Hai, Deers! Yuuto dan Menik datang lagi. Btw, kalian ... ada tiktok kah? Bisa tuh follow tiktokku Dee_ane84. Jangan lupa ramaikan yak^.^
💕💕💕
“Sen-sensei mau apa?” Menik mencicit seperti mangsa terpojok.
Yuuto menyeringai dan justru mengikis jarak di antara mereka. Semakin Menik beringsut, tarikan bibir Yuuto semakin lebar. Saat tangannya terangkat menyentuh bahu Menik tiba-tiba sundulan keras membuat Yuuto melolong nyaring. Seperti sifat Menik yang keras kepala, rupanya kepala perempuan itu juga keras seperti batu.
Sontak Yuuto menggelepar jatuh seraya mengerang. Dia yakin otaknya kocak karena benturan yang nampaknya disengaja dan sudah dipersiapkan matang-matang pada jarak tepat. Seperti ahli strategi, Menik bisa memperkirakan kapan saat yang tepat melawan. Pada jarak berapa dia menghantam musuhnya dengan senjata rahasianya. Kepala batu ….
Yuuto mendengkus sambil bergelung, dan menggosok dahinya yang memerah. Sementara itu Menik tidak menyangka perbuatannya akan membuat Yuuto kesakitan.
“Sen-sensei tidak apa-apa?” Menik menjorokkan badannya. Telunjuknya menekan tulang kering Yuuto untuk memastikan laki-laki itu tidak terluka.
Tak ada jawaban dari Yuuto. Menik justru semakin waspada jangan sampai Yuuto membalasnya. Lima menit kemudian, Yuuto menegakkan tubuh dengan wajah yang merah. Dia mendekati Menik sambil memperhatikan setiap detail wajah Menik agar tidak mengalami kesalahan yang sama karena meremehkan kekuatan perempuan yang terdesak.
Menik semakin menjauh. “Sensei, jangan be—”
Namun, yang terjadi, justru Yuuto meraih tangan Menik dan menarik tubuh perempuan itu ke dalam dekapannya. “Percuma aku khawatir. Ternyata kamu begitu kuat. Kepalamu sangat keras seperti sifatmu.” Yuuto mengecup pucuk kepala Menik.
“Lepas ….” Menik masih was-was. Dia berusaha mendorong dada Yuuto menjauh. Tapi rengkuhan Yuuto semakin kuat seolah ada lem yang membuat tubuh mereka rekat.
“Kenapa kamu takut denganku? Kamu pikir aku akan menodai kesucianmu sebagai janda? Walaupun aku ingin, aku tidak akan melakukannya tanpa persetujuanmu.”
“Lalu … lalu kenapa ….”
Suara berat Yuuto yang terkekeh membuat Menik mengernyit. Kepala Menik mendongak, walaupun masih menempel ke dada Yuuto. Jarak wajah mereka begitu dekat, sehingga Yuuto bisa melihat jerawat kecil yang tumbuh di dekat alis Menik. Apalagi saat melihat bibir Menik, jantung Yuuto tiba-tiba menggila. Dia memutuskan melepas tubuh perempuan itu, daripada ada hasrat yang kembali menggeliat.
“Aku hanya ingin mengambil seragam yang kamu pakai untuk selimut.” Yuuto mengusap dahinya kasar, berharap suara gemerisik rambut bisa menyamarkan debaran di dadanya.
“Ah ….” Wajah Menik seketika memerah. Dia membuang pandang ke arah lain lalu melepas baju itu. Dia mengulurkan pakaian Yuuto ke arah pemiliknya tanpa berani melihat.
Yuuto mengulum senyum. Sungguh menggemaskan sekali ekspresi malu Menik. “Maka dari itu, jangan mudah berpikir buruk.”
“Aye hanya menjaga diri!” sahut Menik cepat dengan mata menyipit sengit. “Lagipula kenapa Sensei kagak bilang.”
Yuuto bersorak ‘banzai’ dalam hati mendengar Menik melupakan kalimat baku yang selama sehari kemarin dipakainya untuk berbicara. Namun, rupanya Menik menyadari mimik Yuuto yang menahan tawa kecil.
“Seharusnya Sensei katakan sejak dari tadi.” Menik tetap tidak mau disalahkan. “Maka dari itu, saya bisa menjaga diri.”
Bibir Yuuto tertarik lebar, kemudian mengacak rambut Menik yang sudah kusut. Mulut Menik mencebik, walau hanya terlihat sekilas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menik (Completed)
Historical Fiction19 Oktober 2022 --> short list The Wattys Award 2022 genre historical fiction 19 Nov 2022 --> Winner The Wattys Award 2022 genre historical fiction Di awal tahun 1944, hari bahagia Menik lenyap, saat dia melihat suaminya dijatuhi hukuman mati di alu...