37. Khawatir

333 33 1
                                    

Ralia’s pov
-Rosman’s mansion-

1 bulan.

Tak terasa sebulan sudah aku tinggal bersama Bunda, Ayah, dan Kakek Rosman. Aku sangat menikmati waktu bersama mereka bertiga. Pernah sekali aku memaksa ikut Kakek Rosman dan Ayah pergi memancing, ternyata sangat menyenangkan dan aku berhasil menangkap beberapa ikan. Hal itu menjad kali pertama dalam hidupku pergi memancing.

Selama sebulan juga Pak Indra datang 2 hari sekali sesuai kesepakatan. Entah kenapa sifatku berubah menjadi manja saat ada Pak Indra, padahal jika tidak bersamanya aku biasa-biasa saja. Apa anak-anak ingin selalu bersama Papa mereka?

Setiap malam dimana Pak Indra bersama Mbak Maya aku tidur dengan Bunda yang menceritakan tentang masa kecil Pak Indra dan lain-lain. Aku juga tidak pernah merasa kesepian karena Mika dan Hilda sering menginap disini.

Sekarang usia kandunganku menginjak 20 minggu atau 5 bulan dan mulai terlihat. Aku sangat senang saat bercermin dan melihat perutku. Tak jarang aku memotretnya dan mengunggahnya di akun Instagram.

Aku senang banyak yang meninggalkan komentar positif ketimbang negatig, hal itu membuatku semakin bersemangat dalam berbagi pengalamanku hamil bayi kembar di usiaku yang masih 21 tahun.

Sesuai perjanjian, setelah semester 6 selesai aku mengambil cuti hingga waktu yang belum ditentukan. Beberapa minggu sebelum ujian, Azka UNBK dan memutuskan kuliah di kampus Kakek mengambil jurusan managemen. Azka yang akan meneruskan usaha keluarga setelah Papa.

Aku tidak keberatan sama sekali dengan keputusan Papa dan Kakek. Azka memang lebih berhak. Meski begitu, aku tetap mendapat bagian. Papa dan Kakek memberikan sebuah kedai es krim bernama ‘Ralia’, disitulah sumber uang untuk black card berasal.

Sebenarnya sudah sejak lama Kakek dan Papa menjalankan usaha kedai es krim tersebut. Mereka melarangku ikut serta dalam mengurus kedai bahkan hingga sekarang. Mereka bilang akan memberikan padaku di waktu yang tepat. Aku tidak belajar apapun mengenai pengelolaan kedai sekarang ini.

Entah kapan hal itu terjadi.

Lupakan dulu tentang itu, sekarang fokus saja padaku yang berdandan menyambut kedatangan Pak Indra. Aku sangat merindukannya meskipun hanya sehari tidak bertemu, walau saling berkirim pesan dan bertelepon. Jika belum bertemu dengannya, kerindukanku belum juga sirna.

Aku memandang jam dinding yang menunjukkan pukul 10 pagi. Satu jam lagi Pak Indra datang dan kami akan pergi ke Dokter Hasna untuk check up rutin. Sesekali aku membetulkan pashmina yang terasa kurang rapi.

Aku siap!

Dengan senang, aku membuka pintu dan melangkah menuju ruang keluarga setelah membawa dompet dan ponsel. “Wah, cantiknya menantu kesayangan Bunda.” kata Bunda yang duduk di ruang tengah bersama Ayah dan Kakek Rosman yang spontan melihatku. Aku hanya tersenyum dan ikut bergabung dengan mereka.

“Sini duduklah.” Kakek Rosman menepuk sofa di sebelahnya.

“Sepertinya sudah ada yang bersiap kencan.” goda Ayah membuat wajahku memanas. Kakek Rosman dan Bunda tertawa melihatku yang menunduk malu-malu.

Ayah tahu saja.

“Assalamualaikum.” suara seseorang membuatku mendongak, terlihat seseorang yang sangat ku rindukan. Ia tersenyum lebar ke arahku dan aku otomatis tersenyum juga.

“Pak Indra!” tanpa sadar aku berteriak dan berlari ke arahnya. Pak Indra merentangkan kedua tangannya dan memelukku.

“Jangan berlari, Black Forest. Kau bisa jatuh.”
Ku dengar suara tawa Kakek Rosman, Ayah dan Bunda yang membuatku menenggelamkan wajahku di dada suamiku tercinta. Aku malu sekali.

Second Love New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang