Hai, Deers! Aku daily update, yak! Mungkin juga bakal double up. Semoga kalian terhibur😘 Jejaknya ... jangan dilupakan yak. Sori, belum bales komen, Seninku begitu sok sibuk.
💕💕💕
Yuuto berlari tergopoh begitu turun dari mobil. Dia mendapat telepon dari pembantu rumah tangga Kenta, yang mengabarkan bahwa Lela datang ke rumahnya sambil menangis.
“Lela-san!”
“Tuan Dokter, Mpok Menik … Mpok Menik ….” Tangis Lela yang mulai reda kembali meledak. Dia menyongsong Yuuto di serambi.
“Menik-san kenapa?” Kedua mata sipit Yuuto membeliak. Suaranya meninggi. Sejak mendapat telepon, hatinya tak tenang mendengar suara Lela yang meraung. Seingatnya, Yuuto menyuruh Lela ke Kampung Sawah untuk membujuk perempuan itu lagi. Sebenarnya Yuuto bisa saja mendatangi Menik. Hanya saja Kenta dan Yudha melarang supaya dia tidak mempersulit Menik, mengingat perempuan itu sudah mendapat cap yang tidak baik di masyarakat, sehingga terpaksa Yuuto hanya melihat Menik dari jauh bila berkunjung ke Kampung Sawah di sore hari.
“Sesuai yang Tuan Dokter suruh, Lela ke Kampung Sawah bersama Mang Udin. Tapi … tapi, sewaktu sampai di sana, warungnya kosong. Lela tanya ke tetangga katanya tadi Mpok Menik diserang sama perempuan dusun sebelah dan … dan … setelah itu ditangkap Dai Nippon."
"Ditangkap?" Mata sipit Yuuto membulat.
Dia memandang Lela sembari jakunnya naik turun. “Bagaimana seragamnya?”
“Lela kagak tanya. Lela langsung saja kembali ke sini.” Bahu Lela terisak naik turun. "Lela merasa rumor yang beredar tentang Mpok Menik sudah sangat parah.”
Tangan Yuuto mengepal erat. Dia tahu tentang rumor itu. Yuuto menggigit sudut bibir dengan alis mengerut sambil berpikir. Hanya ada dua kemungkinan tentara yang menangkap Menik. Kempetai atau Rikugun.
“Bagaimana ini?” Yuuto menjadi semakin kalut. “Kalau kita tunggu, aku khawatir dia bisa saja dikirim ke ianjo.” Suara Yuuto berdesis. Pembuluh di lehernya menonjol saat giginya beroklusi erat. Muka pucatnya perlahan memerah terbakar api amarah.
Semua orang yang ada di situ terdiam. Aura penuh kecemasan menyelimuti ruangan itu.
“Markas kempetai atau rikugun?" gumam Yuuto berulang sambil mengernyitkan alis.
“Kempetai?” Jakun Lela naik turun. Susah payah Lela menelan ludahnya sendiri. Kuduknya tiba-tiba merinding mengingat cerita masa penahanan abang Menik di markas kempetai. "Tuan Dokter … bagaimana nasib Mpok Menik? Mpok Menik bakal dibunuh?" Air mata Lela kembali meleleh
Komentar Lela semakin membuat bulu roma Yuuto berdiri. Kemungkinan itu bisa saja terjadi, bila Menik tidak membuka mulut di mana Joko berada.
“Tidak! Tidak sampai." Yuuto menggeleng ragu. Dia lebih seperti menghibur dirinya sendiri. "Tapi, aku yakin untuk kasus pemberontakan ini, kempetai sendiri yang akan mengusut sampai tuntas. Apalagi Joko yang mengkoordinir untuk melakukan pencurian senjata-senjata di barak di daerah. Aku berpikir pemasok senjata akan dicari lebih dulu, untuk menghindari adanya pemberontakan yang lain. Menik mungkin hanya diminta keterangan atau dijadikan sandera."
“Kalau tidak dibunuh, berarti Mpok Menik bakal disiksa seperti Bang Asman?”
Ucapan Lela semakin menyulut kegelisahan Yuuto. Dia akhirnya bangkit. “Lela-san, kamu pulang saja. Aku akan mencari Menik-san.”
Namun, baru saja Yuuto ke luar dari ruang tamu, mobil Kenta masuk ke halaman. Saat Kenta keluar, wajahnya terlihat pucat. Bajunya penuh dengan warna merah.
“Ken-chan, ada apa?”
“Yudha! Yudha-sensei ditembak! Kali ini lebih parah!” Suara Kenta bergetar. Dia membuka pintu belakang. “Bantu aku!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Menik (Completed)
Historical Fiction19 Oktober 2022 --> short list The Wattys Award 2022 genre historical fiction 19 Nov 2022 --> Winner The Wattys Award 2022 genre historical fiction Di awal tahun 1944, hari bahagia Menik lenyap, saat dia melihat suaminya dijatuhi hukuman mati di alu...