MELIHAT SESUATU

341 27 3
                                    

Kembali ke rumah Laras.

Sukesih semakin terlihat lemah. 

Dengan telaten Laras terus menyuapinya perlahan.

"Kapan bapak pulang, Bu?"

"Satu ahad kata bapakmu kemarin," jawab Sukesih lalu menggeleng saat anaknya memberi satu suap nasi.

"Aku kok merasa kalau sakit Ibu ini kiriman."

Sukesih terdiam.

"Ibu masih ingatkan kejadian pagi itu. Gentong yang berisi bunga? Aku yakin melihatnya, Bu! Juga sosok hitam yang berdiri terus menerus memandang Laras, Bu!"

Sukesih hanya bisa menghembuskan napas panjang.

"Ibu tak mau berpikir ke situ meski sekarang ibu mulai sedikit yakin atas ucapanmu."

"Benar, 'kan, Bu? Mana mungkin hanya terjatuh dan sekarang Ibu lihat sendiri, 'kan?"

"Sebenarnya aku ingin cerita banyak, Bu, tetapi jelas tak mungkin saat ini."

"Aku tak ingin membuat Ibu takut. Laras tak mau semakin memperburuk kondisi, Bu. Bahwa aku sering melihat penampakan sosok hitam itu."

"Aku yakin ini adalah perbuatan bapak. Cara bapak untuk menyeret aku gabung ke paguyuban miliknya, tetapi apa, ya mungkin? Bila benar ini kiriman lalu siapa yang tega melakukannya," senandika Laras.

Tok! Tok! Tok!

"Siapa yang datang malam-malam?" batin Laras. Dia masih belum beranjak.

"Lihatlah, Nduk. Mungkin seseorang yang ada perlu dengan kita," ujar Sukesih.

"Namun, Bu. Laras takut."

Sukesih terdiam. Dia memang tak bisa bergerak. Semua dia serahkan sepenuhnya kepada sang anak.

"Ras!" Suara dari luar rumah.

"Seperti suara Pakde Jenggot."

****

"Bagaimana mungkin kejadiannya secepat itu," kata Kang Jenggot setelah dibawa masuk ke kamar Sukesih oleh Laras.

"Karena keadaan ibu, saya tidak bisa ke sana, Pakde."

Kang Jenggot mengangguk-angguk memaklumi, terlebih setelah melihat keadaan Sukesih. Kaki itu semakin membengkak.

"Sudah kamu datangkan Pak Mantri Jaimun?" tanya Ajir.

"Sudah, Kang," jawab Sukesih.

"Lalu?"

"Dia menyarankan untuk segera membawa ibu ke rumah sakit," timpal Laras.

Sejenak semua terdiam. Kamar mendadak hening.

"Bisa kita bicara sebentar," kata Kang Jenggot lalu meninggalkan kedua sahabat berangkatnya.

Laras segera mengikuti dari belakang.

"Aku merasa ada yang tak beres dengan penyakit ibumu."

"Aku juga sudah menduga demikian, Pakde."

"Apakah bapakmu tahu akan hal ini."

Laras menggeleng.

"Ibu pernah cerita kalau dia terjatuh seperti didorong."

"Aku juga sering melihat sosok menakutkan di rumah ini. Aku takut, Pakde," imbuh Laras.

"Apakah benar apa yang aku yakini, Pakde."

"Apa?"

"Aku berkeyakinan kalau ini adalah ulah bapak."

"Jangan terburu-buru untuk menyimpulkan siapa pelakunya."

𝗣𝗔𝗧𝗜 𝗣𝗜𝗧𝗨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang