KETAKUTAN

529 41 1
                                    

Pagi harinya.

"Bu."

"Ada apa, Nduk? Anak perempuan kok bangunnya siang?"

Sukesih terlihat sudah selesai dengan nasi adang, terbukti masih terlihat mengepul nasi yang ada di dalam wadah.

"Capek sekali rasanya badanku. Sedangkan siang ini aku harus kembali latihan buat tanggapan." Laras menggeliat.

"Kalau memang benar-benar perlu istirahat sebaiknya tidak usah pergi latihan dulu."

"Tidak enak dengan Mbah Tulu kalau sampai Laras tidak ikut latihan, Bu. Selain itu juga, 'kan harus persiapan?"

"Ya, sudah. Sana mandi dulu lalu sarapan."

****

Bur!

Bur!

Suara air mengguyur.

Bur!

Bur!

"Ada tanggapan di mana loh, Nduk?"

"Di desa sebelah, Bu!" sahut Laras dari bilik mandi, itu tak jauh dari Sukesih duduk. Dapur dengan bagian ujung ruangan adalah bilik mandi, di sebelah sumur timba.

Laras langsung menyambar basahan kain jarit yang biasa untuk menutupi tubuh saat mandi dengan menjadikannya kemban.

Bur.

Bur.

Dingin air yang telah dikumpulkan Sukesih membasahi separuh badan Laras. Belum sepenuhnya basahan kuyup.

"Ah."

Laras menghentikan raup gayung ketiga saat dia jelas mendengar suara mendesah panjang dan itu terdengar seperti raungan.

"Bu?"

Lengang seketika Laras rasa. Air di dalam gentong besar yang Laras raup menggunakan gayung masih berombak.

"Ah."

Laras terdiam. Matanya tajam dengan dahi berkerut, mencoba menangkap datang arah suara.

Pintu bilik yang terbuat dari papan dia buka.

Krek.

"Bu?"

Tak ada sahutan ibunya bahkan keadaan dapur yang sedikit gelap makin menambah rasa sepi mencekam.

Laras kembali menoleh ke belakang. Tak ada siapa-siapa.

"Mungkin hanya perasaanku saja," batinnya.

"Bu!" teriaknya memanggil Sukesih.

Dengan memutar palang kecil sebagai kunci, Laras kembali melanjutkan mandi.

"Ah."

Suara itu kembali terdengar di telinganya. Dia mendongak. Hanya jumantara yang berisi sawang kehitaman.

Bur!

Bur!

Tanpa menghiraukannya lagi, Laras terus mengguyur tubuhnya dan lagi, dia menghentikannya.

Hidungnya bergerak kembang kempis. "Bau apa ini?"

Rasa takut seketika menyeruak. Dengan perlahan dia menunduk.

Matanya membelalak! Sisa air yang masih menggenang itu sudah bercampur helai bunga kenanga.

Dengan perlahan dia mengangkat kepala. Lekat dia tatap air di gentong. Kini bukan hanya bunga kenanga, beberapa di antaranya juga terlihat kelopak putih kembang melati bercampur helai kantil.

𝗣𝗔𝗧𝗜 𝗣𝗜𝗧𝗨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang