Di perjalanan menuju café yang sudah di kirimkan alamatnya oleh Liza, perasaan Rey menjadi sedikit ragu. Dia takut keputusan yang dia ambil sekarang hanya akan menjadi kesalahan di kedepannya. Menikah? Tanpa perasaan? Dan di lakukan dalam waktu yang cepat? Akankah kedepannya akan baik?
Rey menatap kepada Cello yang sedang focus menyetir.
"Bagi lo pernikahan itu apa sih, Cell?" tanyanya.
"Hn?"
"Pernikahan?"
"Iya."
"Bagi gua, pernikahan atau menikah itu adalah hal yang terpenting dalam hidup gua. Saking pentingnya, gua harus merasakan dulu sebelum ngambil keputusan itu."
"Maksudnya?" tanya Rey sedikit kebingungan.
"Gini, yang gua maksud merasakan itu, ya kayak gua merasa finansial gua udah cukup belum, bekal pemngetahuan gua udah cukup belum, hati gua udah yakin belum sama dia misalnya, gua udah nyaman belum. Nyamannya tu yang bukan sekedar nyaman. Kayak gua kalau sama dia gua itu jadir diri gua sendiri. Bener-bener jadi diri gua sendiri, Rey. Biar apa?"
"Biar nggak ada rahasia diantara kita. Nggak ada yang harus kita tutup-tutupin. Karena itu Cuma bikin gua nggak nyaman sendiri nantinya."
"Kita itu cowok, Rey. Pemimpin. Imam. Kita ngebawa anak orang loh. Mau nggak mau kita harus jadi pengganti orang tuanya kan? Ngejaga, ngebimbing, dan untuk hal-hal itu gua butuh waktu yang lama kalau semua hal itu gua merasa gua udah cukup. Gua udah yakin," jelas Cello secara detail.
"Cih! Dugem mulu sok-sokan mau jadi imam," gerutu Rey.
"Justru itu. Gua belum siap kan berarti?"
"Ya kalau lo udah siap, gua juga belum siap dong berarti?"
"Gua kan,, yaa.. hampir sama lah kayak lo," sambung Rey.
"Najis, nggak punya prinsip!"
"Itu Namanya bukan nggak punya prinsip, Cell. Itu Namanya menyamakan kedudukan kita sebagai cowok. Walaupun gua nggak sesering elo, tapi kan kalau stress cocok banget tempat itu," jelas Rey.
Cello terkekeh mendengar alasan yang di keluarkan oleh teman sekaligus bosnya itu. Dari dulu Cello menjadi tempat keluh kesah Rey, banyak hal yang Cello ketahui tentang laki-laki itu.
"Jadi lo ragu nih?" tebak Cello tepat.
"Iya."
"EH NGGAK, ENGGAK!" ujar Rey dengan cepat langsung melarat ucapannya.
"Gua mau hidup gua tenang, Cell. Gila, gua nunda-nunda menikah sama dengan mengantar diri gua pada kematian," lanjutnya.
Cello tertawa dengan kepalanya yang menggeleng. Laki-laki itu menarik napasnya dalam, "semoga hari ini lo langsung dapet yang cocok sama lo, ya. Biar gua nggak kebawa berita miring tentang lo itu."
"Oke, fine!"
Tak terasa, mereka sudah sampai di café tersebut. Cello turun lebih dulu dan memantau keadaan sekitar. Saat dirasa sudah aman, barulah giliran Rey yang turun dan langsung berjalan masuk ke dalam café.
Di dalam sana, ketika Rey masuk ke dalam café tersebut, beberapa pengunjung berbisik membicarakan berita miring tentang pewaris tunggal Ardagatra itu. Rey yang merasa jujur cukup tersindir. Apalagi saat ada yang mengatakan kalau Cello adalah partner gay nya.
Cello mencari keberadaan wanita yang sama persis seperti foto yang di berikan oleh Liza, namun anehnya, tidak ada satupun wanita yang mirip dengan foto tersebut.
"Perasaan alamat café nya udah bener," ujar Cello pada dirinya sendiri.
Rey menghampiri laki-laki itu, "kenapa?" tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY ALL [SHEIYYA-REY] | TAMAT
Dla nastolatkówGenre: Romance * * * * * Sheiyya--seorang mahasiswa yang terjebak dalam pernikahan kontrak dengan seorang pengusaha kaya raya, Reyoule Ardagatra. Tidak ada cinta diantara mereka dipernikahan tersebut. Berbagai macam ide cemerlang yang dilakukan oleh...