Sepekan berlalu.
Tok! Tok! Tok!
"Ti, Kati!" Teriak suara dari depan pintu.
Sejenak tak ada sahutan dari dalam.
Klik!
Pendar sinar menerangi ruangan depan.
Krek!
"Mana ibumu. Kenapa aku panggil-panggil tak menjawab, ha!" Dengan terus memegang sisi pintu.
Kawir tertunduk diam.
"Pepoyok, angel takon-takonane!" (Cacat, susah kalau ditanya!).
Lelaki yang mengenakan gombroh yang tak lain adalah Sarmento langsung meninggalkan Kawir menuju kamar.
Kawir berdiri di belakang Sarmento dengan membisu. Dia takut kalau akhirnya dimarahi atau dikatakan Pepoyok bila mengatakan kalau ibunya sudah berpulang.
Sarmento menggebrak pintu lalu berbalik menghadap Kawir.
Brak!
"Cari ibumu. Suruh dia pulang!"
Kawir malah tertunduk. Tangan dan satu kakinya bergetar takut.
"Uu ah a ada," jawab Kawir dengan melirik ke atas sejenak lalu kembali menunduk.
"Tidak ada katamu? Apa dia pergi dengan lelaki lain lagi, ha!"
Kawir berlalu meninggalkan Sarmento yang masih disulut emosi.
Saat emosinya mulai membuncah tiba-tiba terdengar salam dari luar.
"Kulonuwun!" (Permisi!).
Suara itu membuat Sarmento melangkah keluar.
"Maaf, Kang. Tadi kebetulan saya lewat dan mendengar ribut-ribut. Ada apa ya, Kang?"
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya menanyakan keberadaan Kati kepada anakku Kawir."
"Yuk Kati?"
"Iya. Kamu tahu atau melihatnya menuju ke arah mana?" balas Sarmento.
"Kang Sarmento, benar-benar tak tahu?"
"Apa maksudmu? Katakan kalau kamu tahu di mana Kati istriku."
"Yuk Kati sudah meninggal, Kang!"
"Meninggal?"
Lelaki yang masih memegang obor itu mengangguk.
"Waktu itu kampung dibuat geger oleh kematian Yuk Kati. Perutnya pecah!"
Sarmento mengernyitkan dahi mendengar cerita dari mulut lelaki yang lebih muda darinya.
"Akhirnya Yuk Sukesih yang memutuskan untuk tak menunggumu, Kang," sambungnya.
"Wir, Kawir!" teriak Sarmento.
"Kalau begitu saya permisi, Kang. Mau menjemput anak di rumah embahnya."
Tanpa menjawab Sarmento melepas lelaki itu dengan tatap lalu mengangguk.
"Wir, Kawir!" ulangnya lalu tergesa menyusul Kawir di kamar.
"Benar apa yang dikatakan Dahlan. Benar itu!"
Kawir sejenak menatap mata bapaknya dengan tertunduk. Dia mengangguk.
Segera Sarmento meremas kedua sisi kening. Menyandarkan tubuh di sisi pintu. Tak lama kemudian terdengar isak.
Kawir masih tertunduk. Sedikit pun dia tak berani lagi menatap Sarmento.
Sarmento mengangkat wajah dari benam kesedihan. Matanya merah dengan linang air mata.
"Semua ini terjadi karena kamu! Kamu anak haram pembawa sial! Bedebah kamu!" maki Sarmento kepada Kawir.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗣𝗔𝗧𝗜 𝗣𝗜𝗧𝗨
Horror𝗗𝗔𝗙𝗧𝗔𝗥 𝗣𝗘𝗡𝗗𝗘𝗞 𝗪𝗔𝗧𝗧𝗬𝗦 𝟮𝟬𝟮𝟭 𝗗𝗔𝗙𝗧𝗔𝗥 𝗣𝗘𝗡𝗗𝗘𝗞 𝗪𝗔𝗧𝗧𝗬𝗦 𝟮𝟬𝟮𝟯 𝗔𝗺𝗯𝗮𝘀𝘀𝗮𝗱𝗼𝗿'𝘀 𝗣𝗶𝗰𝗸 𝟮𝟬𝟮𝟰 "Aku hanya khawatir akan kelangsungan sintren kita. Tanpa Laras, Turangga Puspa Bangsa tak ada bedanya dengan p...