SINTREN

338 29 4
                                    

Kesenian sintren dulunya adalah satu pertunjukan rakyat yang diadakan untuk memeriahkan bersih desa. Pada saat itulah Sulasih menari sebagai bagian pertunjukan.

Malam itu saat bulan purnama, Raden Sulandana pun turun dari pertapaannya dengan cara bersembunyi sambil membawa kain yang diberikan oleh ibunya. 

Pada saat Sulasih menari, dia pun dirasuki kekuatan roh sehingga mengalami kerasukan.

Melihat seperti itu, Raden Sulandana pun melemparkan kain tersebut sehingga Sulasih pingsan. Dengan kekuatan yang dimiliki oleh Raden Sulandana maka Sulasih dapat dibawa kabur dan keduanya mewujudkan cita-citanya untuk bersatu dalam cinta.

Itu pula yang akan dibawakan Laras dalam sintren.

Segenap para Wiyaga, Cantrik, juga Kang Jenggot, tak lupa Mbah Tulu, memimpin persiapan dengan melakukan dupan. Tampak pula Laras.

Tak lebih dari lima menit Mbah Tulu dan para Wiyaga melangkah menuju tempat di mana alat-alat gamelan sudah tak seperti mengiringi pagelaran jaranan, termasuk kendang buyung, sebuah kendang dari tanah liat dengan ditutup kulit pada bagian atas.

Dua Kawih duduk berdampingan mengenakan kerawangan hijau dan salah satunya adalah Bude yang merias Laras tadi.

Satu kendi sebagai tetabuhan pengganti gong yang tergantung, kecrek, tak lupa tutukan, dan bumbung, semua sudah dipersiapkan untuk menggantikan separuh gamelan jaranan.

Langkah-langkah mulai merapat dan semakin dekat ke tengah gelanggang yang kini hanya menyisakan Laras serta para Cantrik dan salah satunya Nuraini.

Tak lama berselang mereka semua masuk ke dalam rumah.

Laras yang sudah berganti kebaya sewaktu di dalam kamar tadi terlihat cantik. Masih dengan rambut legam tergelung.

"Turun-turun sintren."

(Datang-datang sintren).

"Sintrene widadari."

(Sintrennya bidadari).

"Nemu kembang, yun ayunan."

(Temu kembang, mau dibawa ke mana).

"Nemu kembang, yun ayunan."

(Temu kembang, mau dibawa ke mana).

"Kembange cahaya Indra."

(Kembangnya cahaya Indra).

"Widadari temurunan."

(Bidadari sedang datang).

"Turun-turun Sintren."

(Datang-datang sintren).

"Sintrene widadari."

(Sintrennya bidadari).

"Nemu kembang ning ayunan."

(Temu kembang di ayunan).

"Nemu kembang ning ayunan."

(Temu kembang di ayunan).

Kembange cahaya Indra."

𝗣𝗔𝗧𝗜 𝗣𝗜𝗧𝗨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang