17. Rahasia

493 42 3
                                    

Ralia’s pov

Aku duduk di dalam mobil, tanganku yang memegang stir bergetar hebat. Sungguh, aku masih belum bisa mempercayai perkataan Dokter Hasna tadi. Dokter Hasna bilang kandunganku sehat, ia memintaku makan makanan yang bergizi tinggi dan minum vitamin yang diresepkannya dengan rutin.

Aku juga tidak boleh memikirkan sesuatu yang membuatku stress dan menjaga diriku agar tidak lelah. Dokter Hasna juga menyarankanku minum susu hamil rutin.

Aku menoleh ke kursi sebelah dan melihat hasil laporan beserta foto USG terpampang nyata di depanku. Rasanya sulit mempercayai ini. Melihat hubungan Pak Indra dengan Mbak Maya yang semakin mesra saja membuatku berpikir, bagaimana jika Pak Indra tidak mengakui janin dalam kandunganku ini?

Untuk perempuan yang sudah menikah, seharusnya ini menjadi hal yang membahagiakan. Aku bahkan tak tahu aku bahagia atau tidak dengan kabar ini. Bagaimana dengan keluargaku dan keluarga Pak Indra?

Apakah mereka bahagia mendengar kabar ini?

Dan yang terpenting, bagaimana dengan Mbak Maya?

Apakah dia akan bahagia juga mendengar berita ini?

Ah ya, tadi aku sudah memberitahu Dokter Hasna agar merahasiakan ini dari semua orang. Aku sendiri yang akan mengatakan tentang kehamilanku pada semua orang, tapi aku tak tahu kapan.

Yang jelas tidak dalam waktu dekat, aku masih membutuhkan waktu menerima kenyataan ini. Bukannya tidak bersyukur, aku sangat bersyukur dengan kehadirannya dan aku menerimanya dengan baik.

Hanya saja, aku bingung menghadapi Pak Indra dan Mbak Maya.

Aku menghela napas panjang dan mengelus perutku, “Hai, selamat datang di perut Mama sayang.” Setidaknya nanti ketika Pak Indra sibuk dengan Mbak Maya, aku memiliki bayi ini sebagai pelipur laraku.

“Oke, sekarang kita pulang. Tapi sebelumnya kita akan pergi ke mini market dan membeli susu untuk kita.” Aku terkekeh menyadari kekonyolanku. Dia masih sangat kecil dan aku sudah mengajaknya bicara saja. Ku nyalakan mesin mobil dan mengendarainya keluar dari kawasan Rumah Sakit. Tujuanku sekarang adalah mini market sebelum pulang ke rumah.

Dua puluh menit mobilku berhenti di depan mini market, dengan perlahan aku turun dan mengambil tasku. Seperti biasa, aku mengabaikan penjaga kasir yang menyambutku dan langsung melangkah menuju rak khusus susu ibu hamil.

Oh tidak, manakah yang harus ku pilih?

Rak depanku ini berjejer susu ibu hamil dengan berbagai macam merk dan rasa. Haruskah aku memilihnya secara random saja? Jika aku tidak suka bisa membeli yang lain, kan?

“Ra?” kedua mataku membulat sempurna mendengar suara seseorang yang tak asing, aku menoleh ke samping dan melihat Revan dan Hilda.

“Kenapa kau berdiri di depan rak-” Hilda membulatkan matanya dan menutup mulutnya yang terbuka lebar.

Aku mengambil random, “Kita bicara di luar.” kataku berjalan menuju kasir.

Selesai membayar aku berjalan ke arah Revan dan Hilda yang sudah duduk di salah satu kursi. Aku meletakkan kantung plastik berisi satu box susu untuk ibu hamil dan menghempaskan tubuhku di kursi yang kosong.

Tatapanku tertuju ke arah mereka berdua, “Jawaban dari pertanyaan kalian sudah jelas, kan?” Revan dan Hilda saling berpandangan, mereka masih tampak syok.

“Aku memutuskan pergi ke Rumah Sakit hari ini dan inilah hasilnya. Aku positif hamil.”

Hilda merangkulku dan mengelus bahuku, “Aku mengerti kenapa kau terlihat tidak terlalu bahagia. Tapi, kau tidak akan menyembunyikan tentang ini dari semua orang kan?”

Second Love New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang