Titik sinar perlahan bergerak melewati beberapa rumpun bambu di sebuah jalan gelap.
Sinar itu terlihat sesekali berhenti.
Serangga malam sudah tak lagi bernyanyi. Dingin embun yang melekat dedaunan menyisakan hawa dingin, masih segar terasa.
"Oh!" Laras sesekali meringis. Perutnya bak orang hamil, menyulitkan untuk melangkah.
"Ayo, Nduk. Sebentar lagi kita sampai."
Laras menggeleng. Peluh bak embun, membutir di wajah.
"Ayo, Nduk! Sebentar lagi matahari terbit."
Jangankan untuk berjalan, untuk bergerak saja, sakit yang mendera perutnya sudah luar biasa, Laras sudah tak sanggup.
"Ayo! Pegang, pegang!" kata Sukesih menunjuk tunjuk bahunya.
Bukan lagi membutir bahkan peluh sudah meleleh kini. Laras sudah tak mampu bangkit, masih bersujud di atas daun bambu kering yang terserak.
Laras mencoba bangkit, tetapi kembali dia jatuh berlutut.
Bruk!
Semakin gusar Sukesih dibuatnya.
"Em!"
"Em!"
Bruk!
Laras jatuh terguling setelah mencoba bangkit mengandalkan tumpu lutut.
Pada saat demikian, tampak satu nyala obor bergerak ke arah mereka.
"Ayo!" seru Mbah Gundal memberikan alat penerangannya kepada Sukesih lalu membopong Laras.
Sukesih berjalan di belakang. Sementara Laras tak henti-henti mengerang seiring langkah Mbah Gundal yang menyusuri jalan setapak di sebelah kanan yang begitu curam.
****
Sesampainya di rumah Mbah Gundal.
Di atas siwalan tubuh Laras dibaringkan.
Bus!
Nyala obor padam, berganti dengan membesarnya cahaya lampu semprong seiring sumbu menaik.
Terlihat kini ruangan berdinding geribik. Sebuah meja kecil, beberapa lembar daun sirih, juga beberapa batang serai, bahkan ada sebutir degan.
"Ojok ngomong sopo-sopo. Anggep ae enggak onok kedadean iki," (Jangan bilang siapa-siapa. Anggap saja ini tidak pernah terjadi), ujar Mbah Gundal lalu menyerahkan selembar kain hitam.
"Iki. Godokan suruh dompo. Ombe." (Ini. Rebusan sirih bertemu ruas. Minum).
Ingin sekali Laras meminumnya, tetapi seperti yang sudah diketahui hanya seujung sendok saja mulutnya bisa dibuka.
"Ki." (Ini).
Mbah Gundal memberikan selembar sirih dari atas meja. Sisa rebusan yang sudah dia campur beberapa batang serai, merebus bersamaan beluntas dengan air degan.
Sukesih terus memberikan air rebusan di tangannya kepada Laras yang duduk dengan dua tangan ke belakang menumpu.
"Tutupen nek mari." (Silakan tutup bila sudah selesai).
Sukesih kembali menyuruh Laras untuk berbaring lalu menutup sekujur tubuh anaknya dengan kain hitam pemberian Mbah Gundal.
"Kabeh!" (Semua!). Yang dimaksud Mbah Gundal adalah juga menutupi bagian kepala.
Laras tak ubah mayat menunggu untuk dibungkus pocong. Kedua tangan bersedekap saat Mbah Gundal membetulkan letaknya.
Tidak cukup sampai di situ, Mbah Gundal juga menutupi tubuh Laras dengan selembar siwalan lagi, sebelum juga meletakkan lipatan kain hitam juga.
![](https://img.wattpad.com/cover/312425393-288-k283871.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗣𝗔𝗧𝗜 𝗣𝗜𝗧𝗨
Horror𝗗𝗔𝗙𝗧𝗔𝗥 𝗣𝗘𝗡𝗗𝗘𝗞 𝗪𝗔𝗧𝗧𝗬𝗦 𝟮𝟬𝟮𝟭 𝗗𝗔𝗙𝗧𝗔𝗥 𝗣𝗘𝗡𝗗𝗘𝗞 𝗪𝗔𝗧𝗧𝗬𝗦 𝟮𝟬𝟮𝟯 𝗔𝗺𝗯𝗮𝘀𝘀𝗮𝗱𝗼𝗿'𝘀 𝗣𝗶𝗰𝗸 𝟮𝟬𝟮𝟰 "Aku hanya khawatir akan kelangsungan sintren kita. Tanpa Laras, Turangga Puspa Bangsa tak ada bedanya dengan p...