Hullla, Dee datang bawa Menik n Yuuto. Silakan kasih vote n komen. Semoga terhibur!
💕💕💕
Perkataan Joko hanya dijawab dengan suara jangkrik yang bernyanyi. Sementara Menik hanya membisu dan menunduk tak membalas tatapan Joko.
Joko mendesah. Perempuan yang menjadi sepupu iparnya itu masih sangat terpukul dengan kepergian Ripto. Pernikahan yang seharusnya menjadi madu dalam hidupnya, justru menjadi kenangan pahit yang tak dapat dinetralkan dengan apapun, kecuali dengan memasak.
Hanya di pawon, Menik bisa melupakan penat hatinya. Saat memperhatikan pelanggan yang lahap menyantap masakannya, hati Menik akan berbunga. Senyum pun akan mengembang, menghapus wajah berkabung.
Awalnya Joko tak terlalu memperhatikan senyum itu. Namun, di saat dia juga merasakan sedihnya kehilangan Ripto, senyum Menik laksana mentari yang menerangi hati yang kelam.
Kalau Joko merunut ke belakang, dia juga merasa bersalah karena ikut andil dengan tewasnya Ripto. Ketika Ripto memintanya membantu membawa beras ke rumah mereka di daerah Menteng, Joko dengan senang hati membawanya, tanpa dia tahu bahwa beras itu akan menjadi bukti pemberontakannya.
"Nik ...."
Suara lembut Joko menyusup di pendengaran Menik. Kali ini Menik mendongak dengan pandangan kabur. "Ya?"
"Mau ke gereja dulu?" tanya Joko.
"Terserah, Abang."
Mendengar jawaban Menik, Joko akhirnya kembali mengayuh pedal dan membelokkan setang, untuk memasuki halaman gereja yang sepi dan dipenuhi daun pohon asam yang mengering. Sekering hati Menik yang merasa Tuhan telah meninggalkannya.
***
Tak ada doa yang terucap. Hanya senyap. Terlalu banyak pinta dalam hatinya yang takut dia lambungkan dalam doa. Menik takut, permohonannya tak terkabul. Menik khawatir, dia kecewa dan tak percaya lagi dengan kekuatan Ilahi
Namun, dari serangkaian letupan penat batin, dia akhirnya memohon.
"Gusti, jauhkan aku dari yang jahat."
Hanya satu kalimat itu yang kiranya bisa mewakili perasaannya. Dia hanya ingin hidup damai ... nyaman, setelah kehilangan keluarga van Persie dan Ripto. Menik hanya ingin kejadian kedatangan dua centeng, rumor kejam yang membuat telinga memerah, dan kebencian Indun yang mencabik hatinya, tak terulang. Ya, sepertinya dia harus mencabut akar semua masalahnya.
Dokter Yuuto Kagami!
Pertemuannya dengan laki-laki Jepang itu seolah menarik Menik dalam kubang lumpur yang menghisap kenyamanan dan kebahagiaannya. Sepertinya Menik harus segera bangkit dan menghindar agar kehidupannya menjadi tenang kembali.
Tapi, harapan Menik tak dapat diwujudkan dengan mudah. Lagi-lagi Yuuto datang dengan tidak merasa bersalah, di hari berikutnya. Semua pelanggan yang ada di situ seketika menghentikan kunyahan. Bahkan ada satu di antara mereka yang tersedak saking kaget melihat laki-laki berseragam Dai Nippon.
Gerakan tangan Menik yang sedang memecah cangkang telur rebus untuk bahan isian soto ayam kampung khas Lamongan, terhenti. Tangannya seketika menekan keras cangkang sehingga retakannya semakin banyak. Rahangnya mengerat agar lidah yang ingin menggetarkan sumpah serapah bisa tertahan.
"Konnichiwa, Menik-san. Beri aku ... soto." Yuuto membungkuk sedikit, sambil tersenyum.
Rasanya, Menik ingin melempar lap yang tersampir di bahu kirinya. Namun, dia terperangah saat mendengar suara Yuuto kembali.
"Silakan tambah. Saya yang bayar."
Seketika embusan napas yang tercekat menguar. Ketegangan yang menyergap sesaat, sirna begitu saja. Tawa dan senyum serta mata berbinar dari wajah pelanggan warung Menik kembali terulas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menik (Completed)
Historical Fiction19 Oktober 2022 --> short list The Wattys Award 2022 genre historical fiction 19 Nov 2022 --> Winner The Wattys Award 2022 genre historical fiction Di awal tahun 1944, hari bahagia Menik lenyap, saat dia melihat suaminya dijatuhi hukuman mati di alu...