13. Jatuh Cinta

517 41 2
                                    

Ralia’s pov
-Food Court-
12:30 WIB

Jam istirahat ini ku habiskan bersama kedua sahabatku di foodcourt yang letaknya tak jauh dari kampus. Aku sedang sibuk mengunyah gorengan di hadapanku dan membaca materi mengenai ‘Radio’, materi yang diajarkan Pak Indra hari ini dalam mata kuliah Komunikasi Massa.

“Ah, kapan ya terakhir aku melihat Ralia mau membaca materi yang diajarkan Pak Indra?” Hilda menatapku dengan kedua mata menyipitnya. 

“Mungkin sesuatu terjadi, Ra?” revan mendekat ke arahku dan mengunyah pisang goreng. Aku tersenyum lebar dan mengangguk.

“Apa? Apa?” Hilda mendekat ke arahku dengan mata berbinar, aku hanya menutup bibirku dengan tangan dan wajahku mendadak memanas.

“Hei. Kau sudah jatuh cinta padanya?” Aku menunduk dan mengangguk. “Alhamdulillah, memang ini yang seharusnya terjadi.” Hilda tampak senang, dia tersenyum lebar dan memakan tahu isi dengan lahap.

“Semua ini karena rencana Mama dan Bunda. Kalian tahu, mereka sengaja memisahkan Mbak Maya dari kami. Awalnya aku merasa tidak mungkin aku dengannya saling membuka diri, tapi ternyata aku terjebak dengan rencana Mama dan Bunda.”

Aku tersenyum menatap kedua sahabatku.
“Beberapa minggu ini aku mengutuk setiap mata kuliah yang diajarkan Pak Indra, mulai hari ini aku yang paling menantinya.” Hilda terkekeh dan mendorong bahuku pelan. Pak Indra mengajar setidaknya 2 mata kuliah di semester ini, Opini Publik dan Komunikasi Massa.

“Ternyata kau terlalu sibuk dengannya hingga melupakanku. Kau tidak membalas pesanku sama sekali.” Aku menatap Revan yang merajuk, ia mengunyah pisang goreng dengan rakusnya.

“Maafkan aku. Ku pikir membalas salah satu pesan dari kalian saja sudah cukup. Kalian kan selalu berdua.” Aku menatap Revan dengan senyuman, laki-laki di hadapanku ini mendengus dan kembali memakan pisang goreng.

Sebenarnya aku melakukan ini dengan alasan agar Hilda tidak cemburu dengan perlakuan Revan padaku. Ya, aku tahu Hilda menyukai Revan dari gerak-geriknya selama ini. Aku tidak ingin kesalahpahaman yang terjadi antara aku dan Angel terulang kembali.
Ku harap Revan mengerti bahwa seharusnya perempuan yang dia cintai bukanlah aku.

Revan memang tidak pernah mengatakannya secara langsung, tapi sekarang aku lebih peka dengan keadaan dan bisa mengendalikan situasi. Hilda harus mendapatkan cintanya, dan Revan harus berbalik dan melihat seseorang yang berada di belakangnya.

Lagipula aku tak ingin Revan terlalu larut dalam kesedihan dan terjebak dengan perasaannya. Aku ingin dia move on dan menerima Hilda yang sudah menantinya sejak lama.

“Wah, wah, wah, tiga sahabat sedang menghabiskan waktu bersama.” Aku menoleh dan menatap Angel yang tersenyum sinis. Dia mengambil tempat duduk tepat di sebelah meja kami. Apa dia sengaja?

“Ya, setidaknya kalian bertiga harus menghabiskan waktu bersama sebelum persahabatan ini hancur karena ulah Ralia.”

“Jaga bicaramu!” Revan membentak Angel yang malah tertawa.

“Cinta segitiga memanglah rumit, aku tahu itu dengan baik.” Pandangannya tertuju pada Hilda yang menatapnya tajam. “Hilda, saranku berhentilah berteman dengan Ralia. Si munafik yang suka memakan teman sendiri.”

Byur

Aku menutup mulutku yang terbuka karena tiba-tiba Revan menyiramkan es caramel macciatonya ke arah Angel. Suasana foodcourt berubah ricuh dan kami menjadi pusat perhatian orang-orang. Hilda menarik tanganku agar berdiri tepat di belakang Revan yang kini menatap nyalang mantan temanku itu.

Second Love New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang