yebin berkata, suaranya terdengar bergetar namun sangat tegas. Yebin menarik nafas dalam sebelum menyampaikan hal yang ingin ia sampaikan untuk terakhir kalinya kepada Jungkook. "Tapi aku ingin kau tahu, walau mungkin kau hanya berbohong mengatakan aku sangat berarti untukmu, namun jika kau bertanya padaku, apa artinya dirimu untukku," Yebin mengelap air mata di pipinya dengan punggung tangan, berusaha menenangkan dirinya dan menghentikan air matanya, "You
are the home that I've never had."

Tacenda - j.jkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang