TASAKUL

266 20 0
                                    

"Masuk, Mbah."

"Hem. Omah iki ambune gondo mayit." (Hem. Rumah ini baunya bau mayat).

Sukesih menelan ludah mendengar itu, setelah menghela napas panjang dia melangkah diikuti Mbah Gundal.

"Nduk, ini Mbah Gundal," kata Sukesih setelah sampai di kamar Laras. Dia menyisih, memberikan jalan bagi Mbah Gundal.

"Gak salah maneh, iki bendung segoro." (Tidak salah lagi, ini bendung segara).

"Terus bagaimana, Mbah." Mendadak pias wajah Sukesih, dia tak mau kejadian Kati menimpa anaknya.

Mbah Gundal berdiri di samping Laras yang terkulai lemah.

"Iso ngentut?" (Bisa kentut?).

Laras menggeleng, mukanya semakin menampakkan gurat otot kebiruan.

"Mangap." (Buka mulut).

Laras mengikutinya, tetapi malah membuat dia berkernyit kesakitan.

Mbah Gundal meletakkan kedua tangan Laras untuk bersedekap. Matanya sejenak terpejam.

"Omahmu kebak braung," (Rumahmu penuh genderuwo), ucap Mbah Gundal dalam keadaan masih terpejam.

"Braung, Mbah?" tanya Sukesih pasang wajah tak mengerti.

Mbah Gundal membuka mata lalu menoleh ke arah Sukesih.

"Jim seng maujud koyok genderuwo." (Jin yang berwujud menyerupai genderuwo).

"Jadi benar apa yang dikatakan Laras selama itu, Mbah. Aku juga pernah melihatnya. Apakah kaki saya yang dulu lumpuh itu juga kiriman santet, Mbah?"

"Mengko mari sorop awakku teko neh mrene lan parake, kongkonen anakmu iku turu neng jogan. Ojo turu nduwur." (Nanti setelah surup aku datang lagi kemari dan menjelang surup, suruh anakmu itu tidur di lantai. Jangan tidur di atas kasur).

"Baik, Mbah."

****

Sepeninggal Mbah Gundal, Sukesih tampak mondar-mandir di depan pintu kamar. Ucapan sang dukun benar-benar telah mengganggu pikirannya.

"Braung ... braung," ucapnya berkali-kali seraya mondar-mandir.

Segera dia masuk. Tampak Laras terus meremas-remas perut.

"Bagaimana, Nduk?" tanyanya kepada Laras yang berbaring di lantai hanya beralas tikar.

Laras tak menjawab, wajahnya meringis kesakitan.

"Kamu yang sabar ya, Nduk. Setelah petang Mbah Gundal pasti akan datang lagi kemari."

"Oh, Nduk. Tubuhmu terlihat kurus. Perutmu juga semakin membesar."

"Laras takut, Bu," kata Laras menggumam, mulutnya semakin tak bisa dia buka dengan lebar.

"Iya, Nduk. Ibu juga semakin khawatir melihat kondisimu seperti ini. Semoga Mbah Gundal bisa lekas menyembuhkanmu."

"Oh, bagaimana ini."

****

Petang baru saja usai.

Mbah Gundal datang sebagai bukti janji. Mengenakan kolor gombroh serta baju hitam.

"Kulonuwun!" (Permisi!).

Tak ada balas salam.

Sepi.

Tok! Tok! Tok!

Ujung jari tengah tiga kali mengetuk pintu, tampak sebuah akik kinyang melingkar di jarinya.

𝗣𝗔𝗧𝗜 𝗣𝗜𝗧𝗨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang