BAB 21

2.3K 114 7
                                    

Hi guys... maaf baru bisa update, karena kesibukan dan sedikit kendala akhirnya aku baru bisa update sekarang.

Di bab ini bakal ada cukup banyak pengguna b.inggris, jadi kalo ada kesalahan dan kata-kata yang kurang tepat, mohon koreksinya ya..

Dan mohon dukungan dengan share, vote, dan komen cerita ini. Terima kasih🙏

Love💜,

IRvinte

°°°

"Did something wrong happen?"

Valerie sangat terkejut ketika tiba-tiba suara Rigel terdengar di telinganya. Dengan berjengit, kepalanya otomatis mencari sumbar suara, mengalihkan netranya yang semula menatap hampa langit senja.

Di sana dia menemukannya, mata kelam yang juga sedang menatapnya lekat dari bingkai sliding door yang terbuka. Berdiri bersandar dengan kedua lengan yang terlipat di dada, dan tanpa Valerie ketahui sudah sejak kapan laki-laki itu ada di sana.

Valerie tidak langsung menjawab pertanyaan Rigel, dibiarkannya suasana hening menyelimuti, hanya terdengar sayup-sayup suara semrawut kendaraan di sore hari yang mengisi keheningan mereka.

Dia baru membuka suara ketika netranya mengikuti langkah Rigel yang mulai mendekat padanya.

"Nothing's wrong, it's just me who's wrong..." jawab Valerie dengan sorot sendu yang terlihat jelas dari sepasang netranya.

"I know my pain is wrong, but I can't handle it to control..." Lanjut Valerie ketika Rigel sudah duduk di sampingnya.

Valerie menarik nafas dengan berat, tiba-tiba semua terasa lebih berat untuknya. Sedangkan Rigel sendiri memilih diam tak lagi bersuara, mencoba memberi waktu dan ketenangan untuk Valerie, sebelum gadis itu siap melanjutkan ceritanya.

"It's been thirteen years since my parents divorced, but my feelings can't move on. Padahal mereka udah bahagia dengan hidup mereka masing-masing, tapi kenyataannya rasa sakitnya masih sama sampai sekarang..." bisik Valerie dengan suara tercekat.

Rigel tidak bersuara, namun semua orang yang melihatnya saat ini pasti tahu, jika atensinya hanya terfokus pada gadis yang ada di sampingnya. Rigel menjadikan dirinya sendiri sebagai sang pendengar, karena ia tahu hanya itu yang sebenarnya Valerie butuhkan saat ini.

"At that time I was just a little girl who didn't understand what was going on, but when I was a teenager, when I started to understand it, this pain is always there..." Valerie memulai ceritanya dengan pandangan menerawang menatap langit senja.

"Saat Mama memutuskan untuk punya keluarga baru dan hidup bahagia tanpa aku dan Ayah, I always think that I'm not a part of her happiness again..." lanjut Valerie memandang sebrang dengan tatapan kosong.

"Aku tahu pikiranku gak bener, tapi aku gak bisa berhenti berpikir kayak gitu... bukan berarti aku gak suka lihat Mama bahagia sama keluarga barunya..."

"But... it just hurts me, it hurts because I realized that my parents would never be together anymore..." ucap Valerie lirih dengan pendar sedih yang terlihat jelas di matanya.

"...."

Rigel masih belum barsuara, sesungguhnya apa yang ingin ia lakukan sekarang hanyalah merengkuh Valerie dalam pelukannya. Tidak membiarkan gadisnya menikmati rasa sakitnya sendirian karena ada dirinya akan selalu bersedia menjadi tempatnya berbagi rasa sakit.

Do More..!! [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang