14. Mengikuti Hati

1.5K 304 29
                                    

Hallo, Deers! Aku update Menik Mbem dan Yuuto cungkring lagi yak. Semoga suka😊

***

Sudah beberapa hari ini, Yuuto harus pergi ke Bandung. Insiden ikutan pasca imunisasi membuatnya harus bertindak cepat. Seperti yang telah diduga, Lembaga Pasteur Bandung atau Bo’eki Kenkyujo mengatakan bahwa vaksin tifus, kolera dan disentri tersebut sudah disempurnakan. Sudah diujicobakan ke hewan coba sebelum diujikan ke manusia.

"Kagami-sensei, sebaiknya anda berkoordinasi dengan dokter di Eijkman. Kami hanya membuat. Sementara, peneliti lembaga biologi molekuler yang menyiapkan bahwa vaksin sudah bisa diujicobakan pada manusia." Yokohama-sensei menaikkan tangkai kacamatanya dengan menekan gagang di tengahnya.

"Tapi, setidaknya, apa yang terjadi harus segera ditindak lanjuti. Ini sudah merupakan  kejadian luar biasa. Bukan sekedar kejadian ikutan pasca imunisasi. Nyawa manusia sudah ada yang melayang!" Yuuto masih kukuh berdiri di depan Yokohama-sensei. Laki-laki berkepala botak, seusia ayahnya itu tampak lelah.

"Saya tahu. Saya sudah melakukan semua sesuai prosedur. Dari sekian banyak vaksin yang diproduksi, pasti hanya ada beberapa saja yang terkontaminasi." Yokohama-sensei seolah tak mau disalahkan.

Yuuto tersenyum miring. Sepertinya semua orang ingin melempar tanggung jawab. "Bagaimana bisa tercatat ada 1000 romusha yang terbunuh akibat ujicoba itu sejak saya datang? 1000! Bisa anda bayangkan, Sensei?"

"Lalu … kita bisa apa? Lebih baik seribu romusha yang mati daripada tentara kita!" Yokohama-sensei bangkit. Dia mendorong kursinya ke belakang hingga suara decitan menguasai ruangan. "Oh, ya, saya sudah usahakan yang terbaik. Selanjutnya silakan berkoordinasi dengan Matsui-sensei. Beliau akan menggantikan saya."

Mata sipit Yuuto membulat. Nama Matsui-sensei tidak asing di telinganya. "Ano, apakah yang dimaksud Shigeru Matsui-sensei?" Yuuto meyakinkan dirinya sendiri.

"Hai! Beliau dulunya dokter unit 9420, Singapura. Sekarang beliau bertugas di Sumatera dan akan ditarik ke sini." 

Seketika Yuuto menelan ludahnya dengan kasar. Ternyata betul dugaannya. Matsui yang dimaksud adalah seorang dokter militer unit 731 di Singapura. Dia merutuk, kenapa harus berurusan dengan dokter unit 731 yang terkenal berdarah dingin. Menurut yang dia dengar, Matsui-sensei sudah menewaskan kira-kira 200 orang setelah diinjeksi imunisasi.

Yuuto mendesah. Perjalanannya ke Bandung kali ini sia-sia. Dia masih berpikir, bahwa kesalahan tetap pada proses pembuatannya. Bukan pada penyiapannya. Tapi, kenapa Eijkman institute meloloskan bila tak layak uji?

Tak melanjutkan pulang ke Djakarta, Yuuto memilih mampir ke Tjisaroea. Dia bermalam semalam di sana, sekalian untuk melihat kondisi ibunya Lela. Baru menjelang siang keesokan harinya, dia berangkat menuju Klender dan disambut dengan tumpukan vaksin yang kembali berada di dalam ruangannya yang sempit dan pengap. 

Yuuto menghampiri kotak itu dan melihat kertas dengan tulisan lembaga penelitian biologi molekuler itu. Kali ini Yuuto enggan mengujicobakan. Dia tidak ingin menambah daftar panjang korban romusha yang mendapat suntikan vaksin TCD itu. 

Menuruti saran Yokohama-sensei, Yuuto pun pergi ke Eijkman Institut yang terletak di gedung bekas rumah sakit militer Hindia Belanda di daerah Jakarta Pusat. Di sana Yuuto bertemu dengan Yudha yang menjadi asisten Ito-sensei dan bekerja sebagai staf muda di Eijkman.

"Yudha-sensei!" Yuuto menghampiri Yudha yang sedang melenggang membawa tumpukan kertas.

Yudha berhenti dan tersenyum sambil membungkukkan sedikit badan. "Apa kabar, Kagami-sensei? Beberapa hari tidak bertemu, sensei terlihat segar."

Yuuto menarik bibirnya, setuju dengan pendapat Yudha. "Betul. Berat badan saya naik."

"Ngomong-ngomong ada perlu apa sensei ke sini?"  tanya Yuuto.

Menik (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang