Hallo, ada yang menanti Menik? Yamg minta part panjang, siapin dulu matanya biar kagak bosen. Selamat membaca dan jangan lupa saweran vomentnya
💕💕💕
Di sisi lain, Joko dengan bersemangat pulang membawa satu buah durian yang dia dapat dari teman sesama anggota PETA, Dewandaru. Dia tahu Menik sangat menyukai durian. Di tangan Menik, durian ini tak hanya menjadi buah, tetapi juga bisa menjadi olahan makanan yang enak dinikmati.
Sambil mengayuh pedal, Joko sudah membayangkan ekspresi ceria Menik bila melihat durian ini. Bersamaan dengan azan maghrib yang berkumandang dari langgar yang ada di ujung depan kampung, Joko akhirnya sampai di depan rumah Menik. Namun, Joko heran saat melihat rumah Menik tertutup. Biasanya menjelang maghrib, pintu rumah masih terbuka lebar.
Setelah turun dari sepeda, Joko memutuskan memutari rumah untuk lewat dari pintu belakang. Namun saat melalui jendela kamar Menik, dia mendengar sesuatu yang tak biasa.
“Aku lepas bajunya …."
Otak Joko kemudian berkelana tak tentu arah. Dia menggeleng mengusir pikiran anehnya saat mendengar suara berat dengan logat aneh. Padahal Joko selalu berupaya untuk mengusir secara halus laki-laki itu karena bagaimanapun Yuuto adalah seorang perwira militer. Joko juga sudah memperingatkan Menik supaya tidak bergaul dengan Yuuto. Tapi nyatanya, apa yang dia lakukan tak mempan, karena kini dia mendengar kembali desahan orang Jepang yang selalu merecoki Menik setiap hari setiap waktu.
“Kurang ajar!” desis Joko.
Laki-laki asal Soerabaja itu akhirnya mempercepat langkahnya dan menyandarkan sepeda begitu saja di dinding bambu rumah. Melihat pintu belakang terbuka, dia masuk, tanpa mengucapkan salam pada Lela yang sedang meracik bahan untuk makan malam.
Wajah Joko sudah memerah. Dadanya yang kembang kempis, seolah memompa percikan api cemburu dalam batinnya. Kali ini dia punya alasan kuat untuk mengusir putra petinggi Kempetai itu karena sudah berbuat tak senonoh pada Menik … wanita yang Joko cinta.
***
Sementara itu Yuuto tak mendengar titah Menik. Yuuto justru meremas kain kemejanya. Alisnya semakin mengernyit karena mendengar perintah Menik. Apa maunya perempuan itu? Mimpi yang sering hadir di tiap-tiap malamnya kembali menjejali kepalanya. Yuuto menggeleng berulang. Apa dia terlalu mabuk?
"Lepas bajunya," kata Menik sekali lagi.
Mengetahui Yuuto justru bergeming, Menik yang berbalik mendengkus keras. Dia lalu membantu Yuuto membuka kancing baju."Aku lepas bajunya …." Pipi Yuuto merah padam. Jakun Yuuto naik turun. Dia belum permah melepas baju di depan perempuan lain. Bahkan di hadapan kekasihnya sekali pun Yuuto tidak pernah telanjang dada. Namun, dia hanya menurut, dan akhirnya mengurai satu persatu kancing hingga terkuak kaus dalam ketat yang membalut tubuh.
Di sisi lain Menik tampak mengeluarkan sesuatu dari dalam lemari. “Sensei, silakan baring. Aye mau ….” Menik menunjukkan uang pecahan sepuluh sen dengan satu sisi terukir wayang Arjuna di tangan kanannya sedang tangan kiri memegang botol minyak essential.
Yuuto mengerjap. Dia di situ seolah seperti pasien yang diceramahi dokternya. Tawa Yuuto hampir tersembur, tapi dia melipat bibir agar tak menyembur. Dia khawatir kehilangan perhatian Menik. Ya Tuhan, dia pikir Menik ….
Yuuto menepuk dahinya keras. Ya, dia tidak bermimpi dan masih sadar. Tidak mungkin Menik akan melakukan hal aneh. Perempuan hanya ingin … ngeroki, kata orang Jawa.
“Ayo.”
Menik mengedarkan pandangan ke segala arah. Dia tidak menyangka menyuruh laki-laki Jepang membuka seragam di kamarnya. Ah, mungkin dia sudah gila! Tapi dorongan rasa kasihan lebih berkuasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menik (Completed)
Historical Fiction19 Oktober 2022 --> short list The Wattys Award 2022 genre historical fiction 19 Nov 2022 --> Winner The Wattys Award 2022 genre historical fiction Di awal tahun 1944, hari bahagia Menik lenyap, saat dia melihat suaminya dijatuhi hukuman mati di alu...