Ralia’s pov
20:00 WIBAku keluar kamarku, kepalaku pusing luar biasa setelah mengerjakan tugas. Oke, sekarang ini aku membutuhkan sesuatu yang menghilangkan rasa pusingku. “Selamat malam, Nona. Ada yang bisa saya bantu?” aku menatap salah satu pelayan yang membungkuk di depanku.
“Ah, tidak ada.” Aku tersenyum dan menepuk punggungnya sebelum berjalan ke kamar Azka. Sepertinya mengganggu adik kecilku itu akan membuat rasa pusingku lenyap begitu saja. Tanganku terulur membuka pintu kamarnya, ku lihat dia sedang sibuk berkutat dengan buku-bukunya.
Ia menatapku sekilas, “Ada apa, Mbak?”
Aku menggeleng dan masuk ke dalam kamarnya, “Tidak ada.” Aku duduk di tepi tempat tidurnya dan menghela napas panjang berulang kali.Azka memutar kursinya, “Tadi Om itu mengenalkan Mbak ke istrinya?”
“Iya.”
“Jujur, aku tidak setuju dengan pernikahan ini, Mbak. Aku tidak rela Mbak Ralia menjadi istri kedua dari Om itu. Karena itu Mbak selalu mengurung diri di kamar dan tidak mau makan bersama kami.” Azka menatapku dengan wajah seriusnya.
“Tapi apa yang bisa kita lakukan? Tidak ada. Mbak juga tidak mau menjadi istri kedua. Kau tahu, Pak Indra dan istrinya saling mencintai. Bagaimana mungkin aku menghancurkan semuanya?” Azka duduk di sampingku dan memelukku sangat erat.
“Azka berjanji akan melindungi Mbak sampai kapanpun. Jika pernikahan yang Mbak jalani itu tidak membuat Mbak bahagia, Azka akan melakukan sesuatu sekalipun itu menentang Papa dan Kakek.” Aku mengeratkan pelukanku padanya.
“Ya, Mbak akan selalu mengandalkanmu dalam setiap hal.” Tangaku terulur mengacak rambutnya. Azka tersenyum, tatapan matanya terlihat khawatir. “Sudah, sekarang lanjutkan belajarmu.” Adik kecilku mengangguk dan kembali duduk di meja belajarnya.
Aku tersenyum dan melangkah keluar dari kamarnya, lebih baik membiarkannya belajar daripada mengganggunya. Tatapanku teralih ke arah lantai dasar, ku lihat empat tetua penguasa mansion ini sibuk dengan berbagai berkas di hadapan mereka. Aku melangkah menuruni tangga dan duduk di sebelah Papa. “Kalian sedang apa?”
“Tentu saja mengurus pernikahanmu.” Nenek tersenyum ke arahku.
Papa merangkulku, “Kami mengurusnya agar pernikahanmu sah dimata agama dan negara.”
Hey, apakah itu mungkin?
Seolah mengerti isi pikiranku, Kakek menyerahkan sebuah surat padaku. Mataku membulat sempurna melihatnya, “Surat izin poligami? Ada surat semacam ini?” Papa mengangguk dengan senyumannya.
“Walau bagaimanapun situasinya, anggota keluarga Aryeswara harus mendapatkan yang terbaik. Pernikahanmu akan diakui agama maupun negar karena kau berarti untuk kami.” aku melompat dan memeluk Kakek yang terkekeh dan mengecup puncak kepalaku berulang kali.
“Ralia dan Azka adalah kebahagaiaan Kakek. Untuk itu, Kakek berusaha keras membahagiakan kalian berdua.”
“Ralia sayang Kakek, maafkan sikap kekanakan Ralia seminggu ini.”
Kakek mengelus rambutku, “Kakek juga minta maaf karena membuatmu ada dalam posisi ini.”
“Sudahlah, mulai sekarang Ralia mencoba menerima kenyataan ini. Mungkin dia yang terbaik.” Aku tersenyum lebar dan mencomot snack di meja. “Setelah menikah nanti, apa Ralia tetap kuliah?”
“Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja putri cantik Mama harus tetap kuliah. Kau harus ingat, garis keturunan keluarga Aryeswara haruslah berpendidikan tinggi.” Mama menatapku dengan wajah seriusnya. “Selain itu, kau juga masih bisa pergi bersenang-senang dengan dua sahabatmu. Tenang saja, Mama sudah membicarkan ini Bunda Rita.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love New Version
RomanceAku memiliki semua hal yang ada di bumi ini, kecuali cinta Pak Indra. Karena cintanya hanya milik Mbak Maya. -Ralia Zahari Aryeswara- Maya atau Ralia? Aku tidak bisa memilih salah satu dan aku butuh keduanya. -Ilyasha Indra Muhammad- Aku hanya memil...